chapter eight - 𝖙𝖆𝖗𝖌𝖊𝖙

553 52 3
                                    

"Jennie Kim." sahut si pemilik suara berat yang membuat wanita tersebut menoleh ke arah sumber suara tersebut berasal, dengan menyipitkan kedua matanya untuk penglihatan yang lebih jelas.

Di kejauhan dapat terlihat sosok pria yang sedari tadi memanggilnya membuat seorang Jennie Kim membelalakan matanya selebar mungkin tidak percaya. Tidak mungkin! Bagaimana bisa?

"Bonjour mon amour! Kenapa kau terdiam dan mematung seorang diri disini? Apalah aku setampan itu?" jenaka pria tersebut yang kini telah berdiri tepat di hadapan wanita itu.

"Joon?? Apa yang kau lakukan disini!?" balas Jennie tidak percaya. "Kau- mengikutiku?!"

"Hmm.. entahlah mungkin kita memang sudah ditakdirkan akan bertemu lagi disini." jawab pria itu sambil mengangkat kedua bahunya tak acuh.

"Cih, takdir katamu? Tau apa kau tentang takdir, jika pacar saja kau pasti belum punya." anggapnya remeh sambil menyilangkan kedua lengannya.

"Untuk apa punya pacar kalau seluruh wanita bisa kudapatkan dengan mudah?" sahut pria tersebut dengan enteng.

"Oh angkuh sekali, kau tidak ingat kalau sudah ku kutolak beberapa kali?"

"Kau itu wanita tidak normal yang lebih memilih bersama pria miskin itu dibandingkan dengan pria kaya sepertiku ini!" sindir pria bermarga Kim itu.

"He still better than you." ucapnya tak acuh.

"Whatever weirdo." ledeknya.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya wanita itu.

"Business matter, bagaimana dengan dirimu?" tanya pria itu kembali.

"None of your business." respon wanita itu dingin dan tersenyum miring mengintimidasi pria yang berada dihadapannya tersebut.

"Jangan bilang.. kau tidak sedang melarikan diri kan!?" tebak pria ber IQ 140 itu yang membuat Jennie sedikit tersentak akan jawaban darinya.

"Mind your own business!" dan pergi menjauh dari pria itu.

"Hey wifey, aku kan hanya bertanya. Kenapa menjawabnya ketus sekali?!" ucap pria itu dan mengekori wanita tersebut sampai akhirnya menjadi kesal karena dirinya terus diikuti.

"Berhenti mengikutiku!" ancamnya.

"Oh c'mon nini!" goda pria tersebut.

"It's JENNIE for you, asshat." tekan wanita itu dan kembali melangkahkan kakinya menjauh.

"Alright Jennie, aku minta maaf." ucap pria bernama Kim Namjoon itu dan mensejajarkan langkah kakinya bersama dengan wanita itu. "Apa kau datang kesini sendirian?" tanya pemuda itu, lagi.

Dengan kembali menarik dan menghembuskan nafas secara perlahan akhirnya wanita itu memberhentikan langkahnya. Dirinya menatap sinis pria yang berdiri di sebelahnya tersebut sebelum akhirnya menjawab "Ya, maka ja-"

"Baiklah kalau begitu ayo kita sarapan bersama, my treat" ajak pria tersebut setelah memotong perkataan Jennie.

"Aku tidak lapar dan lagipula aku juga punya uangku sendiri." tolaknya sambil menggulirkan kedua bola matanya ke sembarang arah.

"Kalau begitu tolong temani aku! Sekali ini saja, ya?" ucapnya lebih seperti memohon dan membuat atensi beberapa orang melihat ke arahnya.

'Sangat memalukan.' batin Jennie meringis.

"Baiklah, tapi jika kau bertanya macam-macam lagi. Aku tidak akan segan meninggalkanmu dari tempat itu. Understood?" dan dibalas dengan anggukan patuh dari pria bermarga Kim tersebut.

~
"Bagaimana? Kau sudah bertemu dengannya?" tanya wanita bernama Irene tersebut setelah mendapat sebuah panggilan.

"Whoah, tidak ada sapaan atau sekedar menanyakan kabarku??" sindir pria itu.

"Kau hanya tinggal menjawab sudah atau belum dan hentikan omongan konyolmu itu sialan!" gertaknya.

"ck, kukira ibumu hanya mewariskanmu paras wajah cantiknya, tidak kusangka sifat buruk dan temperamennya pun ikut menurun padamu." sindir pria tersebut kembali.

"Jangan bawa-bawa wanita tua sialan itu!"

"Terserah apa katamu dan ya aku sudah bertemu dengan wanita itu, Jennie Kim." jawab pria itu kemudian dan membuat seringai seorang Bae Irene tampak kembali pada wajahnya.

"Pastikan kau mengikutinya terus dan jangan sampai kau dicurigai olehnya! Atau kau akan berakhir di kedua tanganku!" ancam wanita tersebut.

"Kau meremehkanku lagi ya?" sarkas pria itu dan langsung mematikan sambungan telfon secara sepihak membuat wanita tersebut mengumpat kesal.

~
"Tenanglah sedikit oppa, kepalaku pusing melihat dirimu mondar mandir seperti itu!" teriak gadis pirang itu.

"Bagaimana aku bisa tenang kalau dia belum juga mengabariku padahal pesawatnya sudah mendarat sejak 2 jam yang lalu! Argh sial" ucap pria itu dengan kesal.

"Ya lalu aku harus bagaimana?! Menyuruhmu untuk menyusulnya ke paris, begitu?" jawab gadis itu dengan nada frustasi dan melangkah pergi meninggalkan ruang tamu tersebut.

From : my jane🥟
12 hours ago

Aku sudah berada di dalam pesawat,
dan akan kukabari jika sudah mendarat di paris.
Tolong jaga dirimu dengan baik.
P.s aku sudah merindukanmu.

Pria itu hanya dapat terdiam setelah membaca pesan terakhir yang dikirim dari wanita yang dicintainya itu dan menghembuskan nafasnya kasar, sambil memijit pelipisnya perlahan.

Gusar,
pria itu gusar.
Padahal dirinyalah yang sudah meminta sang kekasih untuk pergi jauh dari negara tersebut.
- -
Tetapi mengapa batinnya terasa sangat sesak karena telah membiarkan wanitanya itu pergi sendiri, lalu apakah keputusan yang sudah dia ambil ini adalah jalan terbaik?

𝘿𝙄𝙎𝘾𝙊𝙉𝙏𝙄𝙉𝙐𝙀𝘿  (major editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang