Bab 8 - Pacaran?

100 9 0
                                    

Waktu shubuh yang sangat sejuk beserta dingin menghiasi kamarku karena kemaren siang sampai tengah malam di daerah Jakarta turun hujan. Aku yang baru saja bangun dari tidurku segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan segera melaksanakan sholat shubuh. Aku membangunkan Nara untuk sholat shubuh berjamaah.
Setelah itu usai, aku melihat Nara yang masih terlihat lemas langsung saja tepar di kasur sehabis sholat.
“Bagaimana keadaanmu dek? Masih sakit?” tanyaku khawatir.
“Hemmm udah mendingan kok teh” jawab Nara dengan suara yang sedikit lemas.
“Syukurlah, teteh mau bikin sarapan dulu ya dan habis makan nanti kamu minum obat ya dan istirahat lagi!” seruku kepada Nara.
“Terus teteh hari ini kuliah gak?” tanya Nara.
“Kuliah dek, kamu gak usah ikut ya kan kamu lagi sakit lebih baik banyakin istirahat!”
“Tapi Nara pengen ikut teh, biar gak lemes terus tuh harus banyak gerak”
“Pokoknya gak boleh, entar disana kamu kenapa-napa bagaimana? Mending kamu di rumah aja ya!”
“Please teh Nara pengen ikut, lagian Nara sudah mendingan kok teh” jawab Nara ngotot.
“Hemmm, ya udah kalau kamu kenapa-napa disana teteh gak bakalan kena resiko dari kamu ya!”
“Okay teh, makasih ya. Sayang deh sama teteh”
“Ya ya dek, sana kamu siap-siap dulu dan minta izin dulu sama mama kamu pengen ikut teteh”
“Ya teh”
Aku hanya bisa pasrah turutin omongannya, karena kalau aku menolaknya pasti dia akan merengek seperti yang biasa dia lakukan. Setelah aku siap aku turun dan segera menemui mama dan yang lainnya untuk sarapan pagi sedangkan Nara menyusul.
***
Di kampus, aku yang sedang bersama Nara asik ngobrol sambil menunggu waktu masuk kuliah. Tiba-tiba Nara berhenti sejenak dan matanya terpaku melirik seorang laki-laki yang berada di gedung seberang. Mata Nara tidak berkedip sama sekali saat melirik laki-laki tersebut.
“Dor, istigfar Nar!” dengan sengaja aku pun langsung mengagetkan Nara dan membuat jantungnya hampir copot.
“Eh ya teh, ada apa?” jawab Nara yang tidak mendengar sama sekali ucapanku.
“Gak kenapa-napa kok dek, mau ke kantin gak?” tanyaku balik.
“Hemmm, boleh teh yuk”
Aku dan Nara pun berdiri dan menuju ke kantin. Saat di kantin Nara bercerita tentang kejadian tadi.
“Teh, cowok tadi ganteng ya!” seru Nara.
“Hemmm, terus?”
“Teteh kenal gak sama dia?” tanya Nara balik.
“Hemmm, kalau tidak salah laki-laki itu temannya yang kak Fatimah suka jurusan ekonomi syariah”
“Teteh tahu gak orangnya bagaimana?” tanya Nara balik lagi.
“Hemmm, orangnya pendiam dek sama kayak orang yang kak Fatimah suka terus dia juga pintar dan shalih”
“Oh gitu, kayaknya dia tidak sesuai dengan diriku ini teh!” seru Nara cemberut.
“Emangnya kenapa dek?” tanyaku.
“Kata teteh dia shalih, sedangkan aku petakilan kayak anak kecil”
“Hihihih tidak apa-apa dek. Wanita tidak masalah kayak anak kecil, tapi jangan berlebihan. Mulai sekarang kamu berusaha jadi lebih baik. Kalau suka sama cowok itu jangan ceritain ke siapapun, cukup kamu dan Allah yang tahu. Habis itu kamu banyakin sholat istikharah, hajat dan tahajud minta sama Allah semoga dia jodohmu. Jodoh itu cerminan dirimu dek, semoga Allah memberimu jodoh yang baik dan bisa membimbingmu ke arah yang baik.” ucapku panjang lebar.
“Aamiin, makasih ya teh”
“Ya sama-sama, and btw kamu pilih dia atau V BTS?” gurauku.
“V BTS itu kan gak bisa aku jangkau teh, kalau dia masih ada kemungkinan bisa dijangkau hehe”
“Ya Allah dek ada-ada aja”
“Gak apa-apa dong teh”
“Ya sudah, kita balik ke kelas teteh yuk. Sebentar lagi teteh masuk kuliah”
“Ok teh”
Beberapa petak menuju kelas, aku melihat Fatimah dan Khadijah yang sedang duduk sambil memainkan ponsel di tangannya.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalaam” saut mereka bersama.
“Hai Nara, ikut lagi toh?!”
“Heheheh, ya kak lagipula Nara tuh gampang bosen di rumah mulu jadi pengen jalan-jalan aja bumpung lagi sama teteh”
“Oh gitu, kalau mau nanti Nara kuliah disini aja biar bisa sama Teh Hana terus!”
“Maunya gitu sih kak, cuman aku masih agak sedikit ragu. Do’ain aja ya kak semoga nanti aku ujian mendapatkan nilai yang memuaskan dan bisa kuliah disini” gurau Nara.
“Aamiin allahumma aamiin”
“By the way, kok kalian tidak masuk kelas?” tanyaku pada mereka.
“Kelas masih sepi dan udaranya sangat engap makanya kita berdua di luar sejenak sambil cari udara segar!” seru Fatimah.
“Oh ya Han, tadi aku sama Fatimah sempat ngobrol sama ketua yayasan dengan tugas skripsi waktunya sebentar lagi. Katanya skripsi segera di kumpulkan secepatnya, agar kami semua bisa wisuda barsama!” gurau Khadijah panjang lebar.
“Duhhh, aku aja masih kerjain dikit dan waktunya udah mepet lagi” keluh Fatimah gelisah.
“Kalau kamu sendiri bagaimana Han, apakah sudah selesai kerjainnya?” tanya Khadijah.
“Hemmm, alhamdulillah sedikit lagi. Apa nanti pulang kita kerjain skripsi bersama-sama saja di rumahku, mau tidak?” saranku pada mereka.
“Boleh banget kan rumah Hana lumayan luas ada gejebonya lagi!” seru Fatimah lagi.
“Ya sudah, yuk kita masuk aja”
“Teh, terus Nara di luar lagi nungguinnya?” tanya Nara cemberut.
“Ya nanti teteh izin ke dosen teteh biar kamu bisa ikut dan ambil ilmunya ya!”
“Yeyyy, asik. Makasih lagi ya teh”
“Ya sama-sama, yuk kamu masuk aja”
Bel pun berbunyi waktu bertanda jam pelajaran masuk. Dosen pun datang dan bertanya kepada kami bertiga siapa anak yang di sebelahku ini.
“Assalamu’alaikum anak-anak”
“Wa’alaikumussalaam” jawab kami semua serentak.
“Han, ini siapa kok ada di kelas ini?” tanya Pak Harun.
“Afwan pak, ini adik saya namanya Nara. Saya minta izin agar adik saya ikut pelajaran ini, pak?!”
“Afwan ya bukannya bapak gak mau izinin, tapi ini sudah peraturan kampus tidak boleh memasukkan orang lain ke kelas!”
Nara yang mendengarnya langsung cemberut. Namun apa boleh buat, Nara harus ikut perkataan Pak Harun. Aku minta izin untuk menemani Nara keluar dari kelasku.
“Nar, maafin teteh ya?”
“Ya teteh gak apa-apa, maafin Nara ya suka ngerepotin teteh terus”
“Ya gak apa-apa dek, ya sudah kamu tunggu disini sampai teteh pulang. Misalkan kamu mau jajan atau mau keliling kampus bilang teteh lewat Whastapp ya!”
“Ya teh”
“Ok, teteh masuk dulu ya”
Tidak lama aku meninggalkan Nara, Nara pun chat aku dan minta izin untuk jajan dan jalan-jalan keliling kampus.
Nara POV
“Hemmm, seblak udah, jus udah, sekarang makanan penutupnya apaan ya?”
Saking seriusnya berpikir tentang makanan penutup, Nara tidak melihat arah jalannya sehingga tidak sengaja ia menabrak seseorang.
“Astagfirullah …” gurau Nara sambil melihat siapa orang yang berada di depannya. Ternyata orang itu ialah laki-laki yang Nara lihat tadi pagi bersama teman-temannya. Jantung Nara langsung berdebar kencang.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya pria itu sambil mengulurkan tangan kepada Nara.
“Hemmm, aku gak apa-apa. Terima kasih ya sudah menolongku dan aku minta maaf tadi aku gak lihat ke depan”
“Hihihih, ya sama-sama gak apa-apa kok. Saya dan teman saya permisi dulu.”
***
Akhirnya bel pulang, waktunya kami bertiga pulang. Aku melihat Nara yang sedang di depan kelas sambil berseri-seri.
“Hallo, Nara sudah jajannya sama jalan-jalannya?” ucapku.
“Udah kok teh heheheh” jawab Nara sambil tersenyum bahagia.
“Tumben ceria, bukannya tadi biasa-biasa aja. ayo siapa yang kamu pikirin?” tanyaku balik.
“Hemmm, tadi aku tidak sengaja nabrak kakak senior yang ganteng itu lho, yang tadi pagi teh ternyata orangnya baik benar kata teteh” gurau Nara.
“Oalah gitu, pantesan senyum-senyum sendiri tadi teteh lihat”
“Emang yang Nara bertemu siapa?” tanya Fatimah penasaran.
“Itu lho kak, teman kakak yang kakak sukai itu yang jurusannya ekonomi syariah juga kata teteh?!” seru Nara.
“Siapa sih orangnya?” tanya Fatimah makin penasaran.
“Entahlah kak, aku belum tahu namanya.”
“Hemmm ya sudah yuk kita balik pulang”
Di perjalanan pulang, kami berempat tidak sengaja berpapasan dengan seseorang yang Fatimah sukai dan seseorang yang Nara sukai berkumpul dengan teman-temannya.
“Hana, jangan lewat sini yuk aku malu” Kata Fatimah sambil menundukkan kepalanya.
“Itu lho kak orangnya pakai kacamata yang tadi aku omongin”
“Oh itu, dia namanya Wildan dek”
“Oh Wildan ganteng ya”
“Aku heran sama kamu dek, pilih Wildan atau V BTS.”
“Kan Nara udah bilang, V itu bagian dari kehaluan yang tidak bisa dijangkau” ucap Nara.
“Udah yuk gak apa-apa kan gak ada jalan lain selain disini, kalau lewat sana jauh lagi”
Kami berempat pun melewati mereka semua. Namun, Fatimah menundukan kepalanya sambil menahan malunya dan terus menerus memegang tanganku dengan erat.
“Syukurlah bisa lewati mereka semua!” seru Fatimah legah.
“Yaelah aku aja biasa aja tuh kak”
“Sudah-sudah yuk kita lanjutin saja jalannya.”
***
Kami bertiga sembari mengerjakan tugas skripsi dengan serius, namun Nara yang berada di dalam rumah sambil membuat minuman dan makanan untuk kami semua. Nara gitu-gitu koki terhandal, chef yang lain pun kalah dengannya.
“Kakak-kakakku, makanan dan minumannya sudah jadi semoga kalian suka”
Baru sesuap kami makan, membuat kami bertiga ketagihan ingin menambahnya lagi.
“Nara, kok masakan kamu enak banget. Kursus dimana?” tanya Khadijah.
“Hemmm, kursus di rumah sama mama terus ikut ekskul juga disekolah heheheh”
“Nara nanti kamu jadi chef bantuin masak pas nikahannya teh Hana aja, gak usah ikut jadi pagar ayunya” ledek Fatimah pada Nara.
“Ihhh, enak aja Nara maunya jadi pager ayu aja mau dandan yang cantik siapa tahu temennya kak Michi ada yang ganteng dan ngelirik ke Nara” jawab Nara.
“Emang Nara mau sama om-om?” tanya Fatimah
“Ya bukan om-om juga lah kak, kalau ada yang muda-mudanya heheheh”
“By the way, kenapa kamu manggil Michi kakak? Dia kan bakal jadi kakak ipar kamu”
“Soalnya kan dia dosen berarti udah tua, jadi Nara manggilnya kakak aja, gak apa-apa ya teh?”
“Kok tanya ke teteh? Tanyanya langsung ke Michinya aja”
“Minta nomer WAnya dong”
“Gak boleh, kamu mau ngapain?!” cegahku karena teringat kejadian saat Michi yang waktu menyebut Nara lucu.
“Mau nanya yang tadi”
“Nanti aja”
“Dih, ya udah deh Nara mau ke abang Raza dulu ya, mau nagih hutang, dadah kakak-kakakku”
Perkataan Nara membuat kita bertiga tertawa dan karena sekarang hari sudah sore Fatimah dan Khadijah memutuskan untuk pulang dan melanjutkan bahasan skripsi esok hari. Aku pun pergi menyusul Nara yang katanya hendak menagih hutang pada abangnya. Sampai didepan pintu kamar Raza yang sedikit terbuka aku melihat Nara sedang tiduran sambil memainkan laptop Raza, sedangkan Raza sedang mengamati hal yang dilakukan Nara.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam” jawab keduanya berbarengan
“Teteh boleh gabung gak? Soalnya papa, mama, om sama tante lagi pada belanja persiapan pernikahan” tanyaku
“Boleh masuk aja” jawab Raza sedangkan Nara kembali fokus pada laptopnya
“Makasih Za” lalu aku pun masuk ke kamar Raza dan melihat apa yang ada dilaptopnya. Ternyata Nara sedang bermain game the sims yang memang ia sukai.
“Ini abang ya”
“Apaan kok gue jelek banget sih”
“Sesuai kenyataan lah bang”
“Gue ganteng gini Ya Allah”
“Kalau dilihat dari sedotan kan ya”
“Sini ah gue yang bikin!” seru Raza yang langsung merebut laptop dipangkuan Nara.
“Abang!!!”
Aku tersenyum melihat perkelahian kecil mereka. Pasti akan sangat menyenangkan jika aku juga punya 1 orang kakak laki-laki, aku juga akan bermanja-manja padanya seperti yang dilakukan Nara. Setelah lama aku memperhatikan mereka, Raza menawarkanku untuk membuat 1 sims juga dan aku mengiyakannya karena memang sedang bosan.
“Mau bikin juga teh?” tanya Raza
“Mau dong” jawabku dengan senang hati
“Teh, abang, Nara kedapur dulu ya mau ngambil susu, mau nitip gak?”
“Ambilin keripik sama susunya juga ya”
“Oke bang”
Aku yang sedang fokus terkejut saat Raza menoel bahuku dan ia melirik kearah Nara akupun mengikuti lirikannya.
“Mau nitip susu didapur?”
“Aku titip air putih dingin aja”
“Oke”
Sementara Nara keluar, aku canggung karena berduaan saja dengan Raza dikamar. Walaupun dia adik sepupuku, dia tetap seorang laki-laki dan dia juga tampan kadang membuatku kagum padanya, tapi masih lebih tampan calon suamiku kok.
“Jadi kapan acara pernikahannya?” tanya Raza memecah keheningan
“Pernikahannya In Syaa Allah seminggu lagi Za, kenapa?”
“Nanya aja, oh ya menurut teteh cewek lebih bagus kalung atau cincin”
“Hemm, kalau aku pribadi lebih suka cincin, memangnya kenapa Za? Kamu mau melamar wanita?”
“Oh gak, Raza mau ngasih hadiah buat pacar Raza yang bentar lagi ulang tahun”
“Oh, kamu punya pacar ya?”
“Iya”
“Kenapa gak langsung dilamar aja? Itu kan lebih baik, menghindari zina juga, Za!” seruku
“Belum yakin aja”
“Kalau belum yakin kenapa gak ta’aruf aja? Kalian bisa saling mengenal masing-masing”
“Raza ke kamar mandi dulu”
“Eh?” Raza pasti marah padaku karena nasihat yang kuberikan tadi. Ternyata benar kata tante Aisyah, Walaupun berwajah tampan Raza itu keras kepala dan benar-benar dingin orangnya. Karena merasa tidak nyaman padanya aku pun keluar dari kamarnya dan berpapasan dengan Nara.
“Mau kemana teh? Ini minumannya”
“Teteh mau ngerjain skripsi aja, Ra. Kamu lanjut main aja sama Raza, teteh mau kekamar ya” pamitku pada Nara dan segera pergi kekamar.
“Sepusing apasih ngerjain skripsi itu? Sampai teh Hana yang termasuk pinter aja udah kaya orang dikejar harimau” gumam Nara sendiri lalu masuk ke kamar Raza dan memainkan gamenya lagi.
“Teh Hana mana?” tanya Raza yang baru keluar dari kamar mandi
“Mau ngerjain skripsi katanya. Emang susah banget ya bang skripsi tuh?”
“Intinya skripsi itu gak jauh dari laporan PKL yang lho buat waktu kelas 11 tahun lalu, inget gak?”
“Ingetlah, puyeng banget Nara ngerjainnya”
“Nah puyengnya skripsi lebih dari itu dek”
“Hah?!!” kaget Nara.
“Geser dong, abang mau tidur” Raza tersenyum tipis lalu mengacak rambut adiknya gemas.
Sementara dikamar, aku sedang melamun memikirkan pernikahanku yang tinggal menghitung hari. Bayangan Michi tiba-tiba muncul dibenakku dan membuatku malu sendiri memikirkannya, namun aku segera menyadarkan diriku dan segera membersihkan diri, mengerjakan sholat lalu kembali fokus dengan skripsiku.

Indahnya Persahabatan Menuju Cinta (SEDANG DI REVISI).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang