Bab 4 - Nara dan Kehaluannya?

1.6K 86 9
                                    

BAB 4 – Nara dan Kehaluannya?
Keesokan hari pada jam 12 siang, sehabis sholat dzuhur terdengar suara bel rumah berbunyi. Aku melihat mama sedang membukakan pintu untuk orang tersebut. Orang tersebut ialah Michi dan keluarganya.
“Han, kamu lagi apa disini?” tanya ayah kepadaku.
“Eh, gak apa-apa ayah. Ya udah aku mau siapin minuman dulu buat mereka.”
Aku menyiapkan minuman buat mereka dan mengantarkannya juga untuk mereka. Ayah pun menyuruhku untuk duduk.
“Bagaimana pak, pernikahannya mau diadakan bulan ini atau bulan depan?” tanya abi Michi kepada ayahku.
“Kalau menurut saya, makin cepat lebih baik!” jawab ayahku.
“Ya sudah kalau mau bulan depan bagaimana?” tanyanya lagi abi Michi.
“Setuju!!!” seru ayah.
“Bagaimana denganmu nak, apakah kamu setuju?” tanya mama kepadaku.
“Hemmm In Syaa Allah saya siap!” jawabku dengan mantap dan dengan wajah memerah membara.
“Alhamdulillah …” seru kita semua dengan wajah bahagia.
Akhirnya aku dan Michi sepakat menikah bulan depan.
“Ya sudah kita semua pamit untuk pulang karena ada urusan lain di luar.”
“Ya pak, terima kasih atas kunjungannya kesini!”
“Ya sama-sama, saya pamit dulu assalamu’alaikum …”
“Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh …”
Ketika mereka semua pulang, ayah dan mama bicara kepadaku.
“Sayang?”
“Hemmm ya ma, ada apa?” jawabku.
“Kamu ketemu Michi tidak di kampus kamu kan dia jadi dosen kamu?” tanya mama kepadaku.
“Hemmm, ya aku ketemu dia.”
“Alhamdulillah berarti kamu ada yang lindungin dong.”
“(diam)” jawabku.
“Oh ya nak, besok kamu masuk kuliah gak?” tanya mama lagi kepadaku.
“Hemmm libur kok, emangnya kenapa? tanyaku balik.
“Besok mama anterin kamu beli persiapan buat nikahan kamu, bagaimana?”
“Hemmm ya udah, aku mau beresin ini dulu dan langsung istirahat!” jawabku sambil memegang nampan berisi gelas bekas mereka tadi.
“Ya sudah”
Sesampai di dapur badanku seketika mulai lemah. Aku tidak sengaja memecahkan 1 gelas dan membuat mama dan ayah kaget dan mereka menuju dapur.
“Sayang, kamu kenapa?” tanya mama.
“Eh, aku gak kenapa-napa kok ma, tadi aku kesenggol lap jadi kesandung makanya gelasnya pecah.” jawabku dengan berbohong.
Mama pun mengulurkan tangannya ke dahiku untuk memeriksa keadaanku.
“Innalillahi Ya Allah, badan kamu panas nak! Mama panggil dokter ya?” tanya mama dengan khawatir.
“Gak usah ma! Aku istirahat aja siapa tahu besok udah sehat?” jawabku dengan kuat menahan sakit ini.
“Ya sudah kamu istirahat ya!”
“Ya Ma, aku ke kamar dulu!”
Aku berbaring di kasur dengan kondisi lemah tak berdaya. Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Aku melihat mama yang sedang membuka pintu sambil membawa baskom kecil yang berisi air hangat untuk mengkompres dahiku. Nafasku makin lama tak beraturan dan membuat mama syok melihat keadaanku makin lama makin parah. Akhirnya mama menelepon dokter untuk segera ke rumahku.
Saatku di periksa, aku mengalami demam tinggi dan dokter menyarankanku untuk lebih banyak istirahat dan dokter pun memberikan resep obat.
***
Di sore hari aku yang baru saja bangun, tiba-tiba sudah melihat sahabatku yang berada tepat di depanku sedang duduk.
“Assalamu’alaikum, bagaimana keadaannya sudah membaik?” tanya Fatimah kepadaku.
“Wa’alaikumussalaam, hemmm belum. Kalian kapan kesini dan kalian tahu aku sakit darimana?” jawabku dengan suara yang sedikit sesak.
“Maa Syaa Allah, syafakillah ya. Laa ba’sa thohurun In Syaa Allah. Kita berdua baru saja datang dan kita tahu ketika Fatimah menelepon kamu dan yang menjawab teleponmu mamamu!” seru Khadijah sambil menjelaskan.
“(senyum)” jawabku senyum.
Terdengar suara pintu dan mama membawakanku bubur dan obat untukku.
“Nak, yuk makan dulu! Habis itu kamu minum obat!”
“Sini tante, biar saya yang suapin Hana!” seru Fatimah.
“Ya udah ini makasih ya sudah bantu tante. Tante permisi dulu!”
“Oh ya Han, skripsi sudah kamu selesaikan belum?”
“Tinggal sedikit revisi lagi dan In Syaa Allah di acc sama pak dosennya.” jawabku perlahan sambil mengunyah makanan yang di dalam mulutku.
“Wihhh, emang udah berapa kali revisi?”
“Hemmm, dua kali sih seinget aku! Kalian sendiri apa kabar skripsinya?”
“Aku sih kayanya bakal revisi lagi, soalnya dosennya itu tuh ribet banget tahu ga” jawab Fatimah sambil cemberut.
“Sabar Fat! Kalau aku baru mau bimbingan lagi.” jawab Khadijah.
“Semangat ya kalian, In Syaa Allah kalian di beri kemudahan oleh Allah.”  seruku walaupun dengan suara yang sedikit pelan.
“Aamiin allahumma aamiin”
“Han, aku pengen nanya nih?” seru Fatimah tiba-tiba.
“Boleh, tanya apaan?”
“Tanggal pernikahan kamu sama Michi udah ditentuin?”
“Udah baru saja tadi pagi, emangnya kenapa?” jawabku malu-malu.
“Ciee ciee bentar lagi ada yang gak jomblo nih!”
“Hihihih, In Syaa Allah …”
“Heheheh”
“Di perkirakan kamu nikah bulan apa?”
“In Syaa Allah bulan depan”
“Maa Syaa Allah, barakallah Hana. Semoga lancar dan menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah dan di karuniai anak yang shalih dan shalihah.”
“Aamiin allahumma aamiin, jazakillah khairan ya kalian.”
“Waiyyaki, Han!”
“Oh ya, aku sih Allhamdulillah ya sebentar lagi menikah, kalau kamu sendiri kapan nyusul aku?” jawabku sambil membalas meledek ke Fatimah.
“Ngebales aku nih ceritanya? Okay, do’ain ajalah semoga si dia cepet peka!”
“Hemmm, siapa nih? Jangan-jangan cowok yang jurusan ekonomi syariah itu ya?”
“Iya bukan yaaa!  rahasia deh.”
“Khadijah bagaimana nih? Daritadi diem-diem aja!”
“Bagaimana apanya, Han?” tanya Khadijah kebingungan karena dia tidak terlalu mendengarkan perbincangan Hana dn Fatimah daritadi.
“Ya Allah Djah, Makanya jangan ngelamun aja. Atau jangan-jangan kamu lagi ngomongin si dia yang gak peka juga?” seru Fatimah menggoda kembarannya.
“Gak kok Fat, aku tuh lagi mikirin cowok yang lagi kita omongin tuh yang mana orangnya, kok aku gak tau ya?”
“Oh, itu loh yang mirip sama V BTS tahu gak?” kata Hana
“Oh V BTS idolanya si Nara sepupu kamu itu ya?”
“Iya yang sampai di aku-akui pacarnya, alay bangetkan si Nara!”
“Ngomong-ngomong soal Nara, bagaimana kabarnya? Dia tinggal di Bandung kan?” tanya Khadijah kepadaku.
“Alhamdulillah baik, ya dia di Bandung dan baru naik ke kelas tiga SMA”
“Wih udah kelas tiga aja, bentar lagi lulus dong? Dia rencana nya mau ngambil jurusan apa kuliahnya?. Kapan dia ke Bandung lagi? Soalnya kalau ada dia tuh kayak ada moodmaker gitu, orangnya seru!”
“Iya, kalau kuliah gaknya kurang tahu sih, In Syaa Allah Nara bakal kesini kok pas acara Pernikahan aku bulan depan sekalian liburan juga katanya.”
“Wah, seru tuh. Lumayan kali ya nanti acara nikahan kamu sama Michi ada artis pelawak kayak dia biar hebo, wkwkwk” kata Fatimah
“Oh iya Han sampe lupa, kamu kan lagi sakit tapi kita malah banyak nanya ini itu maaf ya. Sekarang kamu banyak istirahat aja biar besok sehat dan bisa masuk kuliah lagi. Kita pulang dulu ya sekalian mau ke Gramed nganter Khadijah beli buku.” tambah Fatimah.
“Hihihih ya gak apa-apa kok Fat, makasih ya kalian sudah kasih hiburan buat aku. In Syaa Allah ya.”
“Ya Han, sama-sama. Oh ya Han, sudah sore nih kita berdua pamit pulang dulu ya. Semoga cepat sehat, assalamu’alaikum”
“Ya, wa’alaikumussalaam”
***
Keesokan harinya, alhamdulillah badanku mulai pulih dan aku mulai bisa beraktifitas seperti biasa, namun masih terasa engap nafasku. Aku menghampiri mama yang sudang membaca buku di ruang tamu.
“Ma, hari ini jadi untuk membeli peralatan untuk acara nikahku nanti?” tanyaku kepada mama.
“Nak, tapi bukannya kamu masih sakit?” tanya mama balik.
“Alhamdulillah, demamku sudah menurun dan aku sudah bisa beraktifitas seperti biasa!” gumamku.
“Alhamdulillah, ya udah mama siap-siap dulu!”
Ketika mama sedang  bersiap-siap, terdengan suara telepon rumah berbunyi dan aku langsung mengangkatnya terdengar suara perempuan yang menelepon.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalaam, maaf ini siapa?”
“Ini umminya Michi! Ini Hana ya?”
“Ya ini Hana, ummi!”
“Oh ya, ummi minta tolong sampaikan ke mama kamu ya nanti ketemuan dimana?”
“Ya ummi saya sampaikan nanti ke mama”
“Syukran ya nak, wassalamu’alaikum”
“Ya sama-sama, wa’alaikumussalaam”
“Sayang kamu udah siap-siap belum?” teriak mama dari kamar kepadaku.
“Belum Ma, aku siap-siap dulu!”
“Sayang tadi ada yang telepon ya? Siapa yang telepon tadi?” mama yang sudah siap-siap menghampiriku di kamar.
“Umminya Michi katanya nanti ketemuan disana!”
“Oh gitu, ya udah cepatan ganti bajunya, mama tunggu di ruang tamu”
“Ya Ma” 
Kali ini aku memilih gamis berwarna pink dipadukan khimar yang sewarna dan sepatu sneakers putih. Aku juga hanya membawa tas selempang karena tidak mau ribet.
***
Setiba di tempat souvenir, aku dan mama bertemu dengan Mario dan mamanya. Mario ini adalah teman SMA ku dan dia menyukaiku sejak aku masih duduk di bangku SMA. Mama memberitahu bahwa aku akan menikah dengan Michi kepada mereka.
Ketika selesai memilih souvenir, aku dan mama langsung ke tempat fitting baju pengantin. Disana aku dan mama bertemu dengan ummi, abi dan Michi, mereka disana ingin memilih baju pengantin untuk pernikahan Michi dan aku nanti. Kebetulan dengan waktu yang berpapasan tanpa menelepon lagi aku dan mama bertemu dengan mereka. Aku seperti biasa malu setiap bertemu dengan Michi, tapi Michi selalu saja tersenyum padaku. Disana aku memilih baju 3 dan badanku di ukur. Tanpa waktu yang lama akhirnya selesai lalu aku, mama dan bersama mereka menuju ke toko emas untuk membeli cincin dan langsung ke tempat pembuatan kartu undangan. Tanpa waktu yang lama juga akhirnya selesai lalu aku dan mama pulang bersama mereka.
Di perjalanan kita semua berbincang peralatan dan makanan apa saja yang akan di pakai untuk pernikahanku dan Michi. Aku dan mama mampir sejenak ke rumah Michi karena umminya mengajak kami makan malam bersama.
Sesampainya dirumah keluarga Michi, kami dipersilakan duduk sedangkan ummi langsung bergegas ke dapur untuk segera memasak makan malam. Karena tidak enak, aku pun berinisiatif untuk membantu ummi memasak.
“Ummi, biar Hana bantu masak makan malamnya ya?”
“Memangnya Hana bisa masak?”
“Bisa kok ummi, bahkan aku udah dikasih predikat chef bintang 5 dirumah.” kata Hana dilanjut suara tawa ummi dan dirinya.
“Sekarang kita mau masak apa ummi?”
“Kita masak ayam goreng, sayur sop sama tempe goreng aja. Oh iya ummi minta bantuan kamu tolong buatin nasi goreng buat Michi ya, itu makanan favorit dia”
“Siap ummi”
Aku pun segera membuat nasi goreng untuk suami eh maksudnya calon suamiku. Aku berusaha untuk membuatnya enak dan spesial dengan menambahkan sosis dan beberapa irisan daging sapi sambil berharap Michi menyukainya
Setelah semuanya telah ditata dimeja makan, aku diminta oleh umminya untuk memanggil Michi yang sedang berada dikamarnya. Aku segera pergi, namun tepat saat aku hendak mengetuk pintunya tiba-tiba pintunya terbuka dan membuatku sedikit tersungkur kedepan hingga menabrak seseorang yang tak lain adalah Michi.
“Aduhhh” ucapku saat menabraknya.
“Astagfirullah, kamu gak apa-apa?” kata Michi dengan ekspresi khawatir.
“Eh, i-iya gak apa-apa kok, m-maaf ya tadinya aku cuma mau ngetok pintu kamar kamu doang dan ngasih tahu kalau makan malam sudah siap” kataku gugup
“Iya, saya yang seharusnya minta maaf karena tiba-tiba buka pintu.”
“Gak apa-apa kok, kan kamu gak tahu aku ada disini.”
“Yaudah deh daripada debat terus, ayo kita kebawah”
Kita pun makan malam bersama lalu setelah itu mengobrol sedikit membahas pernikahanku dengan Michi. Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, kita pun segera berpamitan pulang.
“Mi, kita pulang dulu ya sudah terlalu larut juga.” kata Mama.
“Ya bu, terima kasih atas kunjungannya.”
“Ya sama-sama, saya dan anak saya pamit dulu, assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalaam”
Rumahku dari rumah Michi tidak begitu jauh, hanya beberapa petak untuk sampai ke rumahku. Tidak lama, akhirnya aku dan mama sampai ke rumah. Aku yang kecapean langsung ke kamar untuk beristirahat, namun aku sangat sulit untuk sekedar menutup mata karena aku masih teringat kejadian saat aku menabrak Michi tadi dan membuatku senyum-senyum sendiri.
***
Selesai sholat shubuh teleponku berdering, aku segera mengambil handphoneku dan melihat siapa yang menelepon. Ternyata yang menelepon adalah sepupuku Nara.
“Assalamu’alaikum teh”
“Wa’alaikumussalaam Nara, ada apa pagi-pagi gini udah nelepon aja? Kangen ya?”
“Idihh, geer banget si teteh, Nara mau ngabarin kalau nanti yang ke Jakarta duluan itu Papa sama Mama, Nara sama abang nyusul besoknya.”
“Kok gitu sih? Emangnya kamu mau kemana dulu?”
“Cieee udah gak sabar ketemu sama Nara ya? Bukan Nara si teh, tapi si abang yang pengen datang ke acara reuni SMPnya dulu dan Nara nemenin abang, takutnya nyasar atau gak diculik kalau dia ke Jakarta sendiri”
“Oh gitu”
“By the way, calonnya teteh ganteng gak?” gurau Nara kepadaku.
“Kalau kepo cepetan kesini makanya”
“Kepo sih, tapi kayanya masih gantengan V BTS kan ya?”
“Gimana kamu aja lah, Ra!”
“Oh iya teh, nanti pas Nara disana mau curhat ya?”
“Curhat apaan nih?”
“Curhat kalau Nara tuh udah dikhitbah sama V BTS, wkwkwk”
“V mulu ih, yang ada aku do’ain semoga kamu supaya cepet sadar dari dunia khayalan kamu”
“Ishh,, gak boleh gitu teh, tolong biarkan bocah ini dengan segala kehaluannya”
“Yaudah deh, nyerah kalau sama kamu mah”
“Oke sip, babay teteh cantikku, assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalaam”
Ya begitulah kalau sudah teleponan sama sepupuku Nara ini, kalau bukan ngegodain aku yang mau nikah pasti ngomongin V BTS dan hal lain yang tidakku mengerti dari dia. Tiba-tiba pintu kamarku terbuka.
“Assalamu’alaikum sayang, lagi teleponan sama siapa?”
“Sama si Nara ma, katanya yang bakal kesini duluan Om Juna sama Tante Aisyah”
“Oh Nara! Terus Nara sama Razanya mau kemana dulu?”
“Katanya Raza mau ke acara reuni SMP dulu terus si Nara beralasan katanya kalau Raza kesini sendiri takutnya nyasar atau gak diculik” kataku sambil tertawa.
“Oh hahaha,, ada-ada aja ya tuh anak”
“Iya ma, terus dia lanjut ngomongin hal-hal yang gak jelas tentang dunia koreanya itu”
Memang sih kalau sudah membicarakan Nara pasti bawaannya ingin tertawa bukan mengejek, tapi karena kelakuannya yang masih seperti anak SMP padahal dia sudah di bangku SMA.

Indahnya Persahabatan Menuju Cinta (SEDANG DI REVISI).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang