Aku duduk melamun di kasur kamarku, sembari melihat awan malam yang mendung. Rasa khawatir, cemas dan sedih menyelimuti pikiranku. Hatiku tak karuan karena mengkhawatirkan Nara yang belum saja pulang ke rumah karena waktu sudah larut malam.
Terdengar suara ketukan pintu kamarku dan masuklah seorang Nara. Aku pun langsung memeluknya dan air mataku langsung bercucuran. Dengan rasa senang, Nara sudah balik ke rumah dengan keadaan baik-baik saja.
“Lho teteh kenapa tiba-tiba meluk aku?” tanya Nara heran.
“Dek, teteh tuh khawatir sama kamu. Apakah pantas wanita main sampai malam hari?” ucapku dengan nada tegas.
“Hemmm, ya teh maafin Nara” gumam Nara.
Aku dan Nara pun duduk. “Ya udah gak apa-apa yang penting kamu selamat sampai rumah. Teteh boleh tanya sama kamu?” tanyaku lagi.
“Boleh teh, mau tanya apa?” tanya Nara.
“Kamu disana gak di apa-apain sama temanmu itu?”
“Ya gak diapa-apain lah teh. Kenapa teteh tanya seperti itu sama aku?”
“Gak apa-apa dek teteh ada rasa cemas dan takut kamu di apa-apain sama mereka?!”
“Oh gitu, mereka baik kok sama Nara”
“Alhamdulillah kalau gitu. Kalau boleh tahu 2 teman kamu itu umurnya berapa?”
“Yang cewek namanya Luna seumuran sama aku, kalau yang cowok itu kakaknya Luna namanya Alex dia seumuran abang”
“Oh gitu, kamu mau makan lagi gak. Teteh tuh daritadi tahan lapar cuman tungguin kamu doang dek.”
“Heheheh ya teh maafin aku. Hemmm iya the perut Nara udah keroncongan lagi nih! Padahal tadi Nara udah makan lho heheheh”
“Pantes kamu tambah gemuk dek” gumamku ledek.
“Ihhh, gak teteh mah. Iya kali istrinya V BTS gemuk”
“Nih buktinya” gumamku lagi sambil menyubit pipi Nara dengan gemas.
“Teteh sakit tahu!”
“Hihihih, maaf dek. Yuk ke dapur kita makan disana”
Aku dan Nara menuju dapur. Terdengar suara bergemurun di ruang tamu. Aku mencoba cek ruangan tamu dan ternyata Raza yang sedang asik main Hpnya.
“Raza kok berlum tidur?” tanyaku.
“Belum ngantuk teh, tadi aku minum kopi terlalu banyak dan jemput Nara juga, jadi jam segini masih melek. Teteh sama Nara kok belum tidur?”
“Teteh sama Nara mau makan. Ya udah sana tidur gih besok ada kegiatan lagi entar kamu sakit lagi!”
“Ya teh, Raza permisi dulu pengen ke kamar”
Kami berdua berbincang. Sehabis makan aku dan Nara memutuskan untuk ke kamar mandi seperti biasa dan langsung tidur.
***
Keesokan harinya kami semua masih melakukan kegiatan yang harus di selesaikan untuk pernikahanku nanti. Kami semua menuju gedung tempat aku dan Michi menikah. Gedung tersebut tidak jauh dari rumahku dan Michi.
Saat sampai disana aku melihat semua pekerja sedang mendesain gedung yang aku pesan. Pelaminan pisah dengan desain nuansa putih kesukaan kami berdua.
Aku membayangkan sedang duduk di kursi pelaminan itu bersama Michi. Deg…deg jantungku langsung berdebar kencang secara tiba-tiba.
“Dor …” dengan sengaja Nara langsung mengagetkanku dan membuat jantungku hampir copot.
“Astagfirullah?! Nara!!!”
“Eh maaf teh gak sengaja heheheh”
“Sengaja kali kamu mah dek”
“Tuh tahu, lagian teteh daritadi melamun mulu makanya aku kagetin. Hemmm, jangan-jangan teteh lagi melamunin pas lagi nikah ya. Tenang aja teh sebentar lagi juga nikah” gumam Nara sambil ngeledek.
“Ya deh ya. Tolong ambil teteh minum dong disana?!”
“Boleh teh, tapi ada syaratnya”
“Ambilin minum pakai syarat segala. Pokoknya sana ambil teteh minum”
“Ya deh ya teteh bawel”
Tidak lama minum pesananku datang yang di ambil oleh Nara. “Nih teh minumannya”
“Makasih adikku cantik”
“Ya teh sama-sama”
Setelah merasa semua persiapan telah cukup dan selesai, kami kembali kerumah karena sudah sangat lelah hari ini, tapi yang membuatku heran itu Nara. Sekarang ia malah meminta abangnya untuk mengantarkannya ke caffe yang terletak didepan komplek.
“Bang ayo ih, anterin Nara”
“Abang capek”
“Ih abang mah gitu ah, ayo buruan” rengek Nara sambil menarik-narik tangan abangnya.
“Ogah ah, minta anter yang lain aja”
“Yang lain lagi pada sibuk bang”
“Gue juga sibuk”
“Sibuk apaan ih, orang daritadi cuman main hp mulu”
“Ya ini tuh salah satu kesibukan gue”
“Abaaang!!” teriak Nara dan membuat semua orang yang ada diruang tamu menengok padanya.
“Ada apa Nara?” tanya tante Aisyah
“Ma, Nara pengen beli kopi depan komplek, tapi abangnya gka mau nganter” rajuk Nara pada Mamanya.
“Abang kamu kan capek Nar, daritadi udah bantu-bantu ngangkat ini-itu. Biarin dia istirahat ya?”
“Tuh dengerin!” ucap Raza semangat mendengar pembelaan dari ibunya.
“Terus Nara beli kopi kesana sendiri gitu?”
“Ya udah teteh anterin daripada kamu berisik gak jelas disini”
“Yeahhh, makasih teteh. Teteh itu paling baik sedunia. Emang abang pelit”
“Bodo. Gue nitip coklat latte ya”
“Enak aja beli aja sendiri”
“Nanti uangnya abang ganti”
“Gak ah, suka bohong abang mah”
“Udahlah yuk Nara kita pergi”
“Yuklah teh”
Akhirnya aku yang mengantar Nara karena misalkan permintaan anak ini gak di kabulin, pasti dia berisik. Terkadang aku suka heran dengan tingkah laku anak SMA ini yang masih ke kanak-kanakan. Namun, terkadang Nara membuat kita semua tertawa melihat tingkah laku lucunya.
Sesampai sana Nara langsung memesan kopi kesukaannya. Saat memesan Nara melihat cowok ganteng yang berada di sebrang meja sana.
“Teh, ada cowok ganteng tuh” gumam Nara sambil pandangannya menujuk ke arah cowok itu.
“Terus?!”
“Ganteng aja teh”
“Kamu mah ada cowok ganteng langsung ngelirik begitu saja. Tolong deh jaga pandanganmu”
“Biarin dong teh suka-suka aku”
“Biarin apanya dek, kamu tuh ya pakai kerudung. Jadilah kerudungmu sebagai perhiasanmu”
“Apaansih the, aku ga suka kalo ada yang ngatur hidup aku!!!”
“Teteh cuman tegasin kamu biar kamu tuh sadar dek bahwa itu dosa. Teteh seperti itu sayang kamu
“Dosa-dosa Nara ini, teteh yang ribet. Udah ah bikin mood Nara hancur aja” gumam Nara yang tiba-tiba meninggalkanku sendirian.
“Nara tunggu!”
Aku merasa bersalah karena telah menasehatin Nara dengan cara kasar. Namun, bagaimana pun itu buat kebaikan dia. Aku segera membayar pesenan Nara ke kasir dan langsung pulang. Sesampai rumah …
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalaam”
“Tante, Nara udah balik ke rumah?”
“Udah tadi Han, tapi tadi wajahnya agak sedikit kusam. Apa kamu tahu dia kenapa?”
“Hemmm, gak apa-apa tan. Aku permisi dulu ke kamar”
Saat aku masuk ke kamar. Aku melihat Nara yang sedang menangis. Aku menepuk punggung perlahan.
“Nara, maafin teteh. Teteh bukannya marahin kamu. Teteh cuman tegasin kamu karena sayang. Maafkan teteh tadi nadanya agak sedikit tinggi. Ini semua demi kebaikan kamu dek”
“Apaansih?! Pokoknya teteh sana pergi!” seru Nara yang terbangun dan langsung mendorong aku. Aku langsung terjatuh dari kasur.
“Sabar dek istigfar. Dengar omongan teteh dulu. Jangan kayak gitu entar yang lainnya mendengar pertengkaran kita bagaimana”
“Bodo amat aku gak peduli”
Aku berusaha untuk merendahkan amarah Nara. Namun, gagal sehingga abangnya yang mendengarnya datang ke kamarku.
“Ada apa ribut-ribut begini. Berisik tahu!”
“Gak apa-apa kok Raza ini masalah sepele kok!” seruku.
“Lho kok Nara nangis sih ada apa ini? Teteh apain Nara?!”
“Jangan salah faham dulu Raz, teteh jelaskan dulu sama kalian berdua, tapi emosi Nara nya belum rendah”
“Ya udah teh jelasin apa?”
“Bagini dek, tadi disana Nara lihat cowok ganteng. Teteh kasih tahu dia itu gak baik, tapi Nara gak terima dan tiba-tiba tinggalin teteh begitu saja. Teteh nasehatinnya tegas bukan berarti marah sama dia, itu demi kebaikan dia.”
“Oh gitu. Tahu nih Nara jangan kayak bocah apa?! Badan aja di gedein, tapi otak gak di pakai”
“Apaansih bang, kok lo belain dia dan bikin gue tambah gak mood berisik amat.”
“Udah-udah Nara sana ambil wudhu biar amarah kamu rendah. Teteh pengen kasih tahu sama kalian berdua. Laa tagdhob walakal jannah, ‘Janganlah kau marah bagimu surga’ karena setan menyukai orang yang pemarah. Buktinya Nara emosinya gak stabil itu membuat setan mengendalikan Nara. Satu lagi ada hadist yang menerangkan, ada seseorang yang menasehatimu dengan baik. Namun, dirimu tidak terima dan bilang urus saja dirimu sendiri atau dosa-dosa aku ini bukan kamu. Perkataan ini Allah benci. Misalkan ada yang nasehatin kalian terima saja. Jadi kita di dunia ini jangan banyakin dosa, tapi banyakin pahala biar gak sia-sia di dunia. Kita dunia sementara kan sayang kita banyakin dosa ujung ujungnya kita dapatnya jelek. Mau yang jelek atau yang baik?” ucapku panjang lebar.
“Mau yang baik teh”
“Jadi harus banyakin pahala. Jangan marah-marah mulu entar makin tua lho mau Nara atau Raza”
“Ih teteh mah jangan bilang gitu Nara pengen cantik terus sampai tua”
“Makanya jangan marah-marah dari pengetahuan sains sedikit kalian marah akan mengakibatkan sel kulit wajah makin kusam”
“Teteh mah sok tahu kali”
“Hihihih, teteh bercanda aja kok”
“Ya deh ya, sekali lagi makasih ya curahannya dan hati aku makin tenang”
“Hemmm, maafin Nara ya tadi dorong teteh. Terus keadaan teteh bagaimana pasti sakit ya?”
“Alhamdulilah ya sama-sama. Teteh gak kenapa-napa kok dek. Yuklah kita siap-siap sebentar lagi adzan dzuhur”
Adzan dzuhur pun berkumandang. Kami bertiga ke kamar mandi untuk ambil wudhu dan langsung melaksanakan sholat dzuhur berjama’ah.
***
Nara melihatku yang sedang berdandan. “Teteh mau kemana?” tanya Nara heran.
“Teteh mau ke tempat kuliah dek anterin si kembar kumpulin skripsi sama anterin undangan ke teman kuliah teteh”
“Nara seperti biasa ikut ya”
“Kamu aja belum siap-siap. Teteh males tunggu kamunya”
“Please tunggu Nara ya. Nara siap-siap dulu ya, cepet kok seperti kilat!” seru Nara dramatis.
“Ya udah deh benar ya cepetan”
“Ya teh”
“Teteh tungguin di ruang tamu ya”
“Ok teh”
20 menit kemudian Nara belum sama sekali keluar dari kamar. Aku yang sedang menunggu di ruang tamu kualahan menunggu Nara. Tidak lama Nara keluar dari kamar.
“Ayo teh kita berangkat”
Aku melihat Nara yang memakai gamis dan membuatku tersenyum saat melihatnya.
“Maa Syaa Allah dek, kamu cantik banget pakai ini”
“Hihihih ya teh, Nara lagi coba-coba aja pakai ini siapa tahu Nara bisa kayak teteh”
“Aamiin allahumma aamiin. Walaupun kamu aja coba saja teteh yang lihatnya senang banget”
“Makasih ya teh”
“Ya sama-sama. Yuk kita berangkat”
“Ehem, 2 bu haji cantik mau kemana?”
“Kami berdua izin ke tempat kuliah anterin undangan buat teman-teman sama anterin si kembar kumpulin skripsi. Maaf misalkan aku sama Nara pulangnya agak ke sorean”
“Han, mama panggilin Michi aja ya biar dia temenin kamu sama Nara”
“Gak usah ma, kasihan Michi pasti kecapean”
“Hemmm ya juga, kamu memang pas jadi istri shalihahnya buat Michi”
“Bukan gitu ma”
“Ya deh nak mama intinya tahu maksud kamu ngelarang Michi anterin kamu. Kamu perhatian sama dia” ledek mama kepadaku.
“Ya udah ma, aku sama Nara berangkat assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalaam, fii amanillah”
Di perjalanan aku dan Nara berbincang dan tak sengaja aku bertemu dengan Rio teman SMA yang suka padaku yang sedang mengendarai mobil.
“Assalamu’alaikum, ini Hana kan?”
“Wa’alaikumussalaam, ya benar”
“Oh gitu. Kalian berdua mau kemana?” tanya Rio lagi.
“Kita berdua pengen ke tempat kuliah”“Oh kalau gitu, kalian naik ke mobil aku saja biar cepat kesananya”
“Hemmm gak usah Rio makasih kami berdua bisa jalan sendiri kesana”
“Teh, ayo naik aja. Nara capek jalan kaki mulu”
“Benar kata adikmu”
Terpaksa aku naik ke mobilnya Rio karena permintaan Nara. Di setengah perjalanan aku melihat Michi sedang mengendarai mobil berpapasan dengan mobilnya Rio. Michi milirikku, aku pun meliriknya. Namun, saat aku meliriknya, Rio mengegas mobilnya sedikit sehingga aku tidak melihat Michi dengan full.
“Aduhhh!!!” teriak Nara yang tiba-tiba ke jedot.
“Kamu gak kenapa-napa dek”
“Aku gak kenapa-napa kok cuman ke jedot sedikit dan kaget” ucap Rio alasan.
“Rio kamu bisa gak sih nyetir mobilnya?!”
“Oh maaf Han, tadi aku gak sengaja ngegas sedikit mobilku”
Aku sedikit kesal dengan perilaku Rio yang ngegas hingga adikku terbentur kaca mobil.
Sesampai tempat kuliah aku mengucap terima kasih kepada Rio dengan nada jengkel dan jutek.
Saat aku masuk ke gerbang aku melihat perkumpulan gank yang saat itu hampir mencelakaiku. Mereka menyamperku dengan Nara dengan tatapan sinis.
“Woy ngapain lho ke kampus”
Aku dan Nara hanya bisa diam. Namun, saat aku diam. Mereka menghajarku. Tingkah laku mereka semakin lama semakin menjadi-jadi. Sehingga, emosi Nara tiba-tiba muncul dan menghajar mereka satu persatu saat melihatku terluka oleh mereka.Tidak lama Pak satpam menghampiri kita berdua yang sedang di hajar habis-habisan oleh gank ini. Mereka pun menghindar begitu saja saat Pak Satpam datang.
“Kalian berdua gak kenapa-napakan?”
“Alhamdulillah aku gak kenapa-napa kok, tapi teteh aku terluka. Bapak bisa bawain teteh ke UKS”
“Bisa non, bapak panggilin petugas UKS dulu”
“Baik pak”
Aku dan Nara masih di gerbang. Aku yang sedang terluka dan Nara menemaniku. Ketika itulah Khadijah dan Fatimah datang menghampiriku dari jauh melihat kami berdua sedang duduk di bangku gerbang depan.
“Eh?! Nara, Han. Kalian kenapa?” tanya Fatimah khawatir.
“Itu kak tadi ada kumpulan gank wanita hajar teh Hana. Untung aku hajar sebagiannya terluka”
“Gila tuh orang kagak ada kapok-kapoknya udah gue hajar juga”
“Udah-udah aku gak kenapa-napa kok, lagipula ini luka kecil”
Tak lama Pak satpam kemari membawa dokter dari UKS. Aku pun di bawa ke UKS untuk di obati lukanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Indahnya Persahabatan Menuju Cinta (SEDANG DI REVISI).
Espiritual*Sinopsis* Novel ini mengkisahkan ada seorang wanita shalihah yang bernama Hana Nur Hidayah yang bersahabatan dengan Abdurahman Michi saat kecil, namun Michi ini di suruh orang tuanya untuk melanjutkan sekolah SMP nya di Mekkah. Ketika mereka sudah...