Bab 6 - Andai Aku Punya Kakak

122 8 0
                                    

Di sebuah ruang dengan bercak putih yang menghiasi ruangan rumah sakit yang ku tempati, terasa bau aroma obat yang tercium oleh hidungku. Aku melihat perawat yang sedang berlalu lalang untuk menjalankan tugasnya terhadap pasiennya.
“Permisi nona Hana, saya tensi dulu ya darahnya” ucap perawat yang sedang memegang tanganku untuk di periksa.
“Tensinya normal ya, 110 mmHg! Saya permisi dulu” kata perawat itu.
“Bosan juga ya di rumah sakit, rasanya ingin secepatnya pulang ke rumah.” kataku dalam hati.
“Sayang, makan dulu yuk, habis itu minum obat!”
“Ya  Ma!”
“Assalamu’alaikum, Hana”
“Wa’alaikumussalaam”
“Bagaimana keadaan kamu sekarang ini?” tanya Khadijah.
“Alhamdulillah jauh lebih baik dari kemaren.”
“Alhamdulillah syukurlah. Kita berdua rindu jalan bertiga sama kamu dan bercanda bareng sama kamu!” seru Fatimah.
“Hihihih, do’ain aja semoga secepatnya aku pulang dari rumah sakit!”
“Aamiin allahumma aamiin”
“Han, mau jalan-jalan ke taman gak?” tanya Fatimah.
“Hemmm yuk. Ma, aku jalan ke taman sama kembar boleh gak?” tanyaku pada Mama.
“Boleh kok nak”
Fatimah pun segera mengambil kursi roda untukku dan mengangkatku untuk mendudukkan tubuhku dikursi roda dibantu oleh suster juga, lalu kami bertiga segera menuju taman.
Sesampainya ditaman Fatimah dan Khadijah mendudukkan dirinya dikursi taman, sedangkan aku yang duduk di kursi roda langsung terbayang kejadian kemaren ketika Michi menolongku saat terjatuh hingga tanpa sadar aku tersenyum sendiri.
“Han, kenapa senyum-senyum sendiri? Lagi mikirin apasih?” tanya Fatimah penasaran.
“Ah, aku cuman teringat kejadian beberapa hari yang lalu!”
“Kejadian apa nih?” tanya Khadijah penasaran.
Aku pun langsung bercerita. “Waktu itu aku sempat mengobrol disini bersama Michi”
“Wahhh, ngobrolin apa nihh?” tanya Fatimah makin penasaran.
“Ada deh, kepo!” jawabku bercanda
“Gitu ah, Fatimah ngambek nih!” seru Fatimah sambil cemberut
“Dih ngambekan, ya nanti aku ceritain kalau kamu sudah dinotice sama si dia”
“Apaansih, dia tuh terlalu cuek orangnya jadi mana bisa peka sama diriku ini”
“Iya deh, tapi pokoknya aku ceritanya nanti aja ya”
“Maunya sekarang Hana!!! Semakin kamu gak kasih tahu, aku semakin penasaran”
“Gak ah, nanti pokoknya kalau kamu maksa nanti aku geret kamu sama si dia ke KUA!” seruku.
“Nyebelin ih!!!” jawab Fatimah yang hatinya sudah tak karuan sedari tadi.
“Hihihih, udah yuk ah kita balik ke rumah sakit lagi”
“Yaudahlah ya aku ngalah aja, tapi janji ya nanti kasih tahu aku soalnya kepo aku udah ada ditingkat dewa, btw buru-buru amat mau ke rumah sakit lagi ada apaan?”
“Pengen balik aja”
“Yaudah yuk”
Saat Khadijah membukakan pintu ruanganku, aku terkejut melihat disana sudah ada Mama bersama dengan Om Juna dan Tante Aisyah. Aku segera menghampiri mereka dibantu Fatimah dan Khadijah yang setia mendampingiku.
“Assalamu’alaikum Mama, Om, Tante”
“Wa’alaikumssalaam” jawab mereka serempak
“Tante aku kangen banget sama tante” ujarku sambil berhambur ke pelukan tante Aisyah yang berada dekat denganku.
“Iya sayang tante juga kangen sama kamu, bagaimana keadaan kamu sekarang sayang? Sudah baikan?”
“Alhamdulillah tante, Hanya saja badanku masih lemas”
“Semoga lekas sembuh ya sayang, Biar kita bisa masak kue bareng lagi seperti dulu”
“Iya tan, Aamiin. Oh ya Nara sama Raza nanti nyusul ya, tan?”
“Iya, kamu tahu darimana? Oh pasti dari Nara ya?” tanya tante Aisyah kepadaku.
“Iya tan”
“Dia nelepon kamu? Ngobrolin apa aja? Bukan yang aneh-aneh kan?” tanya tante Aisyah penasaran.
“Awalnya ngasih tahu kedatangan tante sama keluarga, tapi akhirnya seperti biasa tan, ngomongin kpop, hihihi!”
“Udah pasti itu mah, Kalau gak ngomongin kpop bukan Nara namanya” gurau tante Aisyah.
“Iya tante, bahkan waktu itu dia sampai bilang ke aku kalau dia jodoh V BTS tan,, hihihih!”
“Iya harus ekstra sabar kalau ngadepin khayalan sama cerewetnya dia, ditambah abangnya juga yang gak beda jauh, iya sebelas dua belasanlah sama dia”
“Tante pasti udah kebal ya? Hihihi, kalau aku gak tahu harus bagaimana tuh hadepin dia!”
“Hihihih ya sayang. Oh ya selamat ya sebentar lagi mau nikah, semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah dan di karuniai anak yang shalih dan shalihah”
“Aamiin allahumma aamiin, makasih tante atas do’anya”
“Ya sama-sama”
***
Setelah puas berbincang-bincang dengan tante Aisyah sampai malam, aku sangat mengantuk dan akhirnya memutuskan untuk tidur. Baru sekitar 10 detik aku menutup mataku, tiba-tiba handphoneku berbunyi.
“Ihhh, siapa sih yang nelepon jam segini!” kataku sambil melihat siapa yang menelepon jam 10 malam. Saatku lihat ternyata yang menelepon Nara akhirnya aku mengangkat teleponnya.
“Assalamu’alaikum, teteh cantik”
“Wa’alaikumussalaam, Nara kamu tuh jam segini bukannya tidur malah teleponin aku”
“Ih ngambek, harusnya tuh teteh seneng ditelepon sama istrinya V BTS, jarang-jarang lho dapet kesempatan emas kaya gini!”
“Hemmm, iya deh istrinya V BTS yang cantik. Ada keperluan apa malem-malem telepon?” tanyaku kepada Nara.
“Begini teh, malem ini aku mau ke Jakarta nyusul mama sama papa, heheheh”
“Hah?! Yang bener aja kamu berangkat jam segini Nar, bahaya lho mending besok pagi aja”
“Gak apa-apa lah kan bareng sama abang”
“Emangnya si Raza bisa beladiri gitu?” tanyaku.
“Gak lah, nyentil nyamuk aja dia gak berani bagaimana mau nonjok orang?!”
“Lah? Yaudah kalau gitu besok pagi aja berangkatnya Nara”
“Maunya sekarang ah, besok mah panas kasihan nanti istri V BTS jadi item kulitnya”
“Terserah kamu aja deh, gak bisa ngelawan kalau udah debat sama kamu” kataku pasrah.
“Sip lah, btw abang bisa berantem kok tadi bercanda doang, ya kali badan gede gak bisa berantem hehe”
“Oh ok dek, udah dulu ya dek sudah malam. Teteh mau tidur dulu dan kamu tidur dulu sana dek, gak baik istri V BTS sakit entar V nya sedih bagaimana lihat kamu sakit, hehehe. Assalamu’alaikum”
“Oh iya ya, ok teh wa’alaikumussalaam”
***
Keesokan harinya aku mendapatkan kabar gembira bahwa aku sudah di bolehkan untuk pulang. Ketika kita semua menuju gerbang rumah sakit, aku melihat ada seseorang yang melambai tangan kepadaku. Ketika sudah dekat dan ternyata Nara dan Raza.
“Assalamu’alaikum, teh …” salam mereka dan secara tiba-tiba Nara memelukku.
“Wa’alaikumussaalaam …” jawab salam kita serempak.
“Eh, ada apa kamu tiba-tiba meluk teteh?” tanyaku kepada Nara.
“Hihihih, gak apa-apa teh rindu aja aku sama teteh. Dan maafin aku ya teh gak nurut sama teteh, padahal teteh udah larang kita berdua kesini malam malam. Anggap aja surprise buat teteh heheheh”
“Maa Syaa Allah, ya dek gak apa-apa. Btw kamu udah mampir ke rumah dulu?” tanyaku balik.
“Udah kok teh”
“Oh gitu. Terus kalian kesini naik apa?” tanyaku lagi.
“Kita berdua numpang ke mobil temanku!” jawab Raza.
“Oalah, ya udah kita masuk ke mobil” ajakku.
Di jalan kami semua berbincang dan kami mampir sejenak ke restaurant untuk makan siang. Seperti biasa Nara berbicara tentang Kpop tidak ada lelahnya.
“Teh lihat deh suami aku gantengkan?” tanya Nara dengan kehaluannya.
“Ya deh dek, tapi masih gantengan calon suami teteh!”
“Hah masa sih?! Mana teh fotonya, aku pengen lihat?” tanya Nara balik.
“Hihihih, nanti juga kamu tahu kok dek kalau teteh nikah”
“Maunya sekarang teh, please!” gumam Nara sambil memohon.
“Calon teteh punya sosmed gak?” tanya Nara lagi.
“Punya kok. Cuman kalau di sosmed dia gak ada fotonya dek. Kalau kamu mau tahu orangnya, besok kamu ikut teteh kuliah ya!”
“Wahhh, beneran teh. Emang calon teteh ada disana?”
“Ada kok. Lagi pula dia itu dosen teteh dek.”
“Oalah gitu. Ok deh aku ikut teteh ya besok”
“Hemmm ya dek”
Setelah itu kami semua pulang, namun ditengah perjalanan Nara merengek ingin membeli minuman lagi diminimarket dengan alasan tenggorokannya kering. Akhirnya kita kembali menepi ke minimarket terlebih dahulu baru setelah itu pulang.
***
Sesampainya dirumah aku langsung bergegas menuju kamarku karena tidak kuat menahan rasa kantuk ini. Aku segera membersihkan diri dan langsung berbaring dikasur, namun baru saja aku menutup mataku tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Kutebak pasti Nara yang ingin tidur dikamarku dan ternyata tebakanku benar. Saat membuka pintu aku melihat Nara yang terduduk dilantai sambil memainkan ponselnya dan memeluk boneka pandanya.
“Astagfirullah Nara, kamu ngapain duduk disini?”
“Eh teteh Nara mau tidur dikamar teteh ya!”  serunya sambil memasuki kamarku tanpa permisi dan langsung berbaring diranjangku.
“Memangnya kamar yang kamu tempati kenapa?”
“Gak kenapa-napa, Cuman kamar itu buat ditempatin bang Raza aja kasihan dia tidur disofa tadi”
“Oh ya udah tidur disini aja”
Aku kembali membaringkan tubuhku disebelah Nara yang masih sibuk memainkan ponselnya. Aku yang sudah mengantuk tidak terlalu peduli dengan apa yang Nara lakukan dan segera tertidur. Alarm yang berbunyi jam 3 shubuh membangunkanku, aku segera mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat malam. Aku memutuskan untuk tidak membangunkan Nara karena ia terlihat kelelahan, mungkin karena perjalanan menuju kemari yang amat panjang dan ia tidur terlalu malam. Selesai sholat aku melanjutkan dengan membaca Al-Qur’an hingga adzan shubuh berkumandang.
“Nara, bangun yuk kita sholat shubuh”
“Uhhh, duluan aja teh, Nara mau mandi dulu”
“Oh ya udah kalau gitu”
Aku pun sholat shubuh. Seusai sholat shubuh, aku pun keluar kamar melihat Mama dan Tante Aisyah yang sudah bersiap untuk pergi kepasar. Sementara Ayah dan keluarga laki-laki yang lain masih belum pulang dari masjid, terlihat pula Nara yang baru keluar kamar setelah selesai sholat.
“Sayang, Mama sama tante kepasar dulu ya? Kalian disini aja jagain rumah sambil nunggu para laki-laki pulang”
“Iya ma, nanti aku mau siapin kopi juga buat Ayah sama Om”
“Iya sayang makasih ya”
“Makasih sayang, tolong jagain Nara juga ya” kata tante Aisyah
“Iya tan”
“Emangnya aku apaan sampai kudu dijagain?” celetuk Nara yang baru saja datang
“Ya kamu kan suka keluyuran kemana aja, takutnya nyasar hehehe”
“Gak akan kok, Nara mau bikin biscuit hari ini buat pendamping kopi”
“Emangnya kamu biasa buat?”
“Bisa lah, jangan ngeremehin Nara ya, gini-gini juga jago masak Nara mah, Yak kan ma?
“Iya Nara memang diajarkan memasak sejak kecil jadi Hana jangan khawatir kalau lihat Nara masak ya”
“Oh gitu, siap tan”
Setelah Mama dan Tante pergi aku mengobrol sebentar dengan Nara. Aku berencana mengajaknya kekampus.
“Nara, sini deh” aku mengajaknya duduk diruang keluarga.
“Kenapa?”
“Nanti siang ikut kekampus teteh yuk!”
“Mau ngapain?”
“Katanya kamu mau lihat calon suami teteh, disana juga banyak cogannya”
“Kuy atuh kalau gitu mah, sekarang juga jadi!” katanya bersemangat
“Oke deh, nanti siap-siapnya jam 8 aja ya Nar”
“Oke teh”
“Dorrr!!!” teriak Raza tiba-tiba yang baru saja pulang dari masjid.
“Astagfirullahal’adzim” kataku dan Nara bersamaan.
“Wesss, ciwi-ciwi lagi pada ngerumpi apaan nih?” tanya Raza penasaran.
“Abang kepo ih, minggir ah Nara mau bikin biscuit dulu buat Papa sama Ua!” seru Nara sambil menepis rangkulan abangnya dan segera pergi kedapur.
“Raza ada-ada aja ih, kamu mau aku buatin kopi juga?” tanyaku pada Raza
“Saya mah jarang ngopi teh, buatin tea chamomile aja deh, ada gak?”
“Ada kok bentar ya, aku buatin dulu”
Sementara aku membuat kopi dan tea, aku melihat Nara yang memang sudah terampil dalam memasak. Aku kagum pada adikku itu dan berniat untuk belajar memasak dengannya nanti. Setelah selesai aku membawa tea dan kopinya ke Gazeboo dihalaman belakang rumah, tempat dimana keluargaku menghabiskan waktu kosong bersama-sama.
“Ayah, Om, Za ini kopi sama teanya”
“Terimakasih sayang, Nara mana?” tanya Ayah.
“Palingan lagi streaming drakor dikamar” celetuk Raza yang sedang meminum teanya
“Su’udzon aja deh, nih Nara buatin biscuit buat Ua, Papa sama abang, tapi gak jadi buat abang deh” kata Nara yang baru saja datang dengan membawa nampan berisi biscuit yang ia buat tadi.
“Lah kenapa abang gak boleh?”
“Abisnya abang nakal” jawab Nara sambil cemberut.
“Heheheh, abang kan cuman bercanda dek, mana sini abang cobain biskuitnya”
“Nih, tapi abang 2 doang ya?”
“Hemmm, iya deh”
Setelah itu kita berbincang-bincang sampai akhirnya Mama dan Tante Aisyah datang. Aku pun menghampiri mereka untuk membantu membawa belanjaan dan juga membantu memasak. Nara juga mengekorku menuju dapur, lalu kita memasak bersama untuk sarapan.
“Hana, tolong panggilin yang lain buat sarapan ya!”
“Iya tan” jawabku yang segera memanggil orang-orang di gazebo.
Kita pun menikmati sarapan dengan nikmat ditambah perdebatan yang tiada hentinya antara Nara dengan abangnya. Aku hanya tersenyum melihat tingkah mereka, padahal usia mereka sama-sama sudah dewasa, namun kelakuannya seperti anak SD saja. Kadang aku cemburu melihat Nara yang memiliki kakak apalagi seperti Raza. Aku selalu ingin memiliki seorang kakak laki-laki yang dapat menjaga, melindungi dan menyayangiku juga.

Indahnya Persahabatan Menuju Cinta (SEDANG DI REVISI).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang