🍁 6- Aku Rindu Kamu yang Dulu🍁

3.4K 203 0
                                    

Vote dan komen untuk menghargai karya penulis ;)

Kata rindu itu nyata, tidak bisa disembunyikan, tidak bisa dihilangkan, ia hanya ingin kamu melepaskan semua rasa yang pernah ada, agar semua kenangan itu tertulis kembali dalam sebuah cerita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kata rindu itu nyata, tidak bisa disembunyikan, tidak bisa dihilangkan, ia hanya ingin kamu melepaskan semua rasa yang pernah ada, agar semua kenangan itu tertulis kembali dalam sebuah cerita.
-Paracetalove-
•••

Perasaan canggung kembali menghampiri ketika Mery duduk di boncengan motor Aldevan. Ia berdehem singkat, suasana jalan begitu padat, berpotensi bagi mereka berdua telat.

Entah itu saat Aldevan merem motornya secara mendadak, atau tiba-tiba melaju dengan kecepatan tinggi. Perasaan canggung sekaligus bimbang itu kembali. Pagi ini keduanya berangkat bersama, meski jauh dalam lubuk hati mereka, ada rasa bersalah mendera.

Sebab kini, tangan Mery ragu-ragu meraih ujung seragam Aldevan untuk berpegangan. Bersamaan itu pula Aldevan merem mendadak, membuat jidat Mery mentok di bahu lebar cowok itu.

"Auh," ringis Mery mengelus jidat.

Aldevan berbalik lalu mengernyit menatap Mery. "Kenapa?"

Pertanyaan itu datar, Mery menerka jika tidak ada unsur khawatir di sana. Ia memilih menggeleng pelan.

"Nggak papa."

Kernyitan Aldevan semakin dalam, kala ia menemukan tangan Mery bergetar, sambil memainkan sisi rok. Cewek itu mencuri pandangan.

Aldevan membuang napas berat, tanpa aba-aba dia meraih kedua tangan Mery lalu melingkarkan di perutnya.

"Aku nunggu kamu ngelakuin ini, dan ternyata… harus cowok ya yang selalu peka?"

★★★

"Mery awas jatuh, jangan lari!" Aldevan berusaha menyeimbangkan langkah dengan Mery, baru saja sampai di parkiran, melihat kondisi koridor sudah sepi cewek itu bergegas turun dari motor menuju kelas.

"Mery, kamu denger nggak?! Jangan lari aku bilang! Keramiknya licin, bisa jatuh!" tegas Aldevan. "Mery, kalo kenapa-napa gimana?!"

Mery tidak peduli, dia terus berlari, dalam pikirannya saat ini hanyalah bagaimana caranya masuk kelas tanpa telat. Namun sial, tiba di depan papan mading, cewek itu nyaris jatuh jika sebuah tangan tidak cepat menahan bahunya.

"MERY!"

Aldevan mengenyit dalam, ekspresi tidak sukanya muncul, ini bukan sinetron India, dimana si cowok akan bertatapan dengan si cewek lumayan lama, lalu jatuh cinta. Ini Arga, cowok beriris coklat itu justru emosi.

PARACETALOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang