bagian 3

221 12 0
                                    

Tiada yang aku kerjakan hanya duduk santai di sandaran ranjangku dengan sebuah novel di tangan kanan. Sebuah novel pemberian Alfira saat ulang tahunku bulan lalu.  Entah mengapa, serasa dalam novel ini seperti menceritakan tentang kisahku.

tok-tok-tok

"kak, boleh masuk nggak?" terdengar suara raihan

"mau apa, ganggu orang aja kerjaannya?" jawabku berteriak

"kak, bentar" ucapnya

"ya iya, masuk aja  _" belum selesai dengan ucapanku, raihan langsung nyelonong masuk dan seenaknya tiduran di ranjangku.

"eh eh, siapa suruh Lu tiduran?" ucapku langsung mendorong raihan supaya turun

"lah kak, pelit amat jadi orang"

Raihan langsung mendudukkan dirinya di sampingku yang bersandar di kepala ranjangku.

"kak, sibuk nggak? raihan mau minta tolong nih" ucapnya sambil memasang tampang melas

"nggak lihat Lu, gua lagi ngapain" jawabku ketus

"kak, sebentar saja. tolongin raihan ya" ucapnya

"ya iya, suruh apa?" akhirnya aku mengalah

"janji nggak boleh pergi sebelum permintaanku kakak kabulkan dan nggak boleh marah" ucapnya cengengesan

"emang apaan? awas aja _" belum selesai ku mengajukan pertanyaan, raihan dengan seenak jidatnya langsung menarikku turun ke ruang tengah, tepatnya di ruang gamenya raihan.

"nah sekarang kakak duduk disitu, kakak harus jadi lawanku di dalam permainan ini" ucapnya santai sementara aku hanya terbengong dengan tangan yang sudah ku kepalkan bersiap untuk menonjok si adik ini. Raihan yang menyadarinya, langsung
melarikan diri.

"awas aja ya, sini Lu jangan kabur" ucapku yang terus mengejar raihan yang tengan memutari meja makan

"hahaha, ampun kak. Tadi sudah ku bilangkan, kakak nggak boleh pergi dan apalagi marah sebelum selesai memenuhi permintaanku" ucapnya sambil terus berlari

"lah, coba lihat sekarang siapa yang pergi ha?" ucapku. Ku hentikan langkahku. Raihan yang tak menyadari aku telah menghentikan langkah masih saja memutari meja dan akhirnya ketangkap dengan mudah.

"a a ampun kak" ucap raihan. Ku tak memperdulikan setiap kalimat yang di lontarkan.

Aku terus membawa raihan menuju halaman belakang di situ ada pak ali dan bik nah - mereka kakak adik yang bekerja sudah lama di rumahku,  tengah duduk santai.

"lhoh, non itu den raihan mau di apain?" tanya bik nah

"mau aku ikat di sini sampai besok berangkat sekolah baru aku lepasin" ucapku sambil mendudukkan raihan di kursi dengan tangan dan kaki yang selesai ku ikat.

"bik nah maupun pak ali jangan ada yang ngelepasin si adik kurang ajar ini" ucapku melenggang pergi

"tapi non kasihan" ucap bik nah

Saat ku masuk dan melewati ruang keluarga, mama sudah berdiri di sana.

"habis ngapain kania?" ucap mama, yang mungkin telah mengetahui apa yang ku lakukan

"nggak ada, hanya habis dari belakang" ucapku

"mana raihan?" ucap mama

"di belakang sama bik nah dan pak ali" ucapku langsung meninggalkan mama yang masih berdiri di sana.

"kaniaaa" teriak mama yang mungkin telah sampai di halaman belakang dengan raihan yang telah ku ikat.

"lama juga nggak dengar mama teriak karena tingkah anaknya" batinku setelah sampai di depan pintu kamarku.

Tak terasa senyum terukir di bibirku. Aku merindukan teriakan mama yang seperti ini. Mama yang   berteriak karena tingkah anaknya.

"aku lebih suka mama yang seperti ini" ucapku lirih sebelum memasuki kamarku.
.
.

"hal sederhana yang menjadi berharga, sebuah teriakan mama yang selama ini  jarang ku dengar. perhatian mama" kalimat yang ku tuangkan di buku kecilku. Kurang lebih selama 3 tahun aku mempunyai buku ini.

"mama, aku ingin keluarga kita seperti dulu" ucapku lirih dengan mata yang hampir tertutup.

Ku baca doa sebelum tidur. Ngantuk telah mengambil alih kesadaranku.
.
.
.
.
.
.

"keinginanku yang sederhana, yang mungkin sulit untuk di wujudkan. kembali merasakan hangatnya rasa kebersamaan dalam keluargaku"
-kania-

.
.
.
.

ALONE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang