bagian 4

173 11 0
                                    

Aku telah siap berangkat ke sekolah, terlihat diriku di depan cermin dengan seragam putih abu-abu dan jilbab putih lebar.

Aku bergegas menuruni tangga langsung menuju ke meja makan di sana sudah ada raihan yang sedang melahap roti selainya. Tanpa menghiraukannya, aku langsung saja melahap habis sarapanku. Di saat ku ingin beranjak dari duduk ku.

"kak, hari ini raihan pulang sedikit terlambat, ada ekskul basket" ucap raihan meminta izin. Aku hanya mengangguk sebagai jawabannya.

Aku berangkat sekolah di antar pak Ali seperti biasa. Aku dan raihan memang satu sekolah, hanya beda kelas. Aku kelas 11 sementara raihan masih kelas 10. Ya, aku dan dia hanya selisih 1 tahun. Tapi karena ke inginanku supaya raihan menyembunyikan identitasnya sebagai adikku. Bukan karena apa-apa, aku hanya tidak ingin semua orang mengetahui identitasku. Keluarga besar "Fani".

.
.
.

"sudah sampai pak, kania masuk dulu" ucapku berpamitan kepada pak Ali

"iya non, yang semangat belajarnya" pak Ali memberi semangat. Aku hanya mengangguk.

Melewati gerbang dan koridor sekolah untuk menuju kelasku yang letaknya lumayan jauh dari halaman depan. Saat memasuki ruang kelasku, terlihat Alfira. Ya, dia teman sekelas dan sebangkuku.

Aku mendudukkan diri. Alfira yang tak menyadari kehadiranku terperanjat kaget. Aneh, tidak biasanya Alfira melamun.

"Al, kenapa? pagi-pagi sudah melamun hati-hati kesambet" ucapku yang hanya mendapat gelengan kepala dari Alfira. Dahiku berkerut, hanya diam.

Tak lama bel pun berbunyi, guru memasuki ruangan disusul seorang murid laki-laki yang ku rasa dia adalah murid baru.

"selamat pagi anak-anak, kalian hari ini mendapat teman baru. Silahkan memperkenalkan diri" ucap bu guru Yola

"perkenalkan nama saya Eka, saya pindahan dari SMA yang ada di Bandung. Saya pindah ke Jakarta karena keluarga saya" ucapnya memperkenalkan diri

"Eka silahkan duduk di bangku kosong di belakang Kania" Eka mengikuti perintah bu guru Yola.
.
.
.

Bel tanda istirahat berbunyi, bu guru telah meninggalkan kelas, di susul para murid berhamburan keluar kelas menuju berbagai tujuannya. Hanya tersisa aku, Alfira yang yang masih tetap diam dan murid baru yang tetap diam di belakangku.

"kania, aku ke toilet sebentar" ucap Alfira meninggalkanku, aku hanya mengangguk.

Sekarang hanya tersisa aku dan murid baru yang saling diam. Aku tidak berniat mengajaknya ngobrol.

hening

"emm, hai boleh kenalan" ucap murid baru di belakangku. Aku hanya diam

"kalau nggak salah nama Lu kania kan?" tanya dia memastikan.

"kalau sudah tahu, buat apa masih bertanya" jawabku tanpa menoleh ke belakang.

"emm, ya iya sih. Ngomong-ngomong bisa anterin gua ke perpustakaan?" ucapnya meminta tolong. Aku hanya diam dan langsung berdiri. Aku berjalan menuju pintu keluar, saat sampai di ambang pintu aku berhenti dan menoleh kebelakang.

"jadi anterin nggak nih?" ucapku. Dia beranjak berlari kearahku.

Aku berjalan duluan, di belakang ada murid baru yang berusaha mensejajarkan dirinya denganku.

"nama gua eka" ucapnya, yang tidak bosan memperkenalkan diri

"udah tau" jawabku singkat

hening.

Tak lama kamipun sampai di depan perpustakaan. Diapun memasukinya, aku yang kebetulan ada keperluan dengan Alfira langsung meninggalkannya. Mencari ke toilet tapi tidak ku temukan, berlalu menuju halaman belakang yang kemungkinan dia kesana. Benar dugaanku, dia duduk di bangku panjang sendirian masih dengan posisi terdiam. Aku segera menghampirinya.

"al, boleh duduk?" ucapku yang hanya mendapat anggukkan dari Alfira. Akupun langsung mendudukkan diriku disampingnya.

Aku terperanjat, Alfira memelukku. Ku rasa dia menangis.

"al, ada apa? ceritalah! Siapa tau bisa membuat Lu tenang, kita sudah lama bertemankan" ucapku menenangkan, diapun mengangguk.

.
.
.

Aku dan Alfira berjalan beiringan menuju kelas. Alfira hanya diam sementara aku berkutat dengan fikiranku sendiri.

"tidak pernah ku menyangka, ternyata kehidupan Alfira tak jauh berbeda denganku bahkan ini lebih parah. Kedua orang tuanya yang ku ketahui baik-baik saja selama satu tahun terakhir ini. Ternyata... Begitu berat hidup Alfira" batinku.

.
.
.

Bel pulang sekolah telah berbunyi.

"kania, gua langsung pulang ya. Mau bareng nggak?" ucap Alfira berpamitan yang tak lupa menawariku tumpangan, aku hanya menggelang dan sebuah senyuman tipis sebagai jawaban. Alfira berlalu.

Aku segera keluar kelas. Saat sampai di halte tempat biasa aku menunggu jemputan dari pak Ali. Tak lama menunggu pak Ali sudah berhenti di hadapanku.

"kania" teriak seseorang dari kejauhan sambil berlari kearahku, mengagalkanku memasuki mobil.

"apa?" tanyaku, yang ku tanya hanya senyum

"makasih untuk hari ini" ucapnya. Aku hanya mengangguk.

Aku segera memasuki mobil dan pak Ali segera melajukannya menuju kerumah.

.
.
.

Ku dapati mobil papa terparkir di garasi.

"Mobil papa" ucapku pelan

"papa non sudah pulang" ucap pak Ali memberitau

"bukannya 3 hari papa pergi nya? ini baru 2 hari" batinku

"ya udah pak, aku masuk dulu" aku memasuki rumah. Nampak sepi, pada kemana. Perasaan tadi terdengar suara orang tertawa. Sudahlah, mungkin pada istirahat.

Saat menaiki tangga ingin menuju kamarku. Terdengar dari arah dapur suara gelak tawa. Ada apa ya sebenarnya? Biarlah. Aku tak mengiraukan langsung memasuki kamar.
.
.
.
.

Duduk santai di balkon kamar, menikmati suasana sore hari, hembusan angin pelan menemani.

Saat ku melihat kebawah, kulihat pak Ali sedang membukakan gerbang untuk seseorang.

Aku terkaget, yang memasuki gerbang adalah Eka Murid baru di kelas.

"buat apa dia kesini? Dari mana dia tahu rumahku?" tanyaku pada diri sendiri

Tak lama ada suara ketokan pintu. Aku segera membukanya, ku dapati bik nah menyuruhku turun menemui mama dan papa di ruang keluarga.

Aku hanya menurut, segera ku pakai jilbab ku dan menuju ruang keluarga. Saat sampai di ambang pintu, aku berhenti.

"kania, sini duduk" perintah mama. Aku hanya menurut dan duduk di samping mama. Didepanku terdapat Eka yang tersenyum, aku hanya terdiam.

"kania, apa kamu sudah kenal sama eka?" tanya papa padaku, aku hanya mengangguk.

"bagus kalau begitu. Begini, berhubung ayahnya eka adalah teman papa dari kecil dan eka baru saja pindah ke sini, papa eka menyuruh kamu selaku teman eka untuk bisa berteman baik. Rumah eka ada di samping rumah kita" ucap papa panjang kali lebar.

Aku hanya terperanjat kaget menatap eka yang memasang wajah yang sulit ku artikan. Parahnya lagi saat papa menyuruhku menemani eka dan lebih parah lagi rumah eka ada di samping rumahku.

"kania, kamu mau kan?" tanya mama padaku. Aku masih bengong tak menanggapi

"kania? kamu mau kan?" sekarang papa yang bertanya.

Aku menatap mama dan papa bergantian. Melihat raut wajah mereka, mereka berharap besar kepadaku untuk mengatakan "iya".
Dengan terpaksa aku mengangguk.
.
.
.
.

Akupun memasuki kamarku, saat mama dan papa mengantarkan eka keluar.

"sungguh merepotkan" ucapku.

.
.
.

ALONE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang