bagian 9

100 2 0
                                    

Alfira.

Tin-tin

Bunyi klakson motorku setelah sampai di depan kediamanku. Rumah dengan pagar menjulang tinggi yang selalu tertutup.

Tak butuh waktu lama, gerbang telah terbuka melihatkan seorang pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di rumahku.

"selamat datang non" ucap pak Budi penjaga rumahku

"terima kasih pak" jawabku seraya memasukan motor kedalam.
Seperti biasa garasi hanya terisi mobilku. Tidak ada mobil kedua orang tuaku. Dan aku telah paham dengan hal itu.

.
.
.

Ku dudukkan diri di kursi meja makan. Saat hendak mengambil nasi tak sengaja ku melihat bik tun, seorang pembantu rumah tangga yang selama ini menemaniku.

Ku pertajam penglihatanku untuk memastikan.

"bik tun?" Ku beranjak  menuju bik tun yang berada di dapur

"bik tun kenapa nangis?" tanyaku

Bik tun yang sadar akan kehadiranku langsung menghapus air matanya.

"tidak apa-apa kok non, bik tun hanya kelilipan" jawab bik tun yang ku tahu sedang beralasan saja

"tak apa bik, cerita saja pada Alfira. Bik tun kenapa?" ucapku yang meyakinkan bik tun untuk bercerita.

Tiada jawaban dari bik tun. Hanya sebuah tangisan yang mulai terdengar parau, Aku sontak memeluk bik tun dan menenangkannya.

Tangisan bik tun mulai mereda, ku lepaskan pelukanku.

"non, ibuk sama bapak non" ucap bik tun dengan suara yang masih sesekali terisak

"kenapa bik? ada dengan mereka?" tanyaku dengan mata yang mulai berkaca-kaca

"mereka ingin..." belum selesai bik tun dengan ucapannya aku telah menangis, aku tahu apa yang akan bik tun ucapkan. Aku kini telah berada di pelukannya bik tun

"kenapa bik? kenapa nasib Alfira seperti ini?" ucapku sesenggukan

"yang sabar non, keluarga non Alfira sedang di uji. Bik tun selalu berdoa semoga keluarga non Alfira baik-baik saja" ucap bik tun menenangkanku

"bik" ucapku seraya melepaskan pelukannya bik tun dan menghapus air mataku

"iya?" tanya bik tun dengan mata yang tak lepas menatap mataku

"aku punya sebuah rencana, apa bik tun ingin membantuku?" tanyaku

"tentu saja non" jawab bik tun

.
.
.
.

Malam ini rencana telah tersiap.

Aku telah menunggu kedatangan kedua orang tuaku di temani bik tun di teras rumah dan pak budi di pos samping gerbang.

Sore tadi Aku telah menghubungi kedua orang tuaku. Mengharapkan agar bisa pulang ke rumah lebih awal dari jam biasanya, larut.

Aku merencanakan sebuah acara makan malam bersama, yang selama ini tak pernah ku rasakan. Bagaimana rasanya makan malam bersama dengan kedua orang tuanya.

Selama ini aku selalu makan malam sendirian. Dan aku mengerti akan hal itu.

.
Berlalu

.

Aku mulai geram.

"kenapa tidak di angkat sih?" ucapku mulai geram. Sudah belasan kali aku menghubungi kedua orang tuaku. Tapi tak satupun salah satu dari mereka yang mengangkat telfon dariku.

ALONE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang