bagian 6

146 9 0
                                    

Berangkat sekolah tak seperti biasa. Kali ini tak ada sopir yang menunggu di depan rumah.

Aku dan kak Salsa berdiri menunggu angkot. Jam masih menunjukkan 06:30 WIB dan sekolah dimulai pukul 07:15 WIB. Tak lama sebuah angkot berhenti, aku dan kak Salsa langsung menaiki angkot tersebut.

.
.
.
.

"kak Salsa masuk duluan ya" ucap kak salsa setelah sampai di depan kelasnya

"iya kak, nanti kak salsa pulang jam berapa?" tanyaku pada kak Salsa, aku berniat pulang bareng dengannya

"nanti kak salsa sepertinya ada pengayaan, lain kali saja ya. Oo iya, jangan lupa nanti kalau pulang sekolah sekalian beli makan, di makan di tempat dan sekalian satu bungkus untuk makan malammu" ucap kak salsa memberitahuku

"iya kak, makasih ya sudah perhatian sama kania" ucapku dengan mata berkaca-kaca. Aku terharu dengan perhatian dari kak salsa

"hai, kenapa?" ucap kak salsa

"hehehe, enggak kok. Ya udah kania pergi ke kelas dulu ya. Kak salsa yang semangat" ucapku dengan melihatkan sedikit senyuman. Kak Salsa mengangguk.

"Assalamu'alaikum" ucapku

"Wa'alaikumsalam" jawab kak salsa

Aku berlalu dari hadapan kak Salsa.

.
.
.

Aku memasuki ruang kelasku. Terlihat Eka dengan wajah cemas menuju ke arahku. Aku tak menghiraukan, aku langsung mendudukkan diri di bangkuku.

"kania, Lu kemana saja sih? keluarga Lu pada cemas cariin Lu? Papa mama Lu sampai menunda keberangkatannya sampai sore hari gara-gara nunggu kepulangan Lu? Lu nyadar nggak sih?" ucap eka panjang lebar

"keberadaan gua nggak penting. Lu nggak ngerti apa yang gua rasakan. Jadi diam saja" ucapku dengan air mata telah meluncur di pipiku.

Aku berlalu dari hadapan eka, dengan tas yang aku bawa kembali. Keluar dari kelasku, Eka meneriaki mencoba mengejarku. Aku berhenti di hadapan Alfira yang baru saja berangkat.

"kania? kenapa Lu nangis? dan Lu mau kemana?" pertanyaan Alfira tak ku hiraukan. Aku pergi meninggalkan sekolahan. Teriakan pak satpam tak ku hiraukan.

Terus melangkahkan kaki menyusuri trotoar,

"Kenapa aku harus menangis" ucapku pada diri sendiri

"Aku hanya pergi beberapa hari. Tidak lama" ucapku di sela-sela tangisanku. Menghapus sisa air mata.

Aku melangkahkan kakiku menuju kos an ku. Hari ini aku tidak sekolah lagi.

Ku hentikan langkah, teringat pesan kak Salsa harus membeli makanan untuk makan siang dan makan malamku. Aku memesan dua bungkus nasi dengan lauk terpisah. Saat aku ingin membayar, terdengar seseorang memanggilku dari belakang. Saat aku menoleh,

"raihan?" ucapku lirih.

Aku segera menyerahkan uang pembayaran.

Aku langsung melesat pergi, tak ku hiraukan teriakan raihan yang terus saja memanggil. Aku kelelahan nafasku tersenggal ditambah lagi aku tak sengaja tersandung membuatku jatuh tersungkur.

"kak, kak kania kemana aja?" ucap raihan sambil membantuku berdiri.

"bukan urusan Lu? pergi sana bukannya Lu harus sekolah?" usirku pada raihan yang terus mencekal erat pergelangan tanganku

"kalau raihan di suruh sekolah, terus kakak ngapain di sini? bukannya harus sekolah juga" ucap raihan

"lepasin gua raihan" ucapku dengan terus menarik tanganku untuk di lepaskan

"nggak kak" ucap raihan yang terus saja tak menghiraukanku

"LEPAS" bentakku pada raihan. Raihan yang tidak terbiasa dengan suara kerasku langsung merenggangkan cekalannya. Aku langsung pergi dari hadapannya, tak menghiraukan raihan yang terus meneriaki namaku.

"maafkan kakak" ucapku setelah jauh dari raihan.
.
.
.
Aku membuka kunci pintu kamar kos ku. Saat hendak masuk terdengar bu santi memanggilku, aku segera menoleh

"ada apa buk, ada yang bisa kania bantu?" ucapku seramah mungkin pada bu santi. Bu santi hanya menggelang dan tersenyum manis

"tidak ada nak kania. Nak kania kok sudah pulang?" tanya ibu santi

"em,, kania sedikit nggak enak badan buk, jadi kania izin pulang" ucapku mencari alasan

"nak kania sakit? mau ibu antar ke klinik?" tawar ibu santi

"ng ng nggak usah buk. Kania hanya kelelahan, istirahat sebentar nanti juga sembuh" tolakku sehalus mungkin. Aku merasa tak enak sama ibu santi. Benar kata kak Salsa, ibu santi orangnya baik.

"owh ya udah, kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk memanggil ibuk ya!" ucap bu santi

"iya buk, terima kasih. Kania masuk dulu ya buk" ucapku pada ibu santi. Ibu santi mengangguk dengan senyum yang tak pernah hilang dari bibirnya. Aku berlalu dari hadapan bu santi.

Meletakkan sepatu disisi ranjangku, nasi bungkus dan tas yang ku letakkan di atas meja. Aku menuju ke kamar mandi mengganti seragam dengan baju biasa

Mendudukkan diriku di tepi kasur. Mataku sudah menjatuhkan air matanya.

Ku ambil ponselku yang dari kemarin  ku nonaktifkan. Ku nyalakan ponsel, panggilan tak terjawab hampir 50 kali. Papa, mama, raihan, alfira dan nomer tanpa nama.

Aku letakkan kembali ponselku, air mataku terus saja mengalir deras membasahi bantal yang berada di pangkuanku.

"apa yang harus aku lakukan?" ucapku lirih di sela tangisanku
.
.
.
.

"apa harus dengan air mata? jalan menuju  kedewasaan diriku? kapan mereka mengerti dengan diriku? diriku yang menginginkan sebuah kebersamaan dalam keluarga. Apa mungkin diriku yang kurang mengerti? "  rangkaian kalimat tertuang kembali di buku kecilku.

Aku terlelap dengan posisiku bersandar dengan buku yang masih terbuka di pangkuan.

Aku lelah.

.
.
.
.

ALONE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang