"Seokjinie."
"Daddy," ujarku gembira. Aku buru-buru melangkahkan kakiku sampai aku tersandung akibat lupa dengan kruk yang mengganjal ini.
Aku sudah bersiap untuk jatuh sembari memejamkan mata erat.
Tetapi aku tidak merasa sakit ...?
Kubuka mataku dan yang ada tepat di depan wajahku adalah wajah Daddy Namjoon.
Kami saling bertatapan.
Tangannya yang melingkari pinggang dan punggungku, menahan jatuhku pun terasa agak tegang.
Entah berapa lama kami bertatapan, yang jelas jantungku serasa akan copot saking berdebarnya.
Di satu sisi aku pun memohon agar situasi ini bisa terhenti selamanya.
Dan harapan itu sungguh terlampau bodoh, kala aku merasakan tangannya perlahan membantuku berdiri dan duduk di sofa hotel.
"Jangan membuatku kaget lagi, Seokjinie. Kau tidak tahu betapa cemasnya aku saat mengetahui kau kecelakaan. Jangan sembarangan menggerakkan kakimu dulu. Ingat pesan dokter, mengerti?"
Aku mengangguk mendengarnya.
Tetapi aku tak sanggup menahan diri, langsung melepaskan kruk yang menopangku, memeluk dirinya erat.Ia tersentak dan tidak membalas pelukanku.
"Daddy, aku mencintaimu. Tetapi, jika perasaanku padamu—menyusahkanmu," jeda, aku mengigiti bibirku, meneguk ludah susah payah, mendongak dengan mata sendu, "Aku akan berusaha memenuhi harapanmu. Aku akan menikah, punya anak, memberi cucu untukmu dan akan menjadi anak berbakti. Tetapi kumohon, biarkan aku tetap seperti ini Daddy. Biarkan aku terus menunjukkan perhatian dan kasih sayang ini padamu. Jangan mendiamkanku, jangan pergi lagi dariku. Aku tidak sanggup."
Selanjutnya aku membenamkan diri di dadanya.
Aku takut akan jawabannya, tetapi aku sungguh tak bisa menahan diri lagi.
Aku memang mencintainya, dengan cinta hina yang tak akan sanggup diterima orang lain.
Cinta yang awalnya kukira bisa kupertahankan sebelah tangan, namun perlahan menginginkan balasan, menuntut sesuatu yang lebih.
Aku tamak.
Daddy tidak merespon, dan aku mengepalkan tanganku kuat.
Berpikir kalau inilah akhirnya.
Saat aku melepaskan tanganku dan berusaha menjauhkan diri darinya, tiba-tiba saja, tangannya menyambar tengkukku.
Hal berikutnya yang kutahu, bibirnya dan bibirku sudah bersentuhan.
Otakku berhenti memproses keadaan yang terjadi. Mataku terbelalak selebar mungkin.
Apakah ini mimpi?
Saat aku merasakan lidahnya membelai lembut bibirku, secara otomatis kubuka, membiarkannya menjelajahi bagian dalam mulutku.
Perlahan, aku membalas ciumannya.
Awalnya aku kaku, bimbang, mempertanyakan apakah ini mimpi yang selalu menghiasi tidurku, ataukah benar-benar kenyataan?
Tetapi tangannya yang tak memegangi tengkukku mulai merangkul pinggangku, merapatkan tubuh kami, dan aroma musk peppermint nya kian membuatku mabuk kepayang.
Saking tergesanya, aku tidak mampu mengatur napas, dan Daddy segera melepaskan pagutannya.
Aku mendesah kecewa.
"Aku tidak akan bisa lagi merestuimu untuk menikahi orang lain, Seokjinie."
Aku mengejap bodoh.
Ciuman barusan adalah ciuman terhebat yang pernah kualami.
Mungkin karena kulakukan dengan orang yang sangat kucintai.Entahlah.
Yang jelas, ciuman barusan memperlambat kerja otakku.
"Jadi, maksud Daddy...?"
"Tetaplah di sisiku. Seperti sekarang, Seokjinie."
Ia menarik telapak tanganku dan mengangkatnya sejajar dengan bibirnya, menciumnya perlahan dan lama sembari menatap mataku lekat.
"Maukah menjadi pendamping Daddy tua-mu ini? Selamanya, sampai maut memisahkan kita, Seokjinie?"
Aku terkekeh mendengar kata Daddy tua.
Tetapi setelahnya aku mengangguk, mengusap sudut mataku yang agak berair.
Aku tidak berniat untuk menangis. Tetapi cairan itu menggenang begitu saja.
Giliranku menarik telapak tangannya, membawanya menyentuh bibirku, kukecup ringan sembari memandanginya penuh kasih sayang di antara mata berkaca-kacaku.
"Aku mau, Daddy. Sampai kapanpun, sampai maut memisahkan kita."
***
Kehidupanku tidak sempurna.
Apalagi jika kuingat dirikulah yang sengaja mencari fakta dan mengirimkannya kepada Daddy tentang anak haram yang dikandung oleh Ibu tiriku dulu.
Aku orang yang licik dan penuh keegoisan.
Kusingkirkan semua wanita yang berusaha mendekati Daddy.
Apapun caranya.Termasuk sengaja membiarkan mobil itu menyerempetku.
Tetapi, selama aku bisa bersama Daddy, menariknya untuk jatuh hati juga padaku, apapun akan kulakukan, meski itu artinya aku bukan menjadi orang 'baik-baik'.
Karena sejak awal, aku tidaklah suci.
Cintaku padanya, telah melanggar norma.
Meski demikian, itu tetaplah cinta.
Dan tak ada orang lain yang lebih mencintainya, selain diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jin's Journal [NamJin]
Fanfiction[End] Jurnal kecil berisi pandangan seorang Kim Seokjin, tentang orang yang menjadi poros dunianya, yaitu Kim Namjoon. Short and simple. Start: 5-8-2019 End : 19-8-2019