Aku memamerkan pacar pertamaku pada Daddy.
Tatapan mata Daddy aneh.
Menyorotkan sesuatu yang lain dan aku tidak paham apa maksudnya.
Ia hanya tersenyum seadanya dan mengingatkanku seraya mengelus puncak kepalaku dengan tangan yang besarnya kini hampir setara dengan telapak tanganku.
Salah satu bagian tubuh favoritku.
"Jangan terlalu serius, pacar pertama hanya akan jadi pengalaman pahit. Bersiaplah."
Aku polos, tak memahaminya dan yang jelas semakin tidak suka melihat perut membuncit Ibu tiriku itu.
Dengan sombongnya aku berkata, "Sok tahu, lihat saja Daddy!"
Daddy tertawa, memeluk dan mengangkat diriku, memutarku sejenak dan mencium keningku saat aku protes tentang kepala yang mendadak pusing.
Ia berkata sembari menggenggam kedua tanganku erat dan menatapku dalam-dalam, "Daddy hanya ingin kau bahagia, Seokjinie. Aku tidak ingin kau menangis."
Dadaku menghangat dan aku suka sekali perhatiannya yang begini. Suka sampai-sampai ingin memeluknya dan langsung kulakukan saat itu juga.
"Seokjinie sayang Daddy. Sayang sekali. Terima kasih, Daddy."
Daddy sempat membeku, setelahnya aku merasakan lengan kuatnya melingkar di pinggangku, mengelus punggungku dengan penuh kasih.
Suara favoritku itu entah mengapa terdengar begitu dalam dan menghanyutkan.
Seolah mengandung perasaan tak tergambarkan oleh kata-kata, mengalun di dekat telingaku.
"Aku men—menyayangimu, Seokjinie, anakku."
***
Seperti kata Daddy Namjoon, pacar pertama adalah pengalaman pahit.
Aku sukses merasakannya, tetapi tidak semengecewakan saat ia membawa pulang Ibu tiriku ke rumah.
Atau ketika ia mengabarkan padaku aku akan segera menjadi kakak.
Saat itu, aku masih tidak paham apa-apa. Atau mungkin mencoba tidak memahaminya.
Apa makna sesungguhnya dari ucapan Daddy yang terjeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jin's Journal [NamJin]
Fiksi Penggemar[End] Jurnal kecil berisi pandangan seorang Kim Seokjin, tentang orang yang menjadi poros dunianya, yaitu Kim Namjoon. Short and simple. Start: 5-8-2019 End : 19-8-2019