Daddy pergi.
Ia bilang harus mengurusi bisnisnya yang ada di Jepang.
Dan aku tahu itu hanya alasannya untuk menghindariku.
Aku berusaha menghubunginya tiap hari.
Telepon atau sekadar mengirimkan pesan di whatsappnya.Tetapi jawaban-jawaban Daddy selalu minimalis, cenderung hanya terdiri dari beberapa kata.
Bohong kalau aku bilang aku tidak merasakan apa-apa.
Aku sedih.
Sedikit kecewa.
Selebihnya tetap merindukan kehadirannya.Merindukan tawa hangatnya ketika aku melontarkan beberapa lelucon tua ketinggalan zaman nan garing.
Merindukan sentuhan-sentuhan serta gestur sayangnya yang selalu kunikmati sedari kecil.
Entah itu menepuk punggungku saat tidur, mengelus rambutku, ataupun kernyitan keningnya saat melihatku bertingkah agak bodoh.
Malam-malam dingin saat ia pergi, kuhabiskan berbaring di kamar tidurnya, bergelung di dalam selimutnya, membaca semua buku bacaan beratnya yang dulu selalu kuhindari.
Menghirup aroma kemeja-kemeja andalannya yang rata-rata sewarna awan mendung hingga aku terlelap.
Aku tidak tahu bagaimana caranya membuat Daddy memahami perasaanku padanya.
Bagaimana caraku menjelaskan padanya agar ia tidak perlu khawatir.
Aku tidak akan melakukan apapun yang membuatnya tidak nyaman.
Aku bisa berpura-pura tidak terjadi apapun, asalkan ia kembali.
Asalkan ia berada di sisiku lagi, memelukku sayang, mengusak rambutku, mencubiti pipiku gemas, dan mencium keningku.
Benar, aku hanya ingin ia kembali, di sisiku.
Hanya itu.Aku merindukannya, setengah mati.
***
Kepergian sementaranya itu berhasil melecut hatiku.
Aku tidak ingin kehilangan waktu bersamanya.
Tidak sedetikpun, jadi kuputuskan untuk menyusulnya ke Jepang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jin's Journal [NamJin]
Fanfic[End] Jurnal kecil berisi pandangan seorang Kim Seokjin, tentang orang yang menjadi poros dunianya, yaitu Kim Namjoon. Short and simple. Start: 5-8-2019 End : 19-8-2019