22 | back

1.3K 131 10
                                    

Musim telah berganti. Rasanya cepat sekali rotasi ini berputar.

Hari ini, musim dingin telah tiba. Hanya membutuhkan kurang lebih tiga hari, pastinya kepingan salju akan turun dan membekukan seluruh warga Seoul.

Jennie menyandarkan punggungnya di salah satu kursi pesawat, sorot matanya memandang keluar kaca jendela, tepatnya awan tebal bak gumpalan kapas nampak jelas di sana.

Senandung lagu berputar secara acak di balik earphone yang terpasang di telinganya.

Lagu Christina Perri - Human terdengar dengan santainya.

♫ But I'm only human
And I bleed when I fall down
I'm only human
And I crash and I break down
Your words in my head, knives in my heart
You build me up and then I fall apart
'Cause I'm only human ♫

Bagaimana pun makna dalam lagu tersebut bagaikan curahan hatinya yang didengarkan oleh dirinya sendiri.

Terkadang ia membuat orang lain tersenyum.
Terkadang ia membuat orang lain tertawa.
Namun terkadang ia sendiri memaksakan diri untuk tertawa dan masih mampu menari di antara gemilangnya sinar lighstick.

Begitulah kerja keras Jennie selama ini, sebagai idol.

Semua beban tidak bisa ditunjukkan demi menghidupi kebahagiaan segelintir manusia. Sayangnya, waktu terbuang begitu banyak, untuk sekedar bertegur sapa dengan kerabatnya pun cukup sulit.

Pikirannya entah di mana.

Jiwanya entah di mana.

Hanya kelelahan hati yang sangat rentan untuk diusir, rasanya cukup lelah bagi Jennie untuk terus mengikuti alur hidupnya. Kata bebas saja tidak bersahabat dengannya.

Fans bisa dibahagiakan?

Sementara keluarga?

Jujur, Jennie merasa gagal menjadi manusia. Ucapan sang ayah kala itu, seringkali diacuhkan.

Memang, ia menyadari manusia akan datang dan pergi.

Memang, pepatah sangat benar adanya, jika penyesalan selalu datang diakhir.

Gairah semangat dalam menjalani hidup telah sirna dan tak menepi kembali padanya. Kepergian sang ayah membuatnya terpuruk lebih lampau, untuk mengikuti alur ini posesnya sangat bergantung pada pergulatan yang sangat personal dalam diri setiap orang. Waktu yang akan menjawab seberapa banyak waktu yang ia habiskan untuk merenung. Karena soal hati tak selamanya dimengerti oleh setiap manusia selain diri sendiri.

Pesawat telah mendarat di Incheon.

Tungkainya melaju santai di area bandara. Sorot matanya menyapu ke setiap sudut, di ruang tunggu terdapat beberapa orang sedang menunggu jadwal pemberangkatan, di pintu utama banyak sekali kerumunan manusia yang menunggu seseorang, mungkin itu kerabat, teman atau istri, pacar, oh anak mungkin? Bermacam-macam jenis usia sepertinya lengkap.

Kecuali Jennie, tidak ada yang menjemputnya. Jongin? Oh ke mana dia? Terkahir mereka bertemu sekitar tiga minggu yang lalu. Masih sama, pria itu belum mengetahui apa yang terjadia pada Jennie.

Jennie terus menarik koper. Masker hitam telah menutupi wajahnya, berhubung ia berbeda dengan manusia pada umumnya jadi tak heran jika banyak kalangan artis saat berpergian jauh selalu menutupi wajah untuk melindungi diri.

"Eonnie." Langkah Jennie terhenti, dahinya berkerut sesaat dan langsung berbalik badan.

Jennie menoleh ke kanan dan ke kiri. Tidak ada siapapun selain dirinya. Kemudian, kembali menatap tajam gadis di sana. Jennie terus menggali ingatannya namun tidak berhasil, ia tetap tidak mengenali sosok gadis yang berdiri tiga langkah darinya.

The Beginning | • Jenkai •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang