8

1.5K 177 9
                                    

Min Yoongi

Aku tidak mengerti kenapa Ayah berubah sejak Ibu memutuskan berpisah dengannya. Ayah sering pulang dengan kondisi mabuk, bau alcohol di tubuhnya sangat menyengat di hidung ku, rasanya sesak. Lalu Ayah akan meracau tidak jelas dan berakhir aku dipukul olehnya. Mulutnya sudah tidak pernah mengucap kalimat manis atau kata-kata sayang, yang ada hanya kalimat sumpah serapah kotor yang keluar. Ayah juga pindah rumah dengan membawa ku serta. Kami pindah ke rumah yang cukup jauh dari pemukiman warga, cukup terpencil.

Aku di masukkan sekolah di daerah sana. Guru-guru kerap kali bertanya padaku saat terdapat luka lebam atau luka sayat ditubuhku. Mereka bertanya apa yang terjadi. Tapi aku tak menjawabnya, aku takut akan perkataan Ayah yang bilang jika aku memberi tahu orang lain tentang kelakuannya terhadapku, maka ia akan melakukan hal yang lebih kejam lagi nantinya. Aku sungguh takut, jadi aku hanya akan diam atau menjawab dengan berbohong saat ada yang bertanya padaku.

Dulu saat masih bersama Ibu, Ayah sosok yang penyayang. Ayah suka sekali memelukku atau mengecup seluruh wajahku, mengajakku bermain dan membelikan Ice Cream yang banyak walaupun ia akan di marahi Ibu karna Ibu takut aku sakit perut. Tapi Ayah yang sekarng sangat menakutkan. Bahkan aku tak lagi berani menatapnya. Sorot matanya seakan mampu membunuhku.

.

.

.

.

.

.

.

.

Hari ini terulang lagi, Ayah kembali memukulku brutal sesaat aku pulang dari sekolah. Bau alcohol telak menyeruak dari mulutnya saat ia berkata dan mengumpat kasar padaku. Ayah bilang aku telah mencuri uangnya, padahal itu tidak benar. Mana berani aku melakukan itu. Aku sudah berulang kali bilang tidak, tapi setiap ada kata yang keluar dari mulutku maka Ayah akan lebih keras lagi memukulku, ia menendang tubuhku dan menampar wajahku tanpa belas kasih. Aku memutuskan untuk bungkam berhenti memberi pembelaan, aku menggigit bibir ku sampai kurasa bibirku terluka karnanya. Aku menahan segala rasa sakit yang menghujam seluruh tubuhku, terlebih aku menahan suara tangisku. Ayah benci saat aku menangis. Aku pernah ketahuan menangis dan Ayah mengurungku di kamar mandi setelah ia mengguyur dan merendam paksa tubuhku di bath up bermenit-menit tanpa bisa bernafas. Saat itu kukira aku akan mati, tapi Tuhan berkata lain. Aku nyatanya masih hidup, padahal jika aku mati saat itu aku akan sangat bersyukur, karna dengan bagitu aku bisa bebas dari banyaknya rasa sakit ini.

.

.

.

Setelah puas Ayah pergi begitu saja meninggalku di ruang tengah. Tubuhku sakit di mana-mana aku bahkan tidak bisa menggerakkan kakiku yang terasa mati rasa, pasti itu karna tadi Ayah menginjak terlalu lama. Aku hanya bisa terdiam dengan sudut mata yang berair. Disaat seperti ini aku berharap mati saja.

Aku rindu Ibu dan Kak Seok Jin kakakku. Aku ingin dipeluk oleh Ibu dan mendapat usapan lembut dari Kak Seok Jin."Kak Seok Jin.. Ibu.. Tolong aku!"

.

.

.

.

.

.

.

Semua sama seperti hari-hari lalu walau sudah berlalu bertahu-tahun, aku bersekolah, pulang dan jika Ayah sedang mabuk maka aku mendapat pukulan. Pihak sekolahku yang sekarang semakin gencar bertanya bahkan memberi surat panggilan orang tua setelah melihat tubuh atau wajahku yang terluka. Aku ketakutan saat di panggil keruang kepala sekolah. Kepala sekolah yang cukup tua bertanya sangat lembut padaku perihal luka lebam yang kembali ku bawa hari ini kesekolah. Aku tak terlalu jelas mendengar kan ucapan selanjutnya dari kepala sekolah, suara Ayah ynag mengancam terngiang di telingaku begitu keras seakan Ayah mengatakannya secara langsung. Aku menutup telingaku berharap suara Ayah yang sama setelah bertahun-tahun hilang. Bayang-bayang Ayah yang tengah berusaha memukul ku pun turut hadir, bahkan aku merasa Ayah ada di hadapanku dengan payung tertutup di tangannya siap melayangkan payung itu pada tubuhku.

Aku tersentak kaget saat ada tepukan cukup keras di bahu ku dan penggilan seseoarang yang menyerukan namaku. Aku tersadar, aku masih di ruang kelapa sekolah bukannya di rumah bersama Ayah. "Kau kenapa Yoongi?" sekarang suara lembut kepala sekolah yang mengisi gendang telingaku menggantikan suara ancaman dan bentakan Ayah. Aku menoleh untuk mendapati wajah keriput kepala sekolah yang terlihat khawatir. Aku mencoba mengatur nafasku yang tersedat. Aku tak tahu sejak kapan air mata mulai turun dari mataku bahkan aku tak sengaja mengeluarkan isakan. Aku kalang kabut saat sadar aku baru saja menangis, pasti setalah ini Ayah akan mengurungku lagi. Tidak! Aku tidak mau itu! Aku takut!

"Ampun Ayah.. Aku tidak menangis sungguh! Tolong maaf kan aku!"



 Aku tidak menangis sungguh! Tolong maaf kan aku!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Typo bertebaran

150819

singularityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang