4
Ruam RasaSeoul, 19 Agustus 2019
Daeshin Medical Center, VIP 507Pelangi itu indah, gunung juga indah, hamparan langit bertabur bintang selalu indah, lalu sinar wajahmu pun indah. Banyak sekali hal-hal indah yang bisa ku lihat. Semauku, sesuka hatiku, karena mereka ada di sekitarku.
Sampai hari dimana matahari terbit begitu menyakitkan. Ketika angin berhembus menusuk persendian dengan hawa kecemasan. Sampai pada tengah malam yang tenang adalah siksaan. Tak ku lihat lagi hal indah itu dimata ku.
Sampai di hari ku lihat kau terbujur diam. Tak bersuara, tak bergeming, tak ada gairah. Hanya tersisa permukaan dada mu yang naik turun lemah. Bahkan tak ku lihat kau bernafas dengan benar.
Langit dunia seolah runtuh di atas kepalaku seketika. Kenapa ini harus terjadi. Kepada mu yang baru saja ku sayangi. Kepada mu yang selama ini tak ku beri hati. Kenapa harus kau hukum aku seperti ini?
Bahkan rasanya lebih sakit dari pada mati.
Aku bernafas, aku hidup dan jantung ku berdetak, hanya untuk melihat mu menjemput kematian. Adakah balasan yang lebih kejam dari pada ditinggalkan ketika aku benar-benar jatuh terlalu sayang?
Baiklah Adik, maafkan kakak yang tak pernah baik selama ini.
Kakak ini terlalu egois untuk mu yang begitu berharga. Tak menyadari benih cinta dari dalam hatinya walau sudah terasa. Enggan mengakui bahkan ketika senyummu adalah senyumnya juga.
“Sampai kapan?”
Sepanjang hari, entah untuk malam yang keberapa ratus kali, aku hanya bergumam sendiri. Pada sunyi yang seakan bekerja sama dengan adik ku memberikan balasan pedih. Aku tak tahan lagi.
“Sampai kapan kau akan terus diam seperti itu? mengabaikan ku dan mengacuhkan ku, kau tahu rasanya tidak di pedulikan? Sakit sekali,”
Aku mengeluh, entah untuk apa aku mengeluh padanya yang mungkin tak akan mau menjawab suaraku. Namun aku tetap terus mengeluh. Sampai aku bosan mengeluh. Sampai engkau marah karena aku terus saja mengeluh.
“Pagi tadi dokter datang lagi, dia bilang pada ku dengan sangat hati-hati, menjelaskan dimana kau berada dan bagaimana keadaan mu disana, hati ku sakit mendengarnya, dokter meminta ku…
Sungguh, aku tak kuasa menahan gejolak dalam hati ku. Udara seakan tercekat di ujung tenggorokan dan itu menyakitkan. Ku rasa mata ku berkaca-kaca. Lalu ego lelaki muncul dari dalam jiwa. Pantang menitikkan air mata apapun situasinya.
Sial! Demi bocah ini harus ku langgar sumpah kejantanan.
Wajah ku banjir air seketika. Mungkin sekarang adalah saat terjelek ku dalam hidup sepanjang ku bernafas. Mungkin ini adalah saat yang tak akan kutujukkan pada dunia, kecuali satu orang.
Si adik kurang ajar yang telah membuat ku jatuh berantakan. Dan sekarang tengah diam menahan tawanya, menikmati keberhasilan usahanya menjatuhkan sang kakak si raja singa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest Presences (Vkook / Brothership)
FanfictionSelalu ada alasan berbau takdir dalam setiap pertemuan. Tersadari atau terabaikan jalinan takdir terus bergulir. Seiring dengan denting waktu yang tak pernah terhenti. Menanjak, menuju sebuah spiral konflik yang menghubungkan segala ujung benang tak...