9. Teka-teki

4.9K 558 65
                                    

Seoul, 26 Juli 2016
Kantor Polisi

Pertautan antara waktu dengan untaian takdir masih menjadi misteri. Dalam kitab kehidupan manusia yang masih menjadi rahasia Ilahi. Nasib menjadi sesuatu yang di peruntungkan dengan ikhtiar dan usaha manusia itu sendiri. Namun garis takdirnya tak akan pernah bisa ia lampaui.

Perasaan itu bertumbuh perlahan tanpa di sadari. Memenuhi kehampaan hati yang menyendiri. Terasing dari peradaban manusiawi. Sisi yang tak pernah terlihat apalagi sampai memperkenalkan diri. Adalah sebentuk hati manusia yang tak akan bisa di selami.

“Kenapa Paman mempertanyakan kasus yang sudah di tutup?”

“Hanya ingin memastikan sesuatu,”

Kim Hwan, bertamu di ruang kerja seorang polisi muda. Anak dari salah satu koleganya. Polisi yang ia berikan tanggung jawab untuk menjaga Jungkook ketika berseteru dengan Tuan Hwang, Detektif Kim Namjoon.

Dengan satu tujuan yang tak begitu transparan. Bahkan Namjoon sendiri masih tidak tahu pasti apa maksud pamannya mempertanyakan kasus yang telah di tutup dengan tebusan yang sangat mahal. 

Salah satu tangan Kim Hwan mengepal. Agak sedikit gemetar. Hatinya bergemuruh cemas. Kekhawatiran itu semakin menjadi. Ketika Namjoon menyodorkan sebuah map file yang cukup besar di atas meja.

“Paman, apa sudah terjadi sesuatu?” Namjoon menelisik raut wajah Kim Hwan yang membingungkan.

Ia memberikan ijin kepada Kim Hwan untuk membaca berkas rahasia yang seharusnya tidak boleh di pertontonkan. Mengingat kasus itu di tutup secara sepihak. Mengingat besarnya dana yang menggulung demi terbungkamnya semua pihak. Bukankah ini sangat berbahaya?

“Apa catatan di sini bisa di rubah, Joon?”

“Mana bisa? Itu kasus sudah di anggap kadaluwarsa, catatan tentang semua yang terkait dalam kasus itu sudah di kunci, kecuali kita lakukan penyidikan ulang kembali,”

“Bahaya sekali,” Desah Kim Hwan putus asa.

Lesu gerak lengannya, meletakkan berkas kasus itu kembali teronggok di atas meja. Teduh sinar matanya berubah menjadi sorot yang menyedihkan. Beberapa hal berkecamuk dalam benak dan menumpuk berbagai macam kekhawatiran.

“Aku bersalah, bagaimana harus berjalan seperti ini? Aku butuh bantuan mu Joon,”

“Jelaskan pada ku Paman, apa yang sebenarnya mengganggu pikiran mu? Jikapun aku harus membantu selama aku mampu pasti akan ku bantu Paman Kim,”

“Selamatkan Taehyung ku,” Pinta Kim Hwan bersungguh-sungguh, sembari menggenggam tangan Kim Namjoon.

Satu hal yang terjadi di luar kehendak si penguasa Kim adalah kelemahan yang tak ingin ia tunjukkan pada siapapun. Kecacatan dalam masa lalunya yang sempurna, menjadi satu titik noda yang akan berakibat fatal. Keluarganya terancam perpecahan.

Detik ini juga, ia kembali tersadar, betapa naif dirinya di masa silam. Mengandalkan uang untuk menyelesaikan setiap masalah. Mengandalkan koneksi dan reputasi untuk berada di zona aman. Tidak peduli dengan orang lain yang mungkin akan di rugikan.

“Anak itu, si korban apa yang terjadi padanya setelah mengalami kecelakaan? Carikan aku informasi tentang itu,” Kim Hwan melanjutkan permintaannya.

Namjoon menghela nafas sejenak. Ia menyandarkan diri di kursi kerjanya. Menatap Kim Hwan dengan sorot penyesalan. Ada sepercik ketidak percayaan di sana. Tentang rangkaian kejadian yang membuatnya tak paham dengan yang namanya naluri manusia.

“Sudah sejak lama aku ingin bicara dengan paman mengenai hal ini, tapi siapa memangnya aku, berani membuka pembicaraan atas kasus yang Paman tutup dengan tangan paman sendiri,” Ucap Namjoon.

Dearest Presences (Vkook / Brothership)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang