Seoul, 26 Juli 2016
Gemuruh debur ombak di samudera berhantaman dengan angin tebingnya, tak sepadan dengan gemuruh yang kini bergejolak dalam hati seseorang. Sisi ketegarannya mulai di pertaruhkan. Hampir goyah dan tumbang.
Saat ini, kepala seseorang bersandar tenang di pangkuan. Melaju dalam kecepatan tinggi dengan sebuah kendaraan. Berharap dia yang kini terbaring di kursi penumpang bersamanya segera mendapatkan pertolongan.
“Pak supir, tolong cepat sedikit,” Desaknya pada supir yang hanya berusaha untuk melakukan standart prosedur pekerjaannya.
“Baik, Tuan,”
Situasi mendesak memaksa si supir membuat sebuah pengecualian. Dua orang pelajar, berada dalam taxinya. Dengan kondisi salah satu dari mereka hilang kesadaran. Bukankah ini bisa di sebut pengecualian untuk melajut di atas kecepatan normal. Mereka membutuhkan rumah sakit segera.
Keterlibatan Taehyung akan kondisi Jungkook sampai tak sadarkan diri membuatnya merasa sangat bertanggung jawab untuk menangani masalah ini. Ia mengenal Jungkook selama ini adalah sosok yang cekatan dan kuat. Juga tidak mudah untuk ditumbangkan.
Sejak awal menjabat sebagai wakilnya, Jungkook tak pernah mengabaikan satupun tugas darinya. Seberat dan sebanyak apapun, tugas-tugas itu akan selesai dengan mulus di tangan Jungkook. Membuat citra Jungkook tak pernah luntur di mata Taehyung. Juga menjadikan Jungkook seseorang yang bisa di andalkan.
“Uugh,”
Gumam lirih dari Jungkook, mengalihkan kecemasan Taehyung.
“Sayang!! Kau sudah sadar?” Taehyung memekik spontan. Seiring dengan lirikan tajam supir taxi yang terkejut dengan panggilannya untuk si teman.
Masih rebah di pangkuan sang kakak, Jungkook mengumpulkan kembali kesadarannya yang berantakan. Butuh beberapa saat untuk Taehyung menunggu Jungkook membuka penuh matanya. Si adik nyaris saja bangkit jika saja Taehyung tak menahan kedua bahunya.
“Jangan banyak gerak, rebahan saja,” Ucap Taehyung dengan sedikit menundukkan kepalanya.
“Kita mau kemana?”
“Rumah sakit, hospital,”
“Yaa! Buat apa kesana?”
“Buat apa? Kamu mengalami pendarahan sayang, lalu pingsan di tangan ku, bagaimana bisa aku tenang? Kita harus ke rumah sakit,”
Sekali lagi, ucapan Taehyung membuat sang supir taxi menelan ludah kasar. Matanya semakin membelalak, mengawasi gerak-gerik dua sejoli di kursi penumpangnya. Tangannya bahkan semakin gemetar. Ia hanya salah paham dengan situasi panik yang Taehyung ciptakan.
“Putar balik,” Pinta Jungkook dan memaksa untuk bangkit.
“Tidak bisa!”
“Putar balik kataku, Kim Taehyung-ssi!”
“Sayang ku, ini demi kebaikanmu,”
“Kebaikan apa? Kalau ke rumah sakit hanya akan membuat Ayah dan Bunda khawatir,”
“Apa yang akan terjadi padamu kalau tidak diperiksa?”
“Kenapa mendadak jadi seperhatian ini?”
“Yaa.. Honey, jangan begitu, aku masih peduli pada mu dan masih perhatian dengan mu, kamu adalah nafas hidup ku, jadi aku harus memperlakukan mu penuh cinta dan ketulusan,”
Degub jantung supir taxi semakin tak beraturan. Sesekali melirik ke kursi penumpang. Dan lirikan terakhirnya membuat jantung hampir meledak.
Siswa bernama Taehyung mengenggam kedua tangan siswa yang ia panggila sayang. Dipojokkan sedemikian rupa sampai tak bisa berontak. Mereka berdua terlihat seperti akan berciuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest Presences (Vkook / Brothership)
Fiksi PenggemarSelalu ada alasan berbau takdir dalam setiap pertemuan. Tersadari atau terabaikan jalinan takdir terus bergulir. Seiring dengan denting waktu yang tak pernah terhenti. Menanjak, menuju sebuah spiral konflik yang menghubungkan segala ujung benang tak...