6. Bubuk Ajaib

5.3K 596 57
                                    


Seoul, 25 Agustus 2019
Daeshin Medical Center, VIP 507

Ketenangan kembali hadir, memberi damai pada hati yang merana di tengah kegelapan malam. Ufuk timur mulai membercak emas. Melegakan sudut kalbu yang hampir putus nafas. Ketika ruang menghimpit dengan atmosfir udara yang terasa panas.

Tangan lemah itu terkulai tanpa daya dalam gengaman seseorang. Jemarinya meruncing dan kurus perlahan. Ruas sendi tangan menonjol, mungkin terlalu lama ia abaikan. Hidupnya yang berharga serta tarikan nafasnya yang di nantikan banyak orang. Lalu, sepasang mata cantik itu tak kunjung terbuka.

Setidaknya, ada sorot lain  yang memandangnya penuh kelegaan. Dia yang terjaga sepanjang malam. Bermunajat kepada Tuhan. Telah mengabulkan doa kecilnya di tengah keputus asaan.

“Terimakasih, kau sudah kembali pada ku lagi,” Gumamnya dalam hening.

Mesin eletrokardiogram yang tersambung dengan tubuhnya terus mendengungkan bunyi yang teratur. Begitu, sudah cukup untuk membuat lega hati banyak orang yang mengelilinginya. Termasuk paramedis yang sejak beberapa jam yang lalu terus mengupayakan keselamatannya.

Tertinggal satu orang yang masih terjaga, ketika ruangan menjadi hening setelah malam semakin beranjak. Satu orang yang tak pernah hengkang dari sisinya. Membawa satu keyakinan kuat dalam hati sejak awal. Bahwasannya, masih ada maaf yang bisa ia harapkan.

“Aku tak akan melepaskan mu, apapun yang terjadi, aku akan membuat kau tetap ada di samping ku, karena mengingat kesalahan di masa lalu membuat ku tak bisa memaafkan diri ku sendiri, kali ini sebelum orang lain yang membawa mu pulang, aku yang akan berusaha melakukannya,”

Matanya tak pernah kering. Selalu sembab dan sedikit bengkak berwarna semburat merah. Selain karena sedihnya sebuah pengharapan. Tak pernah ada malam yang tenang untuknya terbaring memejamkan mata.

“Takut sekali rasanya saat alat itu terdiam tanpa suara, lebih takut lagi jika alat itu melengking keras dalam satu nada, ku mohon jangan menakuti ku lagi seperti itu, permainkan hati ku sesuka mu tapi jangan dengan nyawa mu, kau tahu nafasku bertahan sampai dengan detik ini hanya untuk menunggu mu sadar?”

Terdiam, hanya itu yang ia dapatkan. Bukan jawaban atau respon lainnya yang melegakan. Hanya keterdiaman yang menusuk relung hatinya. Melebarkan luka dalam batinnya. Terabaikan, rasanya menyakitkan. Lebih dari nyawa terlepas dari badan.

“Dan setelah kau sadar nanti, hal pertama yang harus kau lakukan adalah membunuh ku, jangan biarkan hati mu lemah lagi lalu kau terbaring lagi, kau harus membunuh ku apapun permintaan ku, seberapa pilu aku meminta maaf mu bunuhlah aku tanpa ampun mu,”

Bibirnya bergetar, genggaman tangannya gemetar, tetes airmata tak juga pudar. Masih membasah dan kian membanjir pada satu titik nafas. Permintaan konyol yang ia lontarkan tanpa pikir panjang.

Tentang luka seseorang yang belum sempat ia sembuhkan. Luka dari orang yang kini terdiam membujur di hadapan. Dan luka itu kini berpindah hati. Perlahan merasuk pada dirinya yang menjadi sebab dari luka yang tak kasat ini.

“Kau juga harus tidur,” Dan satu suara di sambut dengan usapan lembut di kepalanya, membuatnya tersadar. Bahwa tak hanya dia rupanya yang ada dalam ruangan.

Dearest Presences (Vkook / Brothership)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang