5
Percikan ApiSeoul, 25 Agustus 2019
Daeshin Medical Center, VIP 507Yang selalu ku ingat hanyalah hati ku mulai terluka perlahan. Tak kutemukan darah disana namun sakitnya tak tertahankan. Tangan gemetar dan jantung berdegub lebih kencang. Aku merasakan rongga dada ku mengalami penyempitan. Seolah ruang di sekitarku mengecil begitu saja.
Beberapa paramedis keluar masuk kamar 507. Keringat di telapak tangan ku enggan mengering. Seiring dengan detak cemas yang terus mengusik.
Mereka bergantian keluar masuk membawa banyak sekali benda medis yang tak ku ketahui. Hanya satu yang ku tahu. Di dalam sana kesayangan ku tengah berjuang.
Entah berjuang untuk hidup. Atau berusaha untuk mati.
Aku tak paham apa inginnya. Aku tak mengerti dimana letak hatinya. Aku bersamanya dalam ratusan malam. Aku mendengar detak jantungnya walau samar. Namun aku tak pernah tahu apa yang ada dalam hatinya.
“Suster! Ap—apa masih belum selesai?” Ku tanya pada salah satu perawat yang baru saja keluar dari kamar rawat adik ku.
“Tuan Kim, dokter sedang berusaha semaksimal mungkin, kami akan mengupayakan yang terbaik untuk pasien,” Jawabnya dengan nada yang ramah, di sela-sela nafasnya yang menderu kencang.
Sama seperti ku yang kelelahan secara emosional, perawat itu pun sejak tadi berlarian bolak-balik ke kamar adik ku dan keluar entah kemana aku tak tahu.
Kadang dia keluar lalu kembali membawa troli berisi alat medis. Kemudian keluar lagi lalu kembali membawa beberapa kolf suplay darah. Lalu keluar lagi dan kembali bersama dengan dokter spesialis lain. Entahlah, memerhatikan polah tingkahnya sejak tadi membuat kepala ku semakin pusing.
Ayolah, aku paling benci di permainkan seperti ini. Aku tahu, jauh sebelum hari ini terjadi aku sering sekali menjahili mu. Aku bahkan tak punya rasa kasihan pada mu. Entah kau terluka dalam batin mu atau kau menderita beban emosional yang besar. Aku bahkan tak pernah memikirkan hati mu.
Tapi, apakah semua itu harus kau lempar balik pada ku dengan cara yang lebih kejam seperti ini? Sebenci itukah kau pada ku? Permohonan maaf ku bahkan tak ada yang kau tanggapi satupun. Lalu harus ku terima semua kekacauan ini sendirian?
Hei!! Siapa disini yang paling kejam?
Dari kaca yang ada di daun pintu, samar ku lihat salah satu dokter berdiri di pijakan kecil di bawah ranjang. Berdiri lebih tinggi agar memperoleh kekuatan dorongan lebih besar. Kedua tangannya saling bertumpu di atas permukaan dada mu. Gerakan sang dokter sangat teratur untuk beberapa hiitungan tertentu.
Hei! Bangunlah! Apakah itu tidak sakit? Ketika dada mu di tekan begitu kuat berkali-kali? Ketika mereka berteriak memanggil nama mu agar kau tersadar? Mereka memanggil mu dan terus meminta mu kembali pada mereka.
Sangat kejam bila kau dengan mudah menuruti permintaan mereka. Sedangkan selama ini kau selalu mengabaikan permintaan ku untuk terbangun. Tapi apa daya ku, jika dengan itu kau bisa kembali ke tubuh mu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest Presences (Vkook / Brothership)
FanfictionSelalu ada alasan berbau takdir dalam setiap pertemuan. Tersadari atau terabaikan jalinan takdir terus bergulir. Seiring dengan denting waktu yang tak pernah terhenti. Menanjak, menuju sebuah spiral konflik yang menghubungkan segala ujung benang tak...