13. Special Gift

5K 564 76
                                    

Seoul, 1 September 2019
Daeshin Medical Center, VIP 507

Gemerincing hiasan cantik tergantung di jendela kamar. Terombang-ambing terhantam angin yang datang menerjang. Angin yang membawa aroma kedamaian. Menyambut datangnya hari penuh kebahagiaan.

Cerah ceria berkas mentari menerjang masuk ke dalam ruangan. Celah jendela tak berarti menjadi penghalang. Tirai tipis itu tak bisa menghalau tajamnya pendaran sinar.

Masih di kamar yang sama, dari beberapa waktu silam. Menyelami untaian takdir yang seolah mempermainkan. Mencoba mengikuti harmonisasi kehidupan dengan tidak menentang kehendak Tuhan. Sebab apa yang terjadi tak lepas dari apa yang telah di takdirkan.

Dua tangan saling tertaut membentuk satu simpul erat. Mengharap akan leburnya dendam yang pekat. Setelah ribuan malam terkurung dalam sebuah sekat. Antara hati yang berlapang rasa atau cinta yang mulai tersumbat. Tak dapat di jelaskan, tentang satu getar rasa yang justru semakin menguat.

“Hei adik manis, bangunlah,” Bisiknya pada sang adik yang masih terbaring tenang.

Tertidur dengan penuh kedamaian. Tak ada gurat sakit di wajahnya. Hanya ada ritme nafas yang terhirup lemah merasuk dalam rongga dada. Wajah piasnya tak pernah berhenti bersinar.

Tiga hari berlalu semenjak terkuaknya fakta yang terpendam dari masa lalu. Tiga hari yang telah berlalu, bersama detik menegangkan menguras emosi. Mereka hampir saja kehilangan Jungkook. Di saat yang tepat, penawar itu akhirnya muncul.

Jungkook berhasil di selamatkan. Dengan Kim Hwan sebagai pendonor sum-sum untuk penyambung nyawa. Tes DNA memberikan keterangan yang mencengangkan. Jika memang 99.99% Jungkook adalah darah daging Kim Hwan.

Kini dia terbaring tenang, menunggu jiwanya siap untuk kembali pulang. Seseorang yang selalu ada di sampingnya tak akan pernah lagi melepaskan genggaman. Dia akan selalu ada untuk Jungkook dengan atau tanpa alasan. Begitulah hatinya sebagai seorang kakak tergerak.

“Bangun Sayang, atau kakak akan mencium mu sekarang, puteri tidur,” Bisik Taehyung sekali lagi, dengan nada lirih lembut di telinga Jungkook.

Provokasi menggelikan yang akhirnya membuahkan hasil. Taehyung tersenyum tipis, melihat kelopak mata adiknya mengerjab samar. Jemari Jungkook menjetik halus. Dalam genggaman hangat sang kakak. Remasan tangan Taehyungpun terbalaskan.

Terusap lembut punggung tangan Jungkook dengan ibu jarinya. Kedua mata masih terpaku menanti Jungkook membuka jendela dunia. Harap-harap cemas menunggu kehadiran kembali adiknya.

“Jangan berani mencium ku,” Ucap Jungkook lirih. Taehyung di buat hampir tertawa keras jika tidak ingat mereka masih ada di bangsal.

Beberapa detik kemudian Taehyung melihat lagi binar bola mata Jungkook yang telah lama tak terbuka. Ia tak bisa berhenti tersenyum. Seketika itu Jungkook memberinya tatapan permusuhan. Namun yang Taehyung rasakan tak lain hanyalah kebahagiaan. Rongga dada melega dan kekhawatiranpun sirna.

“Hei, itu hanya bercanda,” Balas Taehyung.

“Bercanda mu tidak lucu,”

“Demi membuat mu terbangun Sayang,”

“Jangan panggil sayang,”

“Okay Beib,”

“Tae—h,” Jungkook menghentikan ucapannya.

Tadinya sangat ingin membentak Taehyung. Disaat yang bersamaan ia menyadari sesuatu. Sesuatu yang memang harus ia lakukan sejak lama.

“Kak Taehyung,” Sambung Jungkook, mengulang ucapannya memanggil sosok yang kini duduk di samping ranjang.

Dearest Presences (Vkook / Brothership)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang