Seoul, 1 September 2019
Daeshin Medical Center, VIP 507Malam bersambut dengan nuansa tenang dalam keheningan. Malam menjadi temaram saat rembulan mulai berpendar. Cahayanya indah dan menghangatkan hati yang lelah. Malam membisikkan kerinduan dari langit kepada sang pemberi anugerah.
Jendela kamar 507 terbuka separuhnya. Tirai tipis tersibak menampilkan hamparan langit malam yang kelam. Sepasang mata bulat berbinar indah memandang agungnya sang penguasa kegelapan. Senyum tersungging dari paras yang membias pucat.
Satu hari hampir berlalu semenjak pertemuannya dengan Kim Hansung. Hati melega seiring dengan maaf yang tak terbendung. Keluarga memang harus seperti itu. Saling memberi pengertian dan saling mendukung.
Taehyung pamit pergi untuk menghantar sang adik kembali pulang ke pangkuan sang ibu. Sebenarnya, Jungkook melarang Hansung pulang malam itu. Namun Hansung seolah tak punya tempat untuk tetap berada di antara mereka dan memberi celah antara Taehyung dan Jungkook.
Melihat bagaimana akrabnya sepasang kakak adik itu, membekas di benak Hansung. Pekatnya hubungan emosional antara Kakak kandung dan adik tirinya tak sebanding dengan pertalian darah antara dirinya dengan Kim Taehyung. Terpisah cukup lama membuatnya menjadi canggung jika harus bergelayut di lengan Taehyung. Namun hal itu tak berarti bagi Jungkook.
Kini keheninganlah yang menjadi temannya menghabiskan sisa malam. Ia duduk bersandar pada brankart yang di tegakkan. Memandang lurus pada sisi luar jendela yang riuh renyah dengan taburan bintang. Langit seolah paham rasa dalam hatinya. Lantas memberikan penghiburan yang sederhana.
“Kemana perginya semua orang? Tega sekali aku dibiarkan sendiri,” Gumamnya entah kepada siapa.
Dan disaat yang tepat, ketika Jungkook tercekik kesunyian. Ketika dia membutuhkan teman untuk bercengkerama mengusir keheningan. Derap langkah mendadak terdengar. Halus menyusup ke dalam ruangan. Menghampirinya yang masih duduk bersandar.
Seraut wajah tak asing datang padanya. Wajah yang belum pernah ia lihat semenjak ia tersadar. Seseorang yang sangat ingin ia ajak bicara. Tentang hidupnya dan juga tentang hubungan mereka.
“Hai bro,”
Sapaan itu terdengar menggelikan. Jungkook tersenyum tipis merasa lucu sesaat.
“Kita tidak seumuran kan?” Balas Jungkook nadanya dibuat seketus yang ia bisa.
“Bunda membuatkan puding kesukaan mu, dia kelihatan sangat lelah, jadi Papa menawarkan diri untuk mengantar puding itu ke sini,”
“Kau tidak harus menjadikan puding sebagai alasan untuk bertemu dengan ku kan?” Tukas Jungkook dengan tatapan sinis pada sang ayah.
Kim Hwan tersenyum getir. Tubuhnya mendadak saja kaku. Tidak tahu harus bagaimana bersikap di depan Jungkook. Sejauh ini tak ada penolakan dari anak itu. Namun bukan berarti semua berjalan tanpa hambatan.
“Bagaimana kondisi mu?”
“Lihat sendiri kan, aku baik-baik saja,”
Sisi ranjang Jungkook memberat. Kim Hwan duduk dalam posisi yang teramat dekat. Dan kedua pasang mata mereka saling beradu tatap. Ada rasa yang tersirat. Tentang hati yang lama memendam perasaan kuat.
“Papa, ingin mengatakan sesuatu pada mu,”
“Katakan,”
Kim Hwan menarik dalam-dalam nafasnya. Menenangkan diri sendiri. Melihat bagaimana Jungkook menanggapi kehadirannya. Sama sekali tidak bersahabat. Mulai dari nada bicaranya, sampai pada tatapan mata si manis yang mendadak tajam menyayat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest Presences (Vkook / Brothership)
FanfictionSelalu ada alasan berbau takdir dalam setiap pertemuan. Tersadari atau terabaikan jalinan takdir terus bergulir. Seiring dengan denting waktu yang tak pernah terhenti. Menanjak, menuju sebuah spiral konflik yang menghubungkan segala ujung benang tak...