[24]:Surat:

384 62 21
                                    

NOVEL INI TIDAK DITULIS UNTUK DIKOMERSILKAN (DIJUAL) KARENA DAPAT MELANGGAR HAK CIPTA TOKOH

Fuze dapat dibaca gratis dan hanya dipublikasikan di Wattpad

***

Konoha masih jauh dari pulih. Bangunan yang hancur belum rampung, korban perang masih perlu perawatan dan banyak hal lain yang harus dibenahi. Semua itu merupakan proses yang melelahkan.

Rasanya tangan Sakura kebas dan chakranya nyaris habis. Ia tidak menyangka korban perang dari Konoha ada sebanyak itu. Dalam satu hari, bahkan Sakura harus menangani setidaknya 30 korban. Mengalirkan chakra penyembuhannya pada 30 pasien lain, membuat energinya hampir habis.

Tidak hanya itu, ia juga harus mengurusi segala tetek bengek terkait perkembangan laporan jumlah korban kepada Kakashi. Walau mengeluh sewaktu menulis laporan, Sakura tetap menyelesaikannya dan mengantarkannya ke ruang Hokage setiap sore hari.

"Hah! Guru, bisakah kau tidak membuatku mengerjakan laporan juga? Tanganku mati rasa jika harus menulis laporan sebanyak ini setiap hari!" Bukan sapaan permisi, Sakura langsung saja membuka pintu ruang kerja Hokage dengan berbagai keluhan. "Eh? Guru?" panggil Sakura bingung karena tidak mendapati gurunya di kursi Hokage.

Sakura termenung sesaat sebelum akhirnya menyimpan laporannya di atas meja. Namun, tiba-tiba saja suara ketukan paruh burung dari jendala membuat Sakura terkejut. Itu burung elang dengan paruh hitam kelam dan juga sayap yang lebar. Burung elang itu adalah milik Sasuke.

Sakura sangat mengenalinya. Terlebih ia dan tim tujuh bersama Naruto, Sai dan Yamato memiliki misi menangkap Sasuke beserta komplotannya. Tim Sasuke menamai diri mereka tim Taka, yang pada bahasa Jepang, Taka sendiri merupakan elang. Burung elang milik Sasuke begitu khas, dari warna paruhnya, mata hitamnya, sampai dengan tubuhnya yang lebih besar dibandingkan burung elang lainnya.

"Oh, apakah ini surat?" gumamnya seraya membuka jendela lalu menangkap burung elang itu hati-hati. Ia mengambil gulungan kertas yang terikat di kaki elang tersebut.

Setelah Sakura menerima gulungan kertas itu, elang tersebut lekas kembali pergi. Suara kepakan sayapnya begitu gagah terdengar.

Sakura sadar ini tindakan tidak sopan. Surat ini pasti ditujukan untuk Kakashi. Tetapi rasa penasarannya kali ini menang, jadi ia membuka gulungan kertas itu dengan hati-hati.

Sesuai dengan perintahmu, aku mengambil jalur dari Konoha menuju Iwagakure. Di tengah perjalanan, aku menemukan desa yang sedang dijajah oleh para bandit bernama desa Inagi.

Tanpa sadar Sakura tersenyum. Sasuke sedari dulu memang tidak mengenal basa-basi. Tidak ada sapaan pembuka surat seperti Tuan Hokage Kakashi yang terhormat atau Untuk Guru Kakashi.

Aku membebaskan desa tersebut dari para bandit. Kini desa itu aman, mungkin untuk sementara. Masih banyak tempat yang harus aku kunjungi untuk memastikan mereka bebas, tidak ada lagi sisa-sisa perang.

Di desa ini aku bertemu petinggi bernama Keiko. Ia mempunyai seorang anak gadis bernama Meiko.

Jemari Sakura meremas kecil surat itu. Sasuke menulis gadis lain pada suratnya. Hati Sakura tidak bisa dibohongi, ia iri. Meski ia sudah bertekad tidak akan fokus pada kisah cinta dahulu dan mementingkan pembangunan desa, tetapi ia tidak bisa membohongi perasaannya.

Dan aku dijodohkan dengan putri petinggi desa itu.

Sakura semakin lemas. Ia tidak sanggup membaca surat itu lagi. Walau masih tersisa beberapa paragraf tapi Sakura memutuskan untuk menggulung kembali surat itu dan meletakkannya di atas meja Hokage.

"Oh, Sakura?" panggil Kakashi yang baru saja masuk ke ruangannya. "Kau menungguku?"

"Tidak, Guru." Cepat-cepat Sakura segera menjauh dari meja kerja Kakashi. "Aku hanya--" Sakura kehilangan kata-katanya. "Aku hanya menyampaikan laporan terbaru mengenai jumlah korban perang. Aku sudah menaruhnya di mejamu."

Kakashi mengangguk. "Baiklah. Terima kasih. Kau lebih baik segera beristirahat, wajahmu pucat."

"Aku permisi," pamit Sakura seraya berlalu.

Sakura merasa tidak perlu berharap lagi pada Sasuke. Mungkin selama tiga tahun tidak bertemu dengan Sasuke, membuat Sakura tidak ada lagi di dalam kehidupan Sasuke. Hanya sebatas mantan teman--mantan rekan satu tim ketika Sasuke masih berstatus ninja di Konoha.

Sasuke bisa melupakan Sakura semudah itu, mengapa Sakura tidak bisa?

"Hei, Jidat Lebar!" panggil Ino seraya merangkul lengan Sakura ketika Sakura keluar dari gedung Hokage. "Kau sudah menyampaikan laporan kepada Hokage Kakashi? Ayo, kita minum-minum dahulu!" ajaknya yang menarik Sakura menuju arah pusat desa.

"Aku pusing, Ino," rajuk Sakura enggan menerima tawaran temannya itu. "Aku ingin pulang saja."

"Ayo, ceritakan padaku sesampainya di kedai!" paksa Ino yang dengan mudah membaca Sakura. Sakura tidak pusing secara harfiah, tetapi pusing memikirkan suatu masalah. "Apa ini ada hubungannya dengan laporanmu itu? Atau dengan korban yang sulit kau tangani?"

"Tidak kedua, aku hanya tampak begitu menyedihkan, bukan?" Sakura memaksa untu tertawa. "Aku gadis yang tidak punya pendirian. Aku mudah goyah. Suatu waktu, sekuat tenaga aku berusaha  melupakan Sasuke, membencinya, tapi apa jadinya? Hari ini aku semakin memikirkannya."

Ini memutar bola matanya. "Lagi-lagi pria Uchiha itu," keluhnya. "Ia sudah pergi, apa yang ia perbuat padamu sampai kau jadi seperti ini? Ia sudah ada ratusan kilo jauhnya mungkin, sejauh itu, apa ia masih bisa menyakitimu?"

Ino benar. Sasuke sudah jauh. Ia tidak berusaha membunuhnya seperti waktu itu. Yang menyakiti Sakura adalah harapannya sendiri.

"Tidak apa-apa. Mari lupakan Sasuke," balas Sakura.

"Akan aku kenalkan kau dengan ninja-ninja dari divisi lain! Mereka tidak kalah tampan dengan Sasuke!" Jika menyangkut dengan pria dan popularitas, Ino selalu terlihat bersemangat.

"Ino, kita ada pada masa sulit selepas perang, pantaskah kita memikirkan percintaan?"

"Sesulit apa pun masa itu, apakah bisa menenggelamkan kisah cinta?"

Sakura bergedik, ia melepaskan rangkulan Ino dari lengannya. "Kata-katamu barusan membuatku merinding!"

"Ayolah! Ada di masa selepas perang bukan berarti kau hanya memikirkan dampak perang. Memang tidak boleh kita jatuh cinta di saat seperti ini?"

Walau sempat menolak ajakan Ino, namun kini Sakura mengikuti langkahnya menuju sebuah kedai di pusat kota. Kedai itu dipenuhi pemuda dan pemudi yang selesai bekerja. Tidak jarang mereka juga menemukan beberapa ninja yang baru kembali ke desa. Gelas demi gelas Sakura dan Ino habisi dengan seulas tawa dan senyuman.

Di saat yang bersamaan, Kakashi membuka gulungan kertas surat dari Sasuke. Ia memang tidak melihat tapi ia tahu, Sakura-lah yang juga meletakan surat ini di atas meja kerjanya.

Di desa ini aku bertemu petinggi bernama Keiko. Ia mempunyai seorang anak gadis bernama Meiko. Dan aku dijodohkan dengan putri dari petinggi desa ini.

Namun, seperti yang kau sudah tau aku tentu menolaknya. Masih banyak jalan yang harus aku jelajahi dan desa-desa yang harus aku merdekakan. Jika bertemu sisa pengikut Madara, aku akan segera mengabarimu. Pelajaran yang bisa kuambil dari desa ini adalah jangan terbutakan oleh rasa benci atau suka.

Aku mengatakan bahwa aku adalah buronan, tapi mereka terlanjur menyukai kehadiranku yang menyelamatkan desa mereka. Apa mereka tidak tahu seberapa bahayanya aku?

Jika ini adalah pelajaran yang kau maksud, aku mengerti. Aku tidak sabar menemukan pelajaran lain dalam perjalanan ini, agar aku bisa lebih bijak di kemudian hari.

Sampaikan salamku pada N̶a̶r̶u̶t̶o̶, Sakura. Semoga Konoha baik-baik saja.

***

FuzeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang