"Lots of people want to ride with you in the limo, but what you want is someone who will take the bus with you when the limo breaks down." - Oprah Winfrey
*Seakan belum selesai memberi gue kejutan, dua hari setelah bertemu Papanya, kali ini Doyoung mengajak gue bertemu salah satu orang yang paling dia percaya. Seperti yang sudah diduga, gue akan bertemu abang sepupu kesayangannya. Kata dia ini sebuah kejutan, karena sebelumnya dia nggak pernah mengenalkan orang ini pada siapapun sebagai orang terdekat yang dia miliki. Gue jadi deg-degan dong, gue sampai bertanya apakah gue boleh menyiapkan hadiah lagi?
Doyoung menolak cepat. Katanya, kali ini lebih santai. Nggak seformal ketika bertemu Om Donghyun. Baiklah, gue hanya menyetujui saja daripada nanti ributnya nggak kelar-kelar.
Kelas gue selesai pukul 3 sore dan Doyoung sudah menunggu di parkiran departmen. Nggak mau langsung menghampirinya, gue melipir dulu ke toilet dengan diikuti Bona sama Yooa.
"Lo yakin nggak diajak ke panti itu lagi?" tanya Bona memastikan saat gue meraih tisu dan menempelkannya pelan di wajah gue.
"Nggak. Ini cuma kakak sepupunya doang kok."
"Ya siapa tau dia pengurus panti?"
"Ngaco." Gue mengaplikasikan liptint pada bibir, biar kesannya nggak pucat-pucat amat setelah siang tadi bergulat dengan senyawa kimia dan keringat kegiatan praktikum.
"Jangan cantik-cantik ih, nanti kalo orang itu malah naksir sama elo gimana?"
"Ini lagi, tambah ngaco."
Gue keluar dari toilet yang juga masih diikuti dua sahabat gue ini lalu pamit. "Gue pergi ya. Jangan kepo sebelum gue yang cerita." kata gue mengingatkan kemudian bergegas menuju tempat mobil Doyoung terparkir.
"Selamat sore."
Gue hampir terlonjak saat gue baru menyentuh kursi penumpang mobilnya, suara Doyoung menyapa. Heran aja, nggak biasanya dia seperti ini. Biasanya juga mukanya kaku.
"Kayak akang grab aja kamu." komentar gue malah mengundang tawanya. "Mood kamu lagi baik ya hari ini?" tanya gue saat mobilnya sudah melaju keluar dari parkiran.
Dia mengangguk. Gue memiringkan wajah hanya untuk menatapnya. "Kenapa?"
"Udah lama sejak terakhir kali aku ketemu abang. Dan juga, sekalian ngenalin kamu sama dia."
"Seberapa penting dia buat kamu?" tiba-tiba aja gue tertarik menanyakan hal itu, karena teringat kata-kata Om Donghyun tempo hari. Hanya segelintir orang yang benar-benar Doyoung percayai, termasuk di dalamnya tentu saja Om Donghyun dan abang yang dia sebutkan ini. Gue penasaran pada orangnya dan bagaimana sifatnya sehingga Doyoung terlihat sesayang itu padanya.
"No words can describe. He is my brother, like my other half."
Ah, kenapa jadi gue yang tersentuh mendengar kalimat tulusnya.
"Tapi jangan bilang-bilang, aku nggak pernah menyatakan ini ke dia."
Gue tersenyum.
"I was all alone in my world... as my mom left, then he came. He hold me tight and said," Dia menghela napas, memberi jeda sejenak. "This storm... shall past."
Tanpa terasa, setitik air mata gue luruh yang bikin Doyoung terlihat khawatir. "Aku nggak apa-apa. Cuma terharu aja. Sebesar itu arti dia buat kamu."
Ah, lebay kamu, Alea.
Mobil Doyoung berhenti pada lahan parkir yang cukup luas. "Kita udah sampai." Dia tersenyum ke arah gue. "Jangan nangis lagi. Ayo turun."
Setelah memastikan nggak ada sisa airmata dan sedikit merapikan rambut, gue turun menyusul Doyoung menuju bangunan bergaya eropa yang ada di hadapan kita. Bangunan itu adalah sebentuk bangunan berlantai dua dengan dekorasi campuran antara eropa dan konvensional dimana sebagian bangunannya terbuat dari kayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk You Home
Fiksi Penggemar"You might don't know me, but I am Kim Doyoung and i have crush on you. So, would you be my girlfriend?"