Chapter 16 ㅡ Photograph

1.4K 164 17
                                    

We keep this love in a photograph
We made these memories for ourselves
Where our eyes are never closing
Hearts are never broken
And time's forever frozen still

So you can keep me inside the pocket of your ripped jeans
Holding me closer 'til our eyes meet
You won't ever be alone, wait for me to come home
- Ed Sheeran, Photograph.
*

Seperti yang sudah bisa diduga, akun sosial media gue heboh karena foto yang gue unggah kemarin sore. Bahkan, Bona dan Yooa sampe bela-belain menginap di kamar kost gue demi mendapat cerita eksklusif, katanya.

Gue cuma bisa menghela napas.

Menyetujui tawaran Lee Taeyong memang gak berdampak seburuk itu karena itu berarti gue harus bersiap-siap diteror pertanyaan yang bahkan gue sendiri nggak paham, kenapa Doyoung dan Taeyong bersaudara?

Begitu juga dengan jawaban yang gue berikan pada Bona dan Yooa yang tampak tidak begitu puas setelah sebuah kalimat yang gue lontarkan pada mereka,

"Ya karena Ibunya Doyoung sama Ayahnya Taeyong bersaudara."

Nggak cukup sampai disana, mereka menuntut penjelasan lebih. Tapi gue juga gak paham mau menjawab apa gitu lho? Padahal itu jawaban sudah paling realistis menurut gue.

Terlepas dari itu, Bona malah berujar yang bikin gue kepikiran sampai detik ini.

"Sumpah ini memang drama, tapi gue takut. Lo harus yakinin diri sendiri kalo lo udah gak punya perasaan apapun ke Taeyong. Jangan sampe perasaan yang lo punya, bisa menghancurkan hubungan kalian dan tentunya mereka, yang kata lo udah kayak soulmate."

Gue menghela napas panjang seraya menyeruput habis gelas ke dua taro smoothie di sore mendung ini. Kantin Teknik tampak masih ramai. Gue rasa menghindar dari pertanyaan dan lirikan mata sinis anak farmasi dan FEB serta sengaja bersembunyi disini adalah pilihan yang cukup tepat karena emang nggak banyak yang mengenal gue dari fakultas Teknik.

Beberapa orang memang melirik gue heran, dan gak sedikit juga yang menyapa. Tapi gue nggak mengenal mereka, hanya bisa melempar senyum. Gue berusaha mengenyahkan pikiran-pikiran aneh sok terkenal dengan mencoba membaca jurnal penelitian untuk bahan proposal melalui tablet, sengaja menonaktifkan ponsel demi ketentraman hidup.

Nggak lama berselang, dibersamai dengan derap lari yang mendekat, suara seseorang meneriaki nama gue.

"Kebetulan lo ada disini."

Gue mendongak dengan mata yang mengerjap berkali-kali. Menatapi Taeyong yang berdiri dengan napas terengah.

"Pinjem jaket lo, Al." Taeyong mengulurkan kedua tangannya, sementara gue masih melongo.

"Boleh?"

"Eh astaga." Gue mengerjap sekali lalu tersadar. Tapi gak kunjung menyerahkan jaket yang tersampir di kursi sebelah gue.

"Anu.." Taeyong menarik tangannya, terlihat salah tingkah. "Gue pinjem buat dipinjemin ke seseorang. Gue bakal tanggung jawab. Mungkin sehari dua hari?"

"Oh ya." Gue merasa bodoh banget dan akhirnya benar-benar tersadar kemudian menyerahkan jaket gue kepada Taeyong.

"Lo jangan kemana-mana dulu. Tunggu gue disini." sedetik kemudian, Taeyong melesat keluar dari kantin hingga hilang dibalik gedung kelas departemen teknik.

Sepeninggalnya gue merasa semakin bodoh dan clueless. Tadi itu apa? Tadi itu siapa? dan gue siapa? Kenapa ada di kantek?

Gue kembali duduk dengan perasaan gamang dan bingung, kemudian menyeruput minuman tanpa menyadari seseorang lainnya menghampiri dan duduk tepat di hadapan gue.

Walk You HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang