14 | Looking for it

2.3K 231 22
                                    

14 | Looking for it

——

Setelah beberapa waktu berlalu, pada akhirnya Jimin berada di tempat yang sama dengan gadis yang seharusnya ia hindari. Meskipun bukan hanya mereka berdua di tempat itu, seluruh tubuh dan pikirannya terasa gelisah, bukan hanya karena ia lelah menunggu alasan untuk membantunya keluar dari keadaan yang memuakkan ini, tetapi juga karena kekhawatirannya terhadap apa yang terjadi sebelumnya.

Setelah mengetahui bahwa kata-kata Hea bukan hanya sekedar omong kosong yang bertujuan untuk memperkuat kebohongan mereka di depan ibunya, Jimin tidak lagi benar-benar bisa bernafas dengan tenang. Pemuda itu menahan napas selama hampir beberapa saat, mengingat setiap kata yang dilontarkan Hea kepadanya.

Meskipun mereka berdua memang sudah membuat perjanjian sebelumnya, tapi tetap saja ia tidak mengharapkan ini terjadi secara mendadak.

Jimin sudah berusaha keras untuk menghubungi Hea diam-diam, berusaha untuk mendapatkan jawaban mengenai niat sebenarnya gadis itu. Pasalnya, Hea terlihat baik-baik saja sebelumnya tetapi siapa yang menyangka gadis itu tiba-tiba memutuskan untuk pergi, membuat Jimin sangat penasaran sekaligus khawatir hingga rasanya seperti setengah mati.

Sementara itu, tiga orang yang saat ini berada di dekatnya hanya membuat kondisinya semakin parah. Hanya Jimin satu-satunya orang yang terlihat sangat kesal hingga ada perbedaan mencolok dalam ekspresi mereka bertiga.

"Jimin, kau sama sekali belum menyentuh makananmu." tegur ibunya setelah menatap Jimin yang hanya diam saja menatap ponselnya.

"Sudah kubilang, aku tidak lapar." Jimin mengatakannya dengan nada yang terdengar ketus, ekspresi yang ia tunjukkan bahkan terlihat tidak bersahabat.

"Setidaknya telan saja sebagian makanannya. Tidak baik mengabaikan makanan yang sudah disiapkan untukmu."

"Apa tujuanmu sebenarnya?" Jimin memilih untuk mengabaikan perkataan ibunya, lalu beralih menatap jengah pada gadis di sebelah ibunya. Alisnya terhubung dengan kesal. Ia sudah muak dengan permainan gadis menyebalkan itu.

"Tujuanku? Tentu saja mengajak kalian makan siang. Menurutmu apalagi?" Jawab Yeseul yang membuat Jimin semakin ingin pergi dari sana.

"Yeseul bilang kalian berdua mendapat kesempatan untuk berkolaborasi lagi. Makanya dia ingin sedikit merayakannya." jelas ibunya sambil tersenyum, seolah itu adalah kabar gembira.

"Berhenti mengambil kesempatan dari orang-orang terdekatku, Yeseul. Kau benar-benar tidak tahu malu!"

"Jimin!" Kali ini ayahnya yang menegurnya. Pria paruh baya itu tampak tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan putranya.

"Jaga ucapanmu, Jimin! Tidak bisa kau menghargai sedikit saja kebaikan Yeseul? Toh dia baik hati mengajak kita makan bersama, apalagi dia yang membayar semuanya!"

Jimin menatap ibunya yang terlihat marah. Wanita itu bahkan menggeleng tidak percaya seolah-olah Jimin adalah manusia paling bodoh dan tidak tahu diri.

"Ah, tidak. Jimin benar ibu. Seharusnya aku memang tidak melakukan ini. Maafkan aku." Kata Yeseul menyesal, entah itu benar-benar dari lubuk hati atau hanya drama murahan lainnya, membuat Jimin otomatis memalingkan pandangan karena muak.

"Aku harus pergi." Jimin segera bangkit dari kursinya dan tanpa berpikir dua kali berjalan menjauh dari sana, mengabaikan panggilan marah ibunya di belakangnya.

Satu-satunya tempat yang Jimin datangi setelah menjauh dari tempat memuakkan itu adalah apartemennya. Jimin bergegas ke tempat itu dan langsung mencari-cari keberadaan seseorang, memanggil namanya. Meskipun si pemilik nama sama sekali tidak manjawab dirinya. Apartemennya benar-benar kosong seperti yang ia khawatirkan.

All ABOUT US [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang