#3: Kembali

424 26 2
                                    

" Tidak ada yang lebih baik selain kembali pergi"

.

.

.

Saya tidak tahu harus bereaksi seperti apa untuk hari ini. Setelah membawa Shyifa ke kamar yang merupakan kamar pengantin itu, saya sama sekali tidak berani untuk menatap parasnya. Saya hanya mengalihkan pandangan pada anak kecil yang dititipkan mendadak pada saya itu, meskipun saya risih dengan makhluk kecil yang super cerewet ini.

Saya bahkan langsung pergi saat wanita yang tengah hamil itu akhirnya kembali. Saya mendadak pusing dengan semua hal yang tengah terjadi. Saat keluar, ruangan sudah ramai oleh pelayat yang sebelumnya merupakan tamu undangan. Sepertinya jenazah sudah selesai diurus dan akan segera di shalatkan.

Saya pun menyempatkan diri untuk ikut menshalatkan jenazah Fatih. Sungguh, sangat tidak disangka-sangka kejadian ini terjadi di depan mata saya sendiri. Saya sudah sering mendengar cerita pernikahan yang gagal karena digagalkan oleh maut, misalnya saat akan akad sang pengantin kecelakaan. Tapi tidak pernah saya melihat sesuatu yang seperti tadi.

Kejadian tadi benar-benar menjadi pelajaran bagi saya. Benar saja bahwa rezeki, maut, dan jodoh adalah takdir mutlak yang sudah Allah tentukan. Bisa saja kita merencanakan ingin menikah dengan si A tetapi jika dia bukan jodoh kita, sekeras apapun ikhtiar kita, Allah sendiri yang akan memisahkan. Tetapi, jika kita tidak ingin menikah dengan si B sekeras apapun usaha kita untuk menghindar namun jika dia memang jodoh yang Allah berikan kepada kita, Allah sendiri yang akan membuat semua kegagalan yang kita rencanakan menjadi berhasil.

Tidak ada yang sulit bagi Allah. Menciptakan bumi dan seisinya saja sangat mudah, apalagi mengatur perihal jodoh. Meskipun begitu, bukan tidak mungkin diri kita yang penuh kemaksiatan akan mendapatkan jodoh yang baik jika kita mau berubah. Bukankan laki-laki baik hanya untuk perempuan yang baik juga. Tentu saja Allah akan melihat ikhtiar kita yang berusaha untuk merubah diri menjadi lebih baik, tetapi perkara siapa biarlah Allah yang mengirimkan jodoh terbaik juga. Tidak usah memaksakan kehendak. Lakukan saja peran kita sebagai hamba, sisanya biar Allah yang menentukan.

Begitu juga untuk perkara kematian. Sungguh tidak ada satu makhluk pun yang tahu kapan, di mana, dan bagaimana dia akan menjemput ajalnya. Meskipun begitu, bukan berarti kita tidak bisa berusaha untuk menjadi hamba yang lebih baik lagi. Meskipun maut adalah sebuah rahasia, tapi kita bisa memilih akan mati dalam keadaan baik atau buruk. Bukankah setiap manusia akan kembali sesuai dengan kebiasaannya. Jika kita terbiasa berbuat baik, ke majlis ta'lim, bukan tidak mungkin Allah akan menjemput kita dalam keadaan seperti itu. Pun sebaliknya, jika kita sering bermaksiat, pergi dugem, bukan tidak mungkin Allah akan menjemput kita dalam keadaan seperti itu pula.

Itulah kenapa pentingnya untuk selalu beramar ma'ruf nahi mungkar. Kita tidak pernah tahu akan dijemput kembali oleh Nya dalam keadaan seperti apa. Tapi kita masih bisa berusaha untuk bersiap-siap menghadap kepada Nya dalam keadaan terbaik kita.

Selesai shalat, saya juga menyempatkan diri untuk mengantar jenazah Fatih ke peristirahatan terakhir. Meski begitu, saya juga turut hati-hati. Karena saya tidak ingin keberadaan saya diketahui oleh orang tua Shyifa. Hanya mereka yang mengenal saya di antara semua tamu undangan.

Bukannya saya ingin memutus tali silaturrahim, hanya saja saya rasa ini adalah salah satu bentuk ikhtiar lain dari usaha saya untuk melupakan. Mungkin suatu saat, jika saya sudah menemukan jodoh saya yang saya mencintainya karena Allah pun dia juga begitu. Saya akan siap untuk kembali menyambung silaturrahim dengan keluarga Shyifa juga dengan Shyifa tentunya.

" Kasihan banget ya istrinya, baru juga nikah udah ditinggal mati."

" Bukan istri kali jeng, kan belum sempat ngucapin akad, sah juga enggak."

" Bener tuh, makin kasihan nggak sih."

" Yah enggaklah, malah bagus atuh. Berarti perempuannya nggak perlu megang status janda, nggak ada masa idah juga."

" Iya bener-bener."

" Tapi tetep aja Bu Minah, ceweknya itu udah digantungin berbulan-bulan. Masa pas udah berharap malah ditinggal selamanya."

" Kamu ni teh, nggak boleh ngomong gitu. Maut kan urusan Allah, yah suka-suka Allah mau ngambilnya pas kapan."

Saya pening sendiri mendengar bisik-bisik gosip dari ibu-ibu yang barusan ikut mengantar jenazah Ahsan ke kubur. Sebenarnya tidak bisa dibilang bisik-bisik juga sih, soalnya suara ibu-ibu itu kedengaran sama saya.

Akhirnya saya memutuskan untuk segera pergi dari sana. Setidaknya, sudah gugur kewajiban saya sebab telah saya penuhi undangan sekaligus ikut melayat jenazah. Tidak ada alasan lain lagi bagi saya untuk tetap tinggal. Saya harus kembali pergi ke Roma. Setidaknya saya lega, ternyata hati saya sudah membaik, lukanya semakin sembuh.

Ternyata, menghadiri pernikahan mantan memang uji nyali dan pembuktian hati yang tepat.

*

*

*

Luv,

ASMARA

ASMARA (Assakinah, Mawaddah, Warahmah) Sekuel CIMI 2Where stories live. Discover now