#13: Saras

138 8 0
                                    

Pagi itu seperti biasa, Shyifa memulai kehidupan normalnya kembali. Dia mulai menulis untuk beberapa majalah dan mengisi berbagai rubrik seputar wanita. Meskipun sudah tinggal di rumah sendiri, kebiasaan lama Shyifa tidak bisa hilang. Dia tetap menyukai menulis di kafe langganannya, yang ada masjid persis di seberangnya.

Karena pagi hari Shyifa punya kesibukan yang berbeda. Yah... kalian tahulah, seperti membuat sarapan, nyuci, beres-beres rumah. Hal itu Shyifa lakukan setelah Ahsan pergi kerja.

" Shyifa saya pergi kerja dulu ya."

" Iya. Fii amanillah."

" Assalamualaikum."

" Waalaikumsalam." Lalu Shyifa segera memberskan bekas sarapan mereka dan bersiap-siap untuk beres-beres. Belum sempat Shyifa beraktifitas langkahnya terhenti karena melihat Ahsan yang masih setia berdiri di depan pintu.

" Kok belum pergi?" Ahsan menggaruk tengkuk belakangnya yang tidak gatal. Dia bingung harus bagaimana. Apakah memang akan sedatar ini pernikahan mereka? Yah... Ahsan cukup sadar diri untuk tidak berharap. Tapi, masa Shyifa sama sekali tidak peka kalau dia menunggu istrinya itu menyaliminya sebelum pergi kerja.

" Ih, ngelamum. Masih pagi kak." Tegur Shyifa membuat Ahsan tersentak. Tahu begitu dia tidak usah berdiri menunggu. Istrinya ini memang batu.

" Ya udah saya pergi."

" Iya pergi aja. Kan harusnya udah dari tadi juga." Ahsan jadi sebal setengah mati mendengar jawaban Shyifa. Dia hanya bisa mengurut dada sambil terus beristighfar.

Shyifa hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Ahsan. Sudah tahu mau terlambat malah berdiri nggak jelas di depan pintu. Memangnya Ahsan mengharapkan apa? Mengharapkan ia menyalim tangannya seperti pasutri pada umumnya? Cih! Mimpi. Shyifa akan berdiri tegak di atas perjanjian yang mereka bikin. Ingat. Mereka hanya akan bersikap layaknya suami dan istri hanya ketika DI DEPAN ORANG SAJA. Camkan itu.

Setelah segala kegiatan yang biasanya dilakukan oleh seorang istri dilakukannya, Shyifa bersiap-siap untuk pergi. Dia memasukkan laptop, booknote, kotak pensil, dan sebuah map file yang sudah disiapkannya.

Saat akan mengunci pintu Shyifa teringat untuk mengabari Ahsan. Tapi entah mengapa Shyifa mengurungkan niat baiknya itu. Buat apa juga? Toh, dia akan pulang sebelum suaminya pulang.

Shyifa menatap manis pada motor matic di hadapannya. Untung saja motor kesayangannya ini sudah beralih hak milik menjadi miliknya. Awalnya, memang kendaraan itu milik mamanya Shyifa. Tapi sekarang motor itu sudah menjadi miliknya, membuat Shyifa merasa semakin bersemangat menjalani hari-harinya.

" Nih anak ke mana sih? Kok nggak pernah muncul lagi ya?" Shyifa terus-terusan memandang ke layar hp nya. Sedari tadi dia sudah menghubungi seseorang yang sudah lama tidak ia temui. Tetapi seperti di telan bumi, Cinta bahkan tidak datang ke hari pernikahannya. Apa dia terlalu sibuk dengan proses taarufnya atau memang Shyifa yang lupa mengundang Cinta? Shyifa segera mengecek story percakapan mereka di WA. Memang tidak semua orang diundang lewat undangan berbentuk cetak. Hanya kerabat dekat saja. Selebihnya dia mengundang sendiri lewat undangan online yang lagi hits.

" Astaghfirullah!" Shyifa menepuk jidatnya saat mengetahui dia sudah cukup lama tidak pernah menghubungi Cinta. Ini pasti karena dia masih syok atas pernikahannya yang terjadi begitu saja. Mood Shyifa jadi down seketika. Banyak yang harus diperbaiki setelah dia menikah. Dia tidak mau pernikahannya ini menjadi tembok penghalang dirinya dengan kehidupan yang sudah nyaman dilaluinya sebelum-sebelum ini.

Drrrtttt....

Sebuah getaran panjang berhasil mengalihkan atensi Shyifa. Dia melihat nama yang tertera di layar ponsel dan segera menggesernya. Shyifa tersenyum lebar saat mendengar suara seseorang di seberang sana.

" Waalaikumsalam Saras." Senyum cantik Shyifa masih setia menghiasi bibirnya di balik niqobnya.

" Bagus ya nikahnya jauh banget."

" Haha... emang nggak ada pembukaan yang lain apa selain itu?"

" Nggak ada. Bener-bener nih anak. Kan aku jadi harus nge JNE buat nganter kadonya."

" Ih, nggak usah repot-repot."

" Apaan nggak usah repot-repot? Harusnya aku tuh ada di sana nemenin kamu. Nganterin kamu waktu bertemu pangeran. Kapan lagi ya kan ngeliat seorang Asshyifa dicium sama laki-laki. Ahay." Shyifa mencebikkan bibirnya sebal. Saras tidak tahu apa-apa perkara pernikahannya dan suaminya itu.

" Gimana malam pertama neng? Pokoknya nggak mau tahu ya, aku bakalan terbang ke Batam kalau ponakan aku lahir." Ya ampun... Shyifa semakin sakit kepala mendengar kalimat ngawur dari Saras. Ponakan dari mana? Shyifa jadi muak membahas tentang pernikahannya.

" Udah deh, jangan ngegoda terus. Situ sendiri begimana? Sudah laku?"

" Sabar dong. Ini juga lagi usaha." Shyifa tersenyum mendengar pengakuan Saras. Setidaknya sekarang Shyifa lebih lega, sebab Saras sudah berada di jalur yang benar.

" Paket aku sama mas Ridho udah nyampe belum sih? Perasaan udah lima hari deh. Di akun olshopnya bilang paket udah sampai di kota kamu."

" Tadi sih belum, mungkin sore ini."

" Kalau udah kabarin ya. Soalnya aku ngasih hadiah yang bagusssss.... banget. Kamu pasti bakalan berterima kasih karena sudah punya sahabat paling pengertian sejagad raya." Shyifa jadi menatap curiga ke layar handphonenya. Ia jadi tidak yakin dengan ucapan Saras barusan.

" Udah dulu ya. Aku udah mau pulang nih."

" Lah, dari tadi masih di tempat kerja?"

" Ho'oh. Kerjaan udah beres kok, cuman lagi nyantai aja sama mbak Layla."

" Mbak Layla mana? Aku mau ngomong. Kangen."

" Yeee.... sama orang lain aja langsung ngomong kangen. Sama sobat sendiri jual mahal."

" Saras..."

" Iya, iya. Mbak Layla lagi di toilet. Udah ah, habis pulsa aku."

" Idih. Siapa suruh nelpon pake operator. Pake WA kan bisa. Emang kantor udah nggak masang wifi lagi?"

" Suka-suka dong. Udah ya. Assalamualaikum."

" Waalaikumsalam." Shyifa tersenyum ke arah hp nya. Hari ini moodnya swing banget. Baru saja dia sedih dan sekarang dia sudah tersenyum kembali.

Kira-kira Saras sama mas Ridho ngasih hadiah apa ya? Shyifa jadi penasaran. Akhirnya dia segera pulang dan mengemasi semua barangnya.

***

Luv,

ASMARA

ASMARA (Assakinah, Mawaddah, Warahmah) Sekuel CIMI 2Where stories live. Discover now