#11: Istri Mandiri

162 16 1
                                    


Minggu pagi. Setelah sholat subuh di masjid Ahsan langsung lari pagi. Olahraga sambil menyapa beberapa tetangga yang mungkin saja juga melakukan aktifitas yang sama dengannya.

" Halo adek." Sapa Ahsan pada salah satu balita yang duduk di sepeda bayi sambil didorong oleh kedua orang tuanya.

" Halo oom." Itu suara ayah balita itu, yang cosplay jadi balita untuk mewakili anaknya.

" Baru di sini mas?"

" Iya bang. Baru pindahan kemarin."

" Tinggal sendiri?"

" Nggak bang. Sama istri."

" Ohhh... duluan mas." Ahsan mengangguk pada salah satu warga komplek di situ. Karena lelah sehabis beres-beres seharian, kemarin Ahsan dan Shyifa belum sempat banyak berkenalan dengan orang di sekitar kecuali dengan tetangga kanan-kiri.

" Mau ke mana bu?" tanya Shyifa yang sedang stretching di depan rumahnya.

" Ke pasar."

" Wah, Shyifa boleh ikut nggak bu?"

" Boleh dong, biar sekalian ibu ada kawannya."

" Sebentar ya bu, Shyifa siap-siap dulu."

" Kita ke pasarnya naik mobil online aja ya."

" Lho, itu motornya?"

" Ibu nggak bisa bawa."

" Kalau gitu Shyifa aja yang bawa bu."

" Kamu bisa?" Shyifa mengangguk mantap. Mungkin mama Alif –tetangga Shyifa- ini meragukan Shyifa karena penampilannya. Tapi tenang saja, Shyifa cukup berpengalaman kalau soal motor metic.

" Kayaknya harus diengkol deh, soalnya udah lama nggak dipake semenjak bapak pergi dinas." Dengan santai Shyifa memasang cagak dua motor itu, lalu mengengkolnya berkali-kali.

" Alhamdulillah," ucap Shyifa dan mama Alif bersamaan. Setelah engkolan ke lima akhirnya motor itu hidup juga. Setelah membaca basmalah, Shyifa mulai melajukan motornya sambil memboncengi mama Alif.

Tin... Tin...

Ahsan kaget dan langsung menyingkir saat sebuah motor melaju ke arahnya. Salah dia juga sih malah jalan di tengah-tengah. Mentang-mentang sepi. Untung saja bubur ayam yang barusan dibelinya tidak tumpah.

Sebenarnya, tadi Ahsan ingin membeli nasi uduk. Tapi sayang, di sekitar perumahannya tidak ada yang jualan nasi uduk. Yang ada hanya bubur ayam. Walaupun Ahsan tahu Shyifa juga suka bubur, tapi nasi uduk jadi list sarapan nomor wahid perempuan itu.

" Assalamualai... kok dikunci?" Ahsan kaget saat pintu rumah tidak bisa dia buka.

" Shyifa... shyifa..." Ahsan mengetok pintu rumah sambil memanggil istrinya. Tapi nihil. Tidak ada satupun jawaban. Karena takut terjadi apa-apa Ahsan coba menghampiri tetangganya.

Pertama dia ke rumah Mama Jennie, tetangganya yang beragama kristen. Tetapi pagar mereka bahkan masih terkunci. Jadinya Ahsan coba ke rumah Mama Alif, tetangganya yang punya tiga anak laki-laki itu.

" Assalamualaikum." Ahsan mengucap salam sambil mengetok gembok pagar. Untungnya memang pintu rumah itu terbuka, jadi sudah pasti tuan rumah sudah bangun.

" Waalaikumsalam, kenapa bang?" itu Alif. Anak pertama dari tetangganya ini. Masih kelas tiga SMP. Tapi lumayan berbaur ke tetangga lainnya.

" Lif, ada liat istri abang nggak?"

" Lah, yang punya istri abang kenapa nanyanya ke Alif?"

" Iya, soalnya tadi abang ke rumah pintunya di kunci. Takut kenapa-napa, mungkin tadi dia ada main ke sini."

" Emang. Tadi kak Shyifa ke sini ambil motor. Kayaknya pergi ke pasar sama mama deh." Ahsan langsung menepuk jidatnya. Jangan-jangan motor yang ngeklakson dia tadi itu istrinya. Shyifa ini lupa apa kalau dia punya suami. Masa setega itu nggak bilang-bilang, mana nggak ninggalin kunci lagi.

" Kenapa bang? Kekunci ya... sini aja main." Alif segera mempersilahkan Ahsan untuk masuk ke dalam rumahnya. Terlihat ruang tamu yang berantakan sekali karena perbuatan Bisma dan Danni, dua adik Alif yang masih di bangku SD.

" Adoh... ini siapa yang naro autobot gue sembarangan!" teriak Alif sambil mengangkat autobotnya yang hampir saja terpijak.

" Bisma bang." Teriak Danni, si bungsu yang masih kelas dua SD sambil berlari ke arah Alif dan bersembunyi di belakangnya.

" Nggak sopan lu ya! Bisma Bisma, panggil gue abang juga." Teriak Danni entah darimana.

" Nggak usah teriak Bisma, ni ada bang Ahsan. Nggak malu ni bocah."

" EGP. Emang gue pikirin!" teriak Bisma tanpa adab sama sekali.

" Wah... minta dikasih sarapan nih anak." Danni hanya tertawa melihat pertikaian kedua abangnya.

" Bang, sorry sorry nih ye. Si Bisma memang nggak ada akhlak, mohon maklum ya bang. Gue nitip Danni dulu nggak papa kan bang?" Ahsan hanya tersenyum canggung.

" Halo bang." Danni segera duduk di samping Ahsan sambil tersenyum manis, menunjukkan deretan gigi ompongnya.

" Iya, halo." Sebagai anak tunggal. Jelas Ahsan tidak pernah merasakan secara langsung kerusuhan yang terjadi di rumah mama Alif ini. Memang dia pernah dengar cerita dari teman-temannya semasa SMA yang selalu mengatakan bahwa mereka lebih sering baku hantam sama saudara sendiri ketimbang sama musuh.

Awalnya Ahsan tidak terlalu percaya hal itu, karena yang dilihatnya mereka hanya sedikit bertengkar ketika mereka tidak sengaja berada di satu tongkrongan. Tidak disangka kalau semua cerita itu nyata. Ahsan menyaksikan sendiri semuanya pagi ini.

Alif, Bisma, dan Danni adalah contoh nyata kalau punya tiga anak itu sepertinya berat. Apalagi kalau laki-laki semua.

***

Luv,

ASMARA

ASMARA (Assakinah, Mawaddah, Warahmah) Sekuel CIMI 2Where stories live. Discover now