I. Tenang

16 5 0
                                    

𝚃𝚘𝚕𝚘𝚗𝚐...
𝙱𝚒𝚊𝚛𝚔𝚊𝚗 𝚠𝚊𝚔𝚝𝚞 𝚝𝚎𝚛𝚑𝚎𝚗𝚝𝚒
•••

Berlarian di rumput dengan kaki telanjang

Merasakan sapuan ombak menggelitik kaki

Membiarkan angin menerpa permukaan kulit hingga dibawanya pergi semua kehampaan ini

Bisa dibilang itulah impian saya selain bahagia. Yaitu bebas

Yang saya maksud tentunya bebas dari sini. Bebas dari gua ini, bebas dari semua keterpurukan ini

Seperti yang saya bilang, gua ini seperti labirin. Sudah delapan menit berlalu sejak kami mulai berdiri dan menyusurinya, namun semua dinding terlihat sama persis

Saya memerhatikan Grey. Pandangannya tenang, seolah-olah tersesat disini tidak lebih dari bermain puzzle tiga kali tiga

"Kamu lelah?"

Lelah?

Iya, tentu saja

Lelah menjalani hidup

Lelah melakukan semua hal

Hingga ingin rasanya saya berhenti

"Mulai lagi"

"Rhea"

Saya menoleh pada Grey yang menatap saya sendu. Oh.. lagi-lagi saya begitu, hanya diam saat ia bertanya

"Maaf"

Saya menatap kaki saya yang dibaluti flatshoes hitam legam. Menghindari tatapan Grey

"Baiklah. Kayaknya aku mulai menerima sifat aneh kamu itu"

Aneh?

Hm, saya memang aneh. Terlalu aneh untuk duduk di bangku sekolah, terlalu aneh untuk hodup layaknya manusia normal, terlalu aneh untuk sekadar berteman

"Kenapa sih kamu selalu diem kalo ditanya?"

Entahlah, terkadang saya lebih suka menjawabnya dalam gumaman. Karena sangat jarang orang lain mengajak saya bicara, karena itu saya juga jarang bicara

"Tuh kan diem lagi"

Saya menatap Grey yang sudah menatap saya pasrah. Seolah-olah ia putus asa dalam mengajak saya bicara

"Maaf"

"Jadi kamu masih kuat gak? Atau mau istirahat dulu?"

"Hm.. masih"

Grey mengangguk dan kembali melanjutkan perjalanan

"Rhea aku mohon.."

"Aku mohon jangan bertingkah gitu lagi"

Deg..

Kenapa?! Apa lagi dan lagi sikap saya mengganggu orang lain?

Apa saya memang terlalu aneh sehingga selalu ditinggalkan?

"Kenapa?"

"Maaf. Saya gak bermaksud gitu, tapi semua orang yang perlahan ninggalin saya dan hal itulah yang buat saya lebih banyak diam"

Saya mulai terisak kecil. Entah kenapa saya merasa sedih dan takut

Apa Grey juga akan meninggalkan saya? Apa saya akan sendirian lagi di gua ini?

"Saya takut kalo saya berbicara, orang-orang akan ninggalin saya lagi"

Saya mengusap air mata pelan. Entah kenapa, perkataan Grey mengingatkan saya pada perilaku orang-orang disekitar saya

Yang menjauhi saya karena saya dianggap aneh

Dibully karena saya lemah

Ditinggalkan karena saya tidak berguna

"Grey"

"Apa saya memang ditakdirkan sendirian?"

Saya bisa melihat Grey menatap saya khawatir. Sorot matanya menunjukkan kekhawatian. Dengan sigap ia mendekatkan diri, menarik kepala saya kedalam dekapannya, mengelus puncak kepala dan punggung saya, mengucap maaf berkali-kali

"Aku mohon jangan bertingkah seperti itu lagi apalagi nangis gini. Aku gak bisa nahan diri, Rhea!"

Kata Grey dengan suara tinggi

"Aku tau kamu merasa sendirian, terpuruk, aku tau!"

"Dengan melihat sikap kamu yang terus berubah dari kecil. Aku ngerasa aku udah gagal, Rhea"

Dari kecil?

Udah gagal?

Maksudnya?

Apa sejak kecil saya sudah bertemu Grey?

Terserah..

Saya tidak ingin memikirkan apapun untuk hari ini. Sekali saja biarkan saya membagi beban ini dengan orang lain.

Sekali saja,

Saya ingin punya tempat bersandar

RiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang