𝙺𝚊𝚖𝚞, 𝚜𝚎𝚙𝚎𝚛𝚝𝚒 𝚍𝚞𝚊 𝚜𝚘𝚜𝚘𝚔 𝚍𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚜𝚊𝚝𝚞
•••"Grey jangan bahas hal aneh-aneh deh" saya mulai melempar kerikil kecil kedalam telaga
"Saya bahagia sekarang. Saya gak mau mikirin hal lain lagi"
Grey mengangguk paham. Dia ikut melempar kerikir kedalam telaga
"Indah ya?"
"Banget! Apalagi ini pertama kalinya saya berenang setelah sekian lama. Saya jadi kangen ayah"
Saya dapat mendengar helaan nafas Grey. Lalu ia menunduk
Apakah saya salah bicara? Kenapa dia tampak sedih?
Apakah dia merasa tersinggung mengenai ayahnya?
Kenapa?!
"Kamu, udah lama gak ketemu ayah kamu ya, Rhea?" Tanya Grey
Saya mengangguk "sejak kecil. Ayah meninggal sejak saya kecil"
Lalu tanpa sadar saya menoleh pada Grey. Menatapnya tepat di retina
"Tapi mata kamu mirip ayah saya"
Anehnya. Dia malah tertawa sambil menjauhkan muka saya yang menatapnya "aneh-aneh aja kamu"
"Ih saya serius loh!"
Hoamn..
Refleks. Saya menguap. Setelah berada cukup lama di gua ini, akhirnya saya merasakan rasa ngantuk
"Kamu tidur aja dulu" kata Grey
Saya mengangguk setuju. Lalu membaringkan diri saya, dengan pahanya sebagai bantal. Dan ia mengelus rambut saya lembut
"Hoamm.. kamu makin mirip sama ayah, Grey"
"Udah.. tidur"
Dan tanpa disadari saya terlelap dipangkuan cowok berkulit pucat ini.
Orang yang hanya pernah saya temui di mimpi, namun seakan sangat dekat dengan saya
Orang yang baru saya kenal, namun seakan dia sudah mengenal saya sangat jauh
Orang yang berhasil membuat saya bahagia. Setelah sekian lama rasa itu hilang
•••
"Gak guna"
Maaf. Saya tidak memiliki kelebihan yang membuat saya berharga
"Berubah, Rhea!"
Maaf...
Maaf karena bodoh
Maaf karena egois
Maaf karena saya tidak peduli
"Sampe kapan kamu mau gini terus?!"
Maaf!
Kenapa saya tidak diterima?
Meski seperti malaikat rupa ini. Tetap saja orang-orang melihatnya sebagai iblis
"Gak bisa selamanya begini! Kamu nyusahin"
Maaf maaf maaf
"MATI!"
"Rhea!"
Saya terkesiap. Nafas saya ngos-ngosan layaknya habis lari naik gunung
Saya menyeka keringat yang mengalir dari dahi ini lalu mengusap wajah
Huh..
Luka psikis
Luka yang ditinggalkan orang-orang disekitar saya. Luka yang menyebabkan saya terjebak. Luka yang menyebabkan saya menderita
Apa saya memang harus mati?
"Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup, Rhea!"
Saya menoleh pada Grey. Bagaimana dia bisa tau isi pikiran saya?
Tangan saya digenggam olehnya. Menghapus jejak semua keringat meski tangan saya sedingin es. Lalu digenggamnya erat
Genggaman bunda..
"Banyak orang mati yang pengin hidup lagi. Demi apa? Demi melihat orang yang disayangnya, demi bertaubat, demi memperbaiki semua kesalahannya selama hidup" Grey mulai berbicara
"Dan dengan mudahnya. Kamu mau mati?!" Suaranya mulai meninggi
Maaf
"Berhenti minta maaf, Rhea. Lakuin! Bangkit!"
Hm..
Benar
Sampai kapan saya ingin tenggelam? Sampai ujung keberapa saya sendirian?
"Gak semudah itu, Grey. Saya-"
"Kamu sudah pesimis sebelum mencoba. Mungkin sulit, but it doesn't mean impossible"
Grey bangkit. Dan ia menarik tangan saya untuk membantu saya ikut bangkit
"Daripada lama-lama disini. Ayo kita jalan lagi, semakin lama disini semakin gak bagus untuk kamu"
Grey berjalan sambil menggenggam tangan saya. Saya mengikutinya dalam diam, sambil memerhatikan jari kami yang saling bertautan
Ini...
Nyaman
KAMU SEDANG MEMBACA
Rise
RastgeleCover by @SeorangSenjaa Ini bukanlah cerita romansa anak remaja Juga bukan cerita persahabatan, keluarga, mistis, horror, fantasy atau apapun itu Tapi ini mengenai saya, yang berusaha mencari jalan keluar dari sini Saya yang sendirian, terpuruk...