P. Stay, please

27 5 0
                                    

𝙺𝚊𝚛𝚎𝚗𝚊 𝚍𝚒𝚊...
𝙱𝚎𝚛𝚑𝚊𝚛𝚐𝚊
•••

Sebentar lagi, bunda berulang tahun

Saya memang tidak mengetahui tanggal. Karena saya terjebak di gua gelap ini tanpa ponsel ataupun kalender

Yang saya ingat, sebentar lagi bunda berulang tahun

Ulang tahun

Apa yang pertama kali terlintas dipikiran kalian yang membaca, kala mendengar kata 'ulang tahun'

Kue dan kado?

Ucapan selamat ulang tahun?

Pelukan?

Hm... pelukan

Saya jadi merindukan pelukan orang tua saya.

Saya pernah bilang, saya membenci mereka

Benar, saya tidak bohong

Namun sebenci apapun, sejahat apapun. Mereka tetap orang tua saya

Saya membenci, karena ayah pergi dan bunda berubah. Namun hati terdalam saya tidak pernah mengatakan benci

Huh...

Mulut memang penembak

"Rhea, kamu mau cerita?"

Saya menoleh. Menatapnya, Grey. Cowok yang telah menemani saya di gua ini, dan penentu arah bagi saya untuk keluar

Saya berhenti, membuatnya yang sedang menggenggam tangan saya ini juga ikut menghentikan langkah

Saya menatap kupluk hitam yang dipakainya. Lalu kaki ini menopang dengan jari, saya berjinjit untuk mengambil kupluknya dan memakaikannya di kepala saya, lalu tersenyum

"Saya pinjam ya?"

Grey ikut tersenyum dan menepuk kepala saya yang dibaluti kupluk hingga kupluk tersebut turun menutupi mata saya

Saya segera membenarkannya dan menepuk bahunya sedikit kesal sementara ia hanya tertawa

"Kamu cocok dengan kupluk itu"

Entah itu pujian atau sekadar pernyataan, namun hati saya menghangat mendengarnya

Kali ini, saya mengamit tangannya dan berjalan mendahuluinya

"Kali ini, saya yang jalan didepan!" Seru saya

Namun secara tiba-tiba, Grey melepas tautan tangan kami. Saya menoleh padanya dengan tatapan bingung seolah bertanya 'kenapa?'

"Jalan duluan aja. Biarin aku dibelakang, ngawasi dan perhatiin kamu"

Degg

•••
"Ayah! Rhea mau kesitu ayo temenin!"

Rhea kecil tampak sangat antusias ketika diajak ketaman oleh ayahnya. Ia berlari sambil menarik-narik tangan ayahnya

"Rhea. Ayah gak kuat lari-lari. Kamu jalan duluan aja. Biarin ayah dibelakang, ayah bakal ngawasin kamu"

•••

Kata-kata yang hampir sama dengan perkataan ayah beberapa tahun lalu

Entah kenapa saya tidak bisa melupakannya

"Rhea?"

Saya tersadar kembali kala Grey menjentikkan jarinya didepan muka saya

"E-eh kenapa?"

"Ada yang mau diceritakan?" Tanya Grey sambil menatap saya khawatir padahal tiada sedikit goresan pun mengenai saya

Saya menggeleng kaku

"Kamu.."

Saya menelan ludah sebentar. Rasanya tenggorokan saya tercekat. Telunjuk saya terangkat mengarah pada Grey

"Kata-kata kamu mirip ayah"

Pandangan Grey berubah

Oke entah ini perasaan saya saja. Atau Grey memang terlihat sedikit sedih?

Grey menghela nafasnya dan mengajak saya berjalan beriringan dengannya

"Yaudah jalannya disamping aku aja. Biar kamu gak sedih inget ayah kamu terus"

Saya masih menatap Grey

"Tapi kata-kata kamu memang mirip ayah. Kenapa kamu ngomong begitu?" Tanya saya penasaran

"Aku gak tau, Rhea!"

Saya diam. Suara Grey meninggi beberapa oktaf lebih tinggi dari biasanya

"Aku gak tau kenapa aku ngomong begitu dan aku gak bermaksud mengulang perkataan ayah

"Kamu selalu bilang. 'Kamu mirip ayah, Grey' 'kamu mirip bunda, Grey' dan jujur aku muak, Rhea!"

"Kenapa aku selalu disamakan dengan orang tua kamu?"

Dalam kalimatnya yang terakhir. Suara Grey kembali merendah, sorot matanya sayu

Ia terlihat..

Sedih?

Lelah?

Kesal?

Maaf Grey. Karena sudah berjuta-juta lebih detik berlalu sejak saya tidak melihat mereka

Dan tanpa sadar. Saya menyamakan mereka dengan kamu

Maaf

Saya hanya terlalu rindu tanpa bisa berbuat apa-apa

Karena ayah selamanya sudah pergi. Dan bunda yang hatinya jauh meski raganya dekat

Karena hati ini lelah

Setelah sekian lama tidak merasakan bahagia dengan orang tua, saya kembali merasakannya dengan mu

Kamu spesial, seperti orang tua saya

Karena itulah tanpa disadari. Saya menyamakan kamu

Maaf

Sedetik kemudian, saya mendekat kearahnya dan memeluknya erat

Membiarkan air mata ini tumpah dikaus nya. Membiarkan dia melihat kembali betapa menyesalnya saya, hanya dengan menyamakannya.

Saya menangis, terisak

Entah kenapa, perkataannya dan sorot matanya membuat saya takut

Takut jika ia pergi. Seperti yang sudah-sudah

Namun ketika ia melingkarkan tangannya disekitar saya, menyelimuti saya dikeheningan dan kegelapan ini. Saya lega,

Setidaknya kali ini, ada orang yang tidak meninggalkan saya

RiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang