TIGA
Sepanjang perjalanan menuju rumah Vela hanya suara deru motor yang mengisi kesunyian dimalam yang lumayan sepi. Di tambah rintik rintik hujan juga ikut membut suasana semakin hening dan terasa dingin. Vela yang berada di boncengan Pino menggigil dingin dan bibirnya bergetar dan berwarna biru. Pino juga sama halnya dengan Vela, sama sama merasa dingin.
Sekarang sudah pukul 8 malam, membuat Vela semakin risau dibelakang Pino. Seharusnya Vela pulang dengan supir yang selalu mengantar dan menjemputnya pulang setiap hari, tapi Pino menyuruh supir itu pulang duluan, mengingat Vela yang masih pingsan.
Vela sangat takut sekali, takut akan kemarahan dan hukuman yang akan diterimanya nanti karena telah pulang larut malam. Walaupun dengan alasan yang sangat masuk akal dan logika, tetep saja ke dua orang tuanya tidak bisa mengerti.
Pino merasakan pelukan di pinggangnya semakin erat menunjukan bahwa Vela sangat kedinginan.
"Velaaa.."Panggil Pino
"Iyah...Pino" Sahut Vela lirih.
"Kamu tahan yah! Sebentar lagi nyampe. Kamu pegang yang erat lagi, aku mau ngebut" Ucap Pino dengan nada yang tinggi karena suara deru motor.
Vela tidak membalas ucapan Pino dan melakukan instruksi dari Pino agar memeluk lebih erat lagi.
Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit akhirnya Vela sampai di rumahnya. Vela turun dari motor dengan gemetar. Gemetar karena dingin yang dirasakannya menusuk kulitnya dan gemetar karena ketakutannya kepada kedua orang tuanya.
Pino hanya memperhatikan Vela dalam diam dengan tatapan iba. Melihat Vela yang jalan dengan lunglai, Pino memapah Vela kuat.
"kamu jangan takut ! ada aku, aku bisa bela diri, kalau kamu lupa." Ucap Pino menenangkan Pino sambil memeluk erat pinggang Vela yang kedinginan.
Vela tersenyum tipis mendengar ucapan Pino. Vela merasa beruntung memiliki Pino dalam hidupnya.
"iyah, makasih, No" balas Vela tulus
Vela melangkah dengan berat hati menuju pintu rumahnya. Jantungnya berdetak dengan cepat. Nafasnya tersengal sengal, sungguh Vela tidak ingin mendapatkan hukuman seperti dulu lagi. Itu mengerikan dan menyakitkan perasaan Vela.
Vela merasa tangannya basah karena keringat yang tidak henti hentinya keluar sedari tadi. Keringat karena suhu tubuhnya yang semakin panas di tambah dengan keringat dingin karena akan menghadapi kedua orang tua serta kakaknya.
"Velaa...."panggil, Pino karena, Pino merasakan basah telapak tangan Vela.
"Kamu sakit, kita ke rumah sakit dulu. Aku akan meminjam mobil papa mu atau kita naik taksi saja" Kata Pino khawatir melihat Vela yang semakin menggigil dan gemetar.
Vela hanya mampu menggelengkan kepalanya.
"Tapiii, kamu sakit Vela. Lihat wajah mu pucat" Kata Pino lembut dan terselip nada yang begitu khawatir dari suaranya.
Vela tetap menggeleng
"Aku tidak apa apa. Tenanglah!" Ucap Vela untuk meyakinkan Pino.
Pino tidak bisa berkata kata lagi, karena mengingat sifat Vela yang tidak bisa dipaksa.
Vela dan Pino telah berada tepat didepan pintu rumah Vela. Vela tidak berani dan sanggup untuk sekedar mengetuk pintu. Pino lah yang mengetuk pintu.
"Assalamuallaikum... Tante Om.." Panggil Pino sambil mengetuk Pintu didepannya.
Vela menahan napasnya karena dia takut sekali, takut kejadian dulu terulang lagi. Tidak ya Allah, batin Vela menjerit takut.
Tidak berapa lama pintu pun di buka dari dalam. Terlihat lah kedua orang tua Vela yang raut wajahnya tidak bisa ditebak oleh Vela maupun Pino.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pelindung (TAMAT)
RomansaLAPAK DEWASA 21+ 28-18-2019-rabu SINOPSIS CERITA SANG PELINDUNG Di bedakan dan di bandingkan dengan saudarimu itu sangat sakit, menyesakan dada dan membuatmu minder. Apalagi di abaikan dan hanya perhatian pada salah satu anaknya saja...