Part 7

17.2K 1K 57
                                    


Pagi ini, aku sudah mengemasi barangku ke dalam ransel. Aku akan pergi bersama tim untuk shooting di luar kota.

Walau seberat apapun cobaan hidup yang kurasakan saat ini, tapi aku harus tetap berusaha menatap matahari. Tanggung jawab sudah ku pikul. Dan aku harus menjalankannya.

Sebenarnya, hati ku kian resah. Tamu bulanan ku belum datang menurut jadwalnya. Berharap, ini bukan pertanda buruk.

Aku menggendong tas ranselku hingga sampai di kantor. Ku lihat, teman-teman sudah berkumpul disana.

Tak lama, Randy dan Robin pun muncul. Mereka berdua yang akan memandu acara kali ini.

Sungguh sial! Batinku. Hubunganku dengan Randy sedang tidak baik, di tambah lagi harus mengahadapi si kampret Robin. Ini mengerikan!

Aku hanya diam saja di sepanjang perjalanan kami. Baik di mobil, maupun di pesawat, aku tetap diam. Mengurusi pekerjaanku, mengabaikan Randy yang tampaknya biasa-biasa saja.

Tapi, apa yang terlihat sering akan terasa mencolok saat tak di lakukan.

"Lo kenapa, Cil?" Tanya mbak Suri.

Saat ini, kami berada di mobil menuju tempat kami akan mengambil gambar. Dengan Randy yang menyetir mobil. Ya, dia memang yang paling bisa di andalkan.

"Emangnya kenapa, mbak?" Gumam ku tak bersemangat.

"Diem mulu. Nggak kaya biasanya." Komentar mbak Suri.

"Ah, perut aku lagi nggak enak mbak. Mungkin karena mau dapet." Ucapku berbohong. Tidak mungkin aku berkata bahwa aku sedang bermasalah dengan Randy.

"Oh, gue ada obat untuk yang begituan. Lo mau nggak?" Mbak Suri menawarkan.

Aku tidak mungkin menolak. Kalau aku menolak, tentu saja akan ketahuan bohongku. "Ah, iya mbak." Jawabku.

Mbak Suri mencondongkan tubuhnya ke depan. "Bin, minta kotak obat itu." Ucap mbak Suri kepada Robin.

Robin pun menyerahkan kotak itu kepada mbak Suri. Kemudian, mbak Suri mengambil obat yang ia maksud. Dan memberikannya padaku.

Aku menerima obat itu dan ku simpan. "Aku makan entar aja mbak, setelah makan." Ucapku dan mbak Suri langsung mengangguk.

"Siapa yang sakit?"

Dengan mendengar suara Randy saja, mampu membuat jantungku bergemuruh dengan gusar.

"Ini, si Kecil sakit perut." Jawab mbak Suri.

"Sakit lo Cil?"

Aku menggeram dalam batinku. Apa dia tidak punya perasaan?! Kenapa dia bisa sesantai itu? Bisa tidak dia tidak mengajakku berbicara.

"Iya." Jawabku singkat.

"Lo udah kecil, sakit pula. Makin kecil lah tuh badan!" Umpatnya.

Aku hanya mendesis tidak peduli. Suaranya bagai dengungan suara lalat di telingaku. Aku juga membiarkan semua orang tertawa dan berkata-kata saling membalas. Sungguh, aku sangat tidak peduli.

Tak lama, mobil berhenti di sebuah padang luas dan kosong. "Nanti mendaratnya di sini kan?" Tanya Randy menoleh ke belakang.

"Iya, disini." Jawab mas Rafiq pemandu jalan kami.

"Yaudah, turun lo Cil." Perintah Randy.

"Ha?!" Tentu saja aku langsung terlonjak kaget. "Maksudnya, aku nunggu disini sendiri?" Tanyaku tak percaya.

"Iya, lo turun disini." Jawab Randy tak berperasaan.

Lidahku terasa kelu. Kemudian aku menoleh kearah mbak Suri.

Rembang Si Reba (Celebrity Mistress)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang