LIMA

18.9K 994 31
                                    

LIMA

Mata yang tertutup rapat itu terlihat mengerjap kecil, membuat seorang wanita parubaya yang menungguinya sedari tadi menahan nafasnya kuat.

Harap-harap cemas, apakah sang tuan akan segera bangun dari tidurnya? Mengingat sedari satu jam yang lalu ia menunggu tubuh tak sadar tuannya, mata itu selalu mengerjap kecil, tapi tidak kunjung membuka matanya, hanya mengerjap lalu kembali tenang, mungkin tertidur atau pingsan, wanita parubaya itu tak tau.

Tapi, erangan kecil berhasil lolos dari mulut sang Tuan kali ini, membuat wanita parubaya itu semakin dekat menempel di ranjang pesakitan Hans lalu menatap cemas kearah wajah yang terlihat meringis sakit saat ini.

"Tuann?"Panggil Bi Rani cemas.

"Engh...sakit..."bisik suara itu lirih.

Tanpa membuang waktu sebagaimana di intrusksiksn oleh dokter dan kedua orang tua, tuannya, Bi Rani dengan segera memencet tombol merah untuk memanggil dokter agar segera memeriksa keadaan tuannya.

"Sakit...."

"Alhamdulillah. Den Hans sudah sadar."Bi Rani mengelus dadanya penuh syukur.

Akhirnya, setelah sekian jam anak majikannya tak sadar, saat ini sudah sadar.

Hans terlihat bingung, ini bukan kamarnya. Dan...aroma yang sangat Hans benci menyapa dengan kejam indera penciumannya saat ini, bau obat-obatan, membuat Hans tersadar dengan cepat bahwa ia berada di rumah sakit saat ini.

Tiga detik, mata Hans melotot lebar di saat ingatannya berputar tentang kejadian tadi malam, dan tadi.

Seketika wajah meringis menahan sakit yang terbit di wajah Hans tadi, berubah menjadi raut sedih, cemas, dan khawatir.

Hans sedih, adik yang ia sayangi dengan tega menusuknnya. Tapi, tapi, ini tidak sepadan dengan apa yang Jessy dapatkan dari perlakuan laknatnya. Hans menggeleng kuat. Seharusnya ia mati saja tadi. Sial!

Cemas, dan khawatir di rasakan Hans juga saat ini , Hans takut kedua orang tuanya tau tentang hal yang menimpa Jessy, terlebih Hans sangat takut pada kakaknya Raja. Hans menggeleng cemas. Kedua orang tuanya bisa mati karena serangan jantung. Tidak, tidak! Tidak boleh ada yang tau!

"Jessy mana, Bi?"Tanya Hans khawatir kearah Bi Rani.

"Jangan gerak dulu, Pak. Nanti jahitannya terlepas."Ucap Dokter yang baru saja masuk dengan kedua perawat yang mengikutinya dari belakang.

Bahkan dokter parubaya itu melangkah tergesa menuju Hans, Hans yang terlihat ingin turun dari ranjangnya.

Mana Jessy, Bi?"Tanya Hans lagi masih dengan suara cemasnya.

"Tenang, Den. Jangan banyak gerak dulu."Ucap Bi Rani lembut.

Tangan keriput, dan kasarnya mengelus lembut telapak tangan Hans yang tengah menggenggam khawatir tangannya saat ini, khawatir akan keadaan Jessy.

Hans sudah Bi Rani anggap sebagai anak sendiri. Hans baik, sopan, selalu hormat pada mereka yang bekerja di rumah orang tuanya walau posisi mereka hanya sebagai pembantu, Hans juga diam-diam selalu memberinya uang apabila anak itu mendapat rejeki lebih walau Bi Rani tidak tau apa pekerjaan Hans.

"Bapak baring lagi, ya."Ucap Dokter itu lembut sembari membantu Hans berbaring lagi di atas ranjangnya.

Hans menurut, karena tubuh bagian dadanya terasa berdenyut sakit saat ini. Sakit, dan perih sekali. Hans memejamkan matanya pedih, tapi sakit fisik yang ia rasa saat ini lebih sakit adiknya Jessy.

"Alhamdulillah, keadaan bapak sudah stabil. Tekanan darah bapak juga normal. Bapak kehilangan banyak darah tadi, untung banyak stok darah yang tersedia di rumah sakit ini."Ucap Dokter itu lembut setelah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap Hans.

BASTARD BROTHER! (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang