15

11.9K 941 161
                                    

Hans melempar kasar semangkuk bubur yang telah ia buat susah payah untuk jessy di atas lantai kamarnya yang bersih. Bubur yang ia buat susah payah barusan berhamburan mengenaskan di atas lantai dengan beling-beling kaca yang menghiasi disekitarnya.

Hans terlihat menjambak rambutnya kasar dengan wajah yang merah padam, dan rahang yang mengetat menahan amarah yang besar.

"Sial! Kamu bukan tipe wanita pembangkang, Jessy!"Ucap Hans kesal.

Bagaimana tidak, diatas ranjangnya yang besar, sudah tidak ada Jessy di sana. Kamarnya terasa hening, dan sepi. Pintu kamar mandi juga terbuka lebar di depannya sana.

Hans mengambil ponsel yang ia simpan di atas nakas. Mencari nomor Jessy secapatnya mungkin untuk ia hubungi, tapi dengan sialanya nomor Jessy malah tidak aktif saat ini.

Jessy benar-benar keterlaluan! Ponselnya tadi aktif, dan sepertinya wanita itu sengaja mematikan ponselnya saat ini. Membuat amarah semakin menguasai jiwa Hans saat ini.

"Dasar wanita bodoh! Adik bodoh!"Umpat Hans kesal dengan kedua tangan yang masih mejambak kasar rambutnya, untuk sedikit menyalurkan rasa kesal, dan amarah yang melandannya sampai puncak tertinggi saat ini.

Hans peduli, dan sangat sayang pada adiknya. Ini siang bolong, dan adiknya yang bodoh itu malah keliaran di luar sana dalam keadaan yang masih lemah, dan sakit. Matahari memancar seakan tengah marah di luar sana, panasnya sungguh mengengat, dan adiknya Jessy malah dengan ah, sialan!

Tanpa membereskan terlebih dahulu kekacauan yang dibuatnya barusan, Hans mengulurkan tangannya kasar kearah nakas lagi, mengambil tak sabar kunci mobilnya lalu segera keluar dari kamarnya untuk mencari Jessy.

****

Jessy duduk di pinggir troatoar dengan menyedihkan! Nasib sial sepertinya tengah menimpanya saat ini.

Jessy tidak membawa dompetnya. Jessy juga bahkan tidak sempat mengganti pakaian yang di kenakannya saat ini. Pakaiannya sangat, ah membuat orang-orang yang lewat menatap dua kali kearahnya.

kaos kebesaran kakaknya hanya mampu melindungi tubuhnya hanya sepahanya saja. Kedua pahanya yang putih bersih tereksepos begitu menggiurkan untuk kaum laki-laki yang berada atau yang lewat di sekitar Jessy.

Jessy duduk dengan sangat tak nyaman di bawah pohon kecil yang hanya bisa melindunginya sedikit dari paparan sinar matahari. Ia sudah berada dalam jarak yang lumayan jauh dari apartement kakaknya.

Tapi, sialanya! Sudah hampir sepuluh menit, tidak ada taksi yang lewat satu'pun! Jessy ingin menghubungi grab, taksi, tidak bisa. Ponselnya mati karena kehabisan baterei.

Perutnya di bawah sana, perlahan tapi pasti terasa sakit bagai di tusuk-tusuk benda tajam saat ini . Bahkan beberapa kali dalam jarak yang dekat, perutnya bunyi berkali-kali . Jessy sangat lapar, dan sangat haus. Kedua tangannya juga terlihat menekan lembut perutnya berharap rasa sakit, dan lapar uang di rasakannya bisa sedikit berkurang saat ini, wajahnya menampilkan ringisan sakit, dan wajahnya juga terlihat sangat pucat.

"Kumohon, kamu jangan kenapa-kenapa di dalam sana."Bisik Jessy lirih dengan kedua mata yang telah memejam lemas. Jessy takut, calon anaknya di dalam sana kenapa-kenapa atau malah...

ah, tidak! Jessy menggeleng keras. Anaknya harus baik-baik saja, dan sehat di dalam sana.

Tangannya dengan lemas, mengelus memutar perutnya di balik kaos yang di kenakannya. Sampai sebuah suara berat seorang laki-laki menyapanya dalam jarak yang sangat dekat. Dekat sekali sampai hembusan nafasnya yang panjang, dan panas dapat di rasakan oleh telinga, ah bahkan seluruh bagian samping kiri wajah Jessy.

"Ini minum'lah..."

Jessy reflek membuka kedua matanya yang terpejam erat dengan cepat, dan menoleh spontan keasal suara yang begitu berat, dan jantan yang baru saja menyapa indera pendengarnya.

Jessy terlihat meneguk ludahnya susah payah. Kedua manik coklat teduhnya menatap dalam kearah wajah laki-laki yang sangat ah, tampan dengan wajah khas orang asingnya.

"Ambil'lah minuman ini."Ucap laki-laki itu sekali lagi. Masih dengan sebelah tangan yang mengulurkan sebuah botol minuman tanggung tepat di depan wajah Jessy.

Tanpa kata, Jessy mengambil minuman itu, dan membuka tutupannya tak sabar, meneguk minuman itu berkali-kali, dan hanya menyisakannya sedikit.

"Boleh aku memegang, dan melihat telapak tanganmu?"Jessy yang ingin menutup botol minumanya, sekali lagi reflek menoleh keasal suara, di saat suara datar, dan berat itu menayapa kembali dengan telak indra pendengarannya dalam jarak yang sangat-sangat dekat dengan wajahnya.

Jessy terlihat menahan nafasnya kuat. Kepalanya mengangguk kaku tanpa kata.

Laki-laki asing yang berada di depan Jessy terlihat yersenyum misterius.

"Kalau begitu, ulurkan tanganmu!"perintahnya tegas, masih dengan senyum misterius yang tersungging begitu indah di kedua bibir tipisnya yang berwarna coklat pucat, kedua sinar matanya juga menampilkan sinar penuh misteri di dalam sana. Membuat Jessy sekali lagi terlihat meneguk kasar ludahnya.

Jessy, seakan di hipnotis, dan tanpa kata menglurkan tangannya kearah laki-laki itu.

"JESSY!"Teriak suara itu marah, membuat Jessy dengan spontan mengambil uluran tangannya sebelum tanganya sempat di pegang, dan lihat oleh laki-laki itu, menyimpan cepat di atas kedua pahanya, dan reflek menoleh dengan takut-takut keasal suara.

Demi Tuhan, itu suara kakaknya. Dan oh astagaa...wajahnya kakaknya terlihat merah padam di sana.

Jessy meneguk ludahnya kasar, dengan kedua lutut yang bergetar kecil. Jessy menoleh kearah laki-laki asing yang baru saja memberinya minuman, dan ingin melihat serta memegang telapak tangannya.

Mata Jessy membelalak.

"Kemana laki-laki itu?"Gumam Jessy sambil melirik kearah kiri, kanan, ke belakang bahkan ke depan sana.

Tidak ada laki-laki itu. Laki-laki tampan dengan wajah khas orang asingnya tidak ada di dekat atau di sekitarnya saat ini. Laki-laki itu, hilang tanpa jejak dalam waktu seperkian detik di samping Jessy.

Apakah dia malaikat?

13-10-2019-16:10

BASTARD BROTHER! (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang