3 - Kehabisan Waktu

642 57 2
                                    






















"Sebab celakanya
kita pikir kita masih punya banyak waktu."














***

Asher : "Sejak kapan lo suka Riby?"

Dari sekian banyak hal yang gue takutin di dunia ini, bertemu dengan dokter bukan termasuk salah satunya.

Dulu.

Sepupu gue dari Papa, Bumi, dia dokter.

Tante gue, istri adiknya Papa juga dokter.

Gak ada alasan buat gue takut bertemu dengan seseorang yang berprofesi seperti mereka terlebih gue gak punya fobia dengan jarum suntik atau darah. Cuma gak tau kenapa rasanya takut aja.

Bukan takut yang mengarah ke lo takut di 'apa-apa' -in tapi takut dengan apa yang akan mereka katakan. Takut dengan sesuatu yang akan menghancurkan harapan lo bahkan sebelum harapan itu terwujud.

Sejak hari itu.

Sejak gue tau kalau di dunia ini benar-benar gak ada yang abadi termasuk manusia.

Tapi sayangnya kita sebagai manusia kadang lupa dan percaya bahwa kita akan hidup selamanya.

Meskipun tidak ada satupun dari kita yang tahu selamanya itu sampai kapan.

Apakah sampai kita memiliki segalanya di dunia ini lantas terdefinisi sebagai orang yang bahagia.

Apakah sampai kita menjadi seseorang yang membuat orang lain iri dengan kebahagiaan yang kita punya.

Apakah sampai kita menua bersama orang-orang yang kita sayangi.

Atau apakah sampai kita bisa melihat orang yang kita sayangi bahagia meskipun tanpa kita di sampingnya.

Bagi dia, selamanya itu yang terakhir.

Sedangkan bagi gue, selamanya itu gak ada.

Gue sampai di lorong ini, lagi, tepat jam 8 malam.

Hari Sabtu Jakarta sedikit kehilangan keramaiannya jadi jam segini gue udah bisa ada di sini dengan jiwa yang rapi tanpa kehilangan tenaga kayak biasanya akibat saling maki-memaki bersama pengendara lain di jalanan.

Dan tepat saat gue mau membuka pintu seseorang dari dalam lebih dulu melakukannya.

"Lho, Ash? Ngapain?"

Alana dan wajah lelahnya menutup pintu pelan untuk kemudian berdiri di hadapan gue.

"Pulang gih,"

"Hah?"

Dia menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga sementara dahinya mengkerut bingung.

"Gue denger kerjaan tim lo lagi banyak-banyaknya."

"Oh, haha. Iya sih, tapi tenang masih bisa gue handle kok."

Gue terkekeh.

Mungkin ini kali yang membuat lo perlu mengenal seseorang sejak lama jadi ketika mereka gak berkata jujur sama lo, lo tau.

"Seantero DM gak ada yang gak tau kalo apapun kerjaannya pasti bisa lo handle," Gue menjeda ucapan gue untuk mendengarnya terkekeh seolah gak percaya dengan apa yang gue omongin.

"Tapi badan lo bisa gak nge-handle kondisi lo? Hati lo terutama."

Dan dia diam, menatap gue dalam.

SEBUAH TANYA ✔ SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang