19 - Kembali Pergi

86 20 0
                                    





































"Sebab celakanya kita pikir kita masih punya banyak waktu."









***

Asher : "Mungkin ada yang kurang di diri gue."

Menurut gue, keluarga gue dari Papa terhitung sebagai salah satu keluarga besar yang solid dengan tingkat kepedulian tinggi. Sampai kadang hal-hal gak penting sekalipun yang sebenarnya gak perlu diketahui oleh banyak orang bisa jadi konsumsi se-keluarga besar untuk kemudian menjadi topik perbincangan di pertemuan rutin keluarga.

Biasanya yang jadi langganan untuk dievaluasi sama keluarga besar adalah anggota keluarga yang udah masuk di umurnya buat jadi orang benar (baca : dewasa) kayak Mas Aska dulu sebelum dia akhirnya nikah, Bumi yang lebih memilih pacaran sama profesinya, Sean yang hampir tiap hari ganti cewek, Cleo yang masih jomblo, Clark yang masih betah pacaran selama bertahun-tahun, dan gue yang jomblo juga.

Ada aja topik yang diangkat yang kadang bikin kita males buat ikutan acara kumpul keluarga dan memilih buat mangkir kalo gak ingat ada Kika dan Nina yang harus kita hormati.

Kalau kata Iyo, "Gue lebih baik di-ghibah-in satu keluarga karena jomblo sejak lahir daripada dicoret dari daftar penerima warisan."

Tapi meskipun begitu gue bahagia bisa lahir lalu tumbuh dan dibesarkan di keluarga yang menyayangi gue apa adanya, gak menuntut gue untuk jadi seperti apa, gak memaksa gue untuk mengikuti siapa, disaat anggota keluarga gue yang lain mungkin mengalami hal yang sebaliknya.

Mama sama Papa selalu ada buat gue dalam keadaan apapun, senang, sedih, suka, duka, mereka ada di samping gue. Mereka selalu membiarkan gue jadi apa yang gue mau terlepas dari kekhawatiran mereka yang kadang bikin gue sadar diri buat gak bikin mereka terluka.

Kayak dulu misalnya, ketika gue ingin mengikuti jejak Papa buat jadi seorang pilot.

Gue yang sejak masih SMP udah yakin sama cita-cita itu dan mengutarakannya ke mereka merasa semakin yakin saat melihat tanggapan Mama dan Papa yang seolah setuju dengan pilihan gue itu. Untuk kemudian tau bahwa setelahnya Mama seringkali menangisi gue saat gue udah terlelap karena takut gue akan seperti Papa yang harus dipaksa penisun dari pekerjaan impiannya karena cidera.

Sejak saat itu gue tau kalo gue gak bisa mengejar apa yang jadi impian gue karena akan ada orang-orang yang terluka nantinya.

Dan daripada melukai orang-orang yang menyayangi gue, gue lebih memilih buat terluka sendirian.

Sekalipun gue akan jadi orang paling egois untuk mereka.

Lantas kemudian Riby ada dengan segala perspektifnya.

"Sesekali jadi egois gak apa-apa kok. Lo berhak jadi egois."

Gue menatapnya lekat dan sama sekali gak menemukan kepalsuan di matanya.

Lantas ketika hening mengisi jeda gue menjatuhkan rokok kesekian yang gue hirup dalam setengah jam terakhir untuk meraih kedua tangannya dan menggenggamnya hangat.

"Kalo keegoisan gue bikin orang lain sakit hati gimana?"

"Ya itu urusan mereka. Siapa suruh baper."

Gue terkekeh.

Riby dan caranya bicara yang selalu penuh keyakinan.

Riby dan bagaimana dia balik menggenggam tangan gue erat.

SEBUAH TANYA ✔ SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang