15 - Dari Awal

83 20 1
                                    




















"Sebab bagi beberapa orang memulai dari awal adalah cara untuk melupakan luka,"












***

Asher : "I wanna fall in love with you again."

Sekarang gue mengerti, kenapa beberapa orang memilih menyembunyikan emosi daripada meluapkannya. Karena ketika itu terjadi kita gak bisa memastikan apakah ada perasaan seseorang yang tersakiti apakah ada hati seseorang yang terlukai.

Sebab ketika emosi terlanjur meluap, semuanya keluar tanpa bisa kita kendalikan.

Rasa kesal, amarah, bahkan yang tersimpan paling lama sekalipun ikut menyeruak ke permukaan.

In the end we have no choice but to control ourselves and let it go out.

Sampai benar-benar selesai dengan sendirinya.

Tapi lantas ketika itu benar-benar selesai rasa bersalah bergantian muncul karena atas kelegaan yang kita dapatkan ada perasaan seseorang yang harus terlukai.

Ini yang lagi gue rasain sekarang.

Sejak kemarin siang, sejak gue meninggalkan Riby karena perasaan gue yang terlanjur kacau gak ada sedetikpun gue gak memikirkannya.

Ditambah hari ini dia gak masuk karena harus ke kampus ngurus skripsi dan selama jeda waktu kita gak ketemu gue sama sekali gak menghubunginya karena masih kacau (dibaca : bete).

Berasa jadi ABG lagi. Tapi ya perasaan kan gak memandang lo masih ABG atau udah dewasa terlebih soal urusan yang menyangkut hati dan perasaan.

"Jadi besok ya, gue sama tim berangkat."

"Kemana?"

Mendadak seisi ruangan rapat hening. Dan pas gue nengok kanan-kiri, mereka pada ngeliatin gue.

Tara, Shaloom, Kai, Ray, Ias, Ken, Iyan.

Yang bikin gue berdeham kaku sebelum membenarkan posisi duduk gue jadi lebih tegap.

"Lo masih hangover?" Tara menatap gue dengan dahi yang mengkerut.

"Enggak lah,"

Ya iya sih semalem gue minum tapi gak sampe teler juga.

"Bapak...sakit?"

"Enggak Sha,"

Ini lagi Shaloom, perasaan akhir-akhir ini dia nanya mulu ke gue kalo gak 'Bapak sakit?' ya 'Bapak baik-baik aja?' padahal gue sehat walafiat begini.

"Eling lo, ngelamun mulu ntar kesambet setan semangka."

"Hey, watch your mouth ya!"

"Hahaha."

Si Kai malah godain Ias.

Belom aja tuh mereka digeplak Ray dan bener kan, tapi kali ini Iyan yang sedetik kemudian dengan tangannya yang penuh tato menggebrak meja sampe fokus gue teralihkan padanya.

"Maneh teh lamun rek ngalamun ulah miluan rapat."

(Lo kalo mau ngelamun jangan ikutan rapat)

Lah mendadak Sunda dia.

"Anjai udah kayak orang Bandung gak gue? Bhahaha."

Yang lain pada ketawa cuma gue yang diem. Gak ngerti soalnya. Tapi perasaan gue tiba-tiba jadi gak enak aja.

SEBUAH TANYA ✔ SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang