21 - Tanpa Kata

82 20 4
                                    































"Sebab katanya orang yang pendiam justru memiliki banyak kata untuk diucapkan. Hanya saja dia memilih bungkam karena barangkali satu katanya akan menyakiti banyak orang."

















***

Riby : Percayalah.

Gak ada hal yang bisa gue lakukan selain diam dan bingung.

Diam bukan karena gak ada yang ingin gue katakan melainkan terlalu banyak yang ingin gue katakan sampai akhirnya gak ada satupun yang terucap.

Bingung bukan karena gak ada yang bisa gue lakukan melainkan terlalu banyak yang bisa gue lakukan sampai akhirnya gak ada satupun yang tergerak.

Selepas genggamannya terlepas dari tangan gue yang bahkan gak bisa menahannya, dia pergi.

Tanpa sempat meraih tangan gue lagi.

Tanpa sempat mengajak gue untuk ikut.

Tanpa sempat berucap, "Tunggu gue."

Ya, Asher pergi bersama Alan dan Alana.

Dan memilih meninggalkan gue untuk kedua kalinya.

"Kamu suka main game nggak?"

Gue ingat sore itu Asher lagi nganterin Om, Tante dan Tristan pulang setelah acara makan siang sementara tante Jessica melarang gue untuk ikut pulang dan menahan gue sampai malam.

Dan entah meskipun baru pertama kali ketemu dan bahkan baru kenal beberapa jam yang lalu gue merasa nyaman ada di dekat mereka, orangtua nya Asher.

Terlebih mereka gak sama kayak para orangtua mantan pacar gue dulu yang menanyai gue seolah menginterogasi, menilai hanya berdasarkan apa yang mereka lihat saat itu tanpa memberi gue kesempatan untuk menunjukkan lebih, dibandingkan itu mereka memperlakukan gue dengan baik tanpa ada pertanyaan-pertanyaan yang akan membuat gue gak nyaman. Untuk itu gue melewatkan banyak waktu bersama mereka.

Kayak Om Gidan yang sejak dua jam yang lalu menunjukkan kemampuannya bermain PUBG, untung gue kadang suka gangguin Tristan waktu dia lagi main game yang sama jadinya gue gak keliatan noob banget di depan beliau.

"Gak terlalu Om, aku orangnya bosenan. Pernah ikutan temen download game yang lagi hype gitu kan, terus gak ada sehari udah aku uninstall lagi karena bosen."

"Bosen apa gak bisa mainnya?"

Gue terkekeh, "Itu sih Om. Hehe."

Dan tanpa gue duga Om Gidan ikut tertawa sambil menoleh ke arah gue sebelum fokus lagi ke hapenya.

"Om juga dulu gitu, bosen karena gak bisa mainnya. Tapi setelah belajar jadi ketagihan."

"Iya ih itu aku liat jago gitu Om mainnya, master! Beneran deh bukan mau menjilat."

Kali ini beliau bahkan sampai menjeda permainannya sambil kembali tertawa.

Membuat gue diam-diam tersenyum karena entah melihatnya seperti ini membuat hati gue menghangat tanpa sebab sebelum dalam pandangan gue sosoknya sekilas menjadi sosok Papa yang gak pernah ada buat gue.

"Oh iya, yang ngajarin Om main game siapa? Asher ya?"

Sesekali gue memang mendapati Asher bermain game yang sama di kantor, bahkan dia membawa laptop khusus untuk sekedar bermain game dan gak jarang mengajak kak Kai mabar di ruang rapat, jadi gue mengira Asher yang mengajari beliau. Tapi ternyata...

SEBUAH TANYA ✔ SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang