7 - Ingatan Kenangan

245 46 5
                                    





















"Sebab kenangan yang tak terlupakan biasanya ingatan yang menyakitkan."
















***

Riby : "Dia gak pantas buat lo."

Gue udah gak punya nyokap.

Beliau meninggal karena sakit pas gue kelas 6 SD dan karena pekerjaan Papa yang gak memungkinkan untuk membawa gue tinggal bareng sama beliau sejak saat itu gue tinggal sama tante Riska -adiknya Papa, dan suaminya om Toni juga Tristan.

Kalo ditanya pengen gak gue tinggal bareng Papa, jawabannya pengen. Banget.

Tapi untuk sekarang, cukup liat Papa sehat dan gak lupa sama gue aja gue udah seneng.

"Lagi apa?"

"Lagi make-up an Pa. Papa ngapain nelpon? Di sana bukannya masih subuh?"

Indonesia lebih cepat 4 jam dari Turki, jadi kalo sekarang di sini jam 7 di sana masih jam 3.

"Kebangun, lagian satu jam lagi Papa harus siap-siap."

"Oh."

Gini nih buruknya gue. Gak pintar nyari topik obrolan.

Kadang gue suka iri sama Tristan yang bisa seakrab itu sama orangtua nya apalagi sama om, kayak ke temen sendiri gitu. Nah ini gue malah canggung kalo telfonan gini yang diobrolin ya itu-itu aja.

"Riby..."

"Iya?"

Gue berhenti sebentar dari kegiatan gue mengoleskan cushion ke muka, melirik ke arah hape yang gue simpan di dekat meja rias.

"Sebentar lagi kamu lulus ya?"

"Enam bulanan lagi Pa." Koreksi gue.

"Oh."

Dan ya, bukan cuma gue yang ternyata gak pintar nyari topik obrolan. Papa pun begitu.

Meskipun gue tahu pasti banyak yang ingin beliau katakan.

Meskipun gue tahu pasti banyak yang ingin beliau tanyakan.

Karena gue juga sama.

Cuma rasanya begitu aja bibir terkunci seolah ada dinding tak kasat mata yang berdiri kokoh diantara gue dan Papa.

Kemudian obrolan ini akan berakhir seperti biasanya, Papa yang pamit duluan.

"Safe flight Pa."

"Terima kasih, Riby."

Kemudian obrolan ini akan berakhir dengan perasaan gue yang kacau.

Karena begitu aja semua kenangan gue dan Papa dulu menyeruak memenuhi isi kepala gue. Meskipun gak banyak tapi tetap aja, gue mengingatnya dengan jelas. Setiap hal yang Papa lakukan ke gue dan Mama.

"Riby sayang, mau bawa bekal lagi?"

Gue yang baru aja turun menoleh ke arah tante Riska yang lagi masak di dapur. Seketika pikiran gue tertuju ke satu orang, pada cowok yang kemarin menghabiskan semua potongan nugget dan sosis goreng gue yang rasanya ternyata...gak enak. Gila ya, itu padahal tinggal goreng aja tapi rasanya kayak sandal jepit. Heran sama diri gue sendiri, sebenarnya ada gak sih satu hal aja yang bisa gue lakukan dengan benar?

"Kayaknya enggak deh tante, he."

"Lho, kenapa?"

"Lagi gak pengen aja." Bokis sih gue, harga diri ini terlalu tinggi untuk mengakui bahwa gue gak jago masak bahkan menggoreng.

SEBUAH TANYA ✔ SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang