1 - Penyesalan Terakhir

812 80 10
                                    























"Sebab bukan tanpa alasan mengapa penyesalan selalu datang paling akhir."















***

Asher : "Semoga lo gak pernah bahagia sampe lo mati."

Untuk orang yang minim pengalaman kayak gue, gue gak pernah mengerti kenapa nyaris setiap orang yang umurnya tinggal bentar lagi pasti punya permintaan terakhir.

Entah itu pergi ke tempat yang belum sempat mereka datangi.

Entah itu makan makanan yang belum sempat mereka makan.

Entah itu melakukan hal-hal yang belum pernah mereka lakukan.

Atau hanya sekedar berdiam diri sambil mengenang orang yang mereka sayang.

Sampai dua tahun lalu, sampai hari ini, akhirnya gue bisa mengerti kenapa nyaris setiap orang yang umurnya tinggal bentar lagi pasti dan harus punya permintaan terakhir.

Bukan karena nanti kita gak akan ada lagi di dunia ini.

Bukan karena nanti kita akan jadi orang yang terhapus.

Bukan juga karena kita gak tau kapan akan bertemu lagi.

Tapi sesederhana kita ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan seseorang sedangkan waktu yang kita punya tinggal sebentar.

Sesederhana karena ada yang bersedih saat kita udah gak ada, dan kita gak bisa menghapus air matanya.

Sesederhana karena ada yang terluka saat kita udah gak di sisinya lagi, dan kita gak bisa menyembuhkan lukanya.

Sesederhana kita ingin tinggal tapi disaat yang bersamaan kita harus pergi.

Sesederhana selamanya itu entah sampai kapan.

Sampai dua tahun lalu gue gak familiar dengan tempat ini dengan lorongnya yang ramai namun sepi dengan aromanya yang umum tapi membekas.

Sampai hari ini gue dipaksa untuk gak punya pilihan lain selain harus ada di sini mendengar berbagai macam vonis yang mengarah pada satu keputusan.

"Gimana?"

"Masih nanya?"

"Ya barangkali aja hari ini tiba-tiba bisa manjangin umur."

Kita berdua tergelak, gue di atas ranjang dan Alan di sofa.

Sementara di atas meja ada berbagai macam minuman favorit kita berdua yang sama sekali gak menggambarkan bahwa salah satu dari kita bentar lagi bakalan mati.

Karena gue dan dia udah sepakat kalau mati ya mati aja.

Manusia gak berhak protes sama keputusan Tuhan.

Meskipun sebenarnya gue gak setuju sama hal itu karena kadang keputusan Tuhan terasa gak adil buat gue.

Mungkin juga bagi cowok yang lagi menghabiskan kaleng bir kesekiannya di hadapan gue ini yang malah cengengesan menatap gue dalam.

Sialan.

***

Hidup harus terus berjalan, kata Alan.

Seperti penekanan buat gue yang nyaris gak ada harapan sama sekali.

Satu tahun kemudian beberapa hari sebelum Natal dua sahabat dekat gue menikah.

Sedangkan gue masih gini-gini aja.

Maunya sih gak datang, cuma daripada terus-terusan di-ceng-ceng-in sama dua sepupu gue yang berisik ini lebih baik gue nurut aja.

SEBUAH TANYA ✔ SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang