Empatbelas

837 71 0
                                    

"Rey," panggil Okta ketika mereka sudah duduk di bangku taman belakang sekolah.

Dani tak menjawab namun dia mendengar panggilan itu.

"Maafkan aku Rey,"

"Sebelum meminta maaf padaku, apa kau sudah meminta maaf pada dirimu sendiri ?"

"Apa hukumanmu selama ini masih kurang untukku ?"

"Itu bukan hukuman dari ku, tapi itu hukuman dari dirimu sendiri,"

"Aku menyesal Rey,"

"Aku tahu,"

Kembali hening, keduanya hanya berdiam diri tak ada yang berniat untuk membuka suara lagi.

Penyesalan, ya penyesalan selalu muncul di akhir perbuatan dan menyisakan luka yang tak kunjung mengering, penyesalan yang penuh siksa ketika orang yang membuat rasa menyesal itu tak kunjung memberikan kata maaf atau justru menghilang dari pandangan.

Hukuman yang diberikan Dani untuknya terlampau berat, dia menjadi pesakitan atas rasa bersalah dan penyesalan atas perbuatannya, setiap malam datang kesakitannya semakin memuncak yang berujung tangis hingga terlelap dengan memeluk foto Dani dan berucap kata maaf berkali-kali hingga dia lelah, hingga dia nyaris depresi.

Vero selalu berada disampingnya memberikan support padanya, hingga akhirnya dia bisa bangkit dan menyelesaikan pendidikannya dengan baik, namun rasa sesal dan salahnya tak bisa hilang begitu saja namun dia lebih bisa mengontrol semua itu.

Bagi Okta, tiada rasa sakit melebihi rasa sesal dan rasa bersalah itu sendiri yang sebagai hukuman untuknya, sungguh itu sangat sakit.

"Aku sudah memaafkanmu kak," ucap Dani tiba-tiba membuyarkan kesunyian diantara mereka.

Okta seketika menoleh menatap wajah disampingnya, air mata yang dia tahan sejak tadi menetes lancar membasahi pipinya.

"Ya, aku sudah memaafkanmu,"

Wajah itu, sorot mata itu, senyum itu, Okta melihat semua itu kembali lagi untuknya, dia melihat kembali Dani, ya Dani yang pertama dia kenal dulu.

"Kenapa diam kak, kamu tak mau aku memaafkanmu ?"

"A-aku mau,"

"Lalu kenapa diam ?"

"Aku terlalu senang,"

"Oh begitu,"

Okta tak mampu membendung kelegaan hatinya, dia langsung memeluk Dani erat dan menumpahkan segalanya disana.

"Ssstt, sudah-sudah, tak enak jika ada yang melihat,"

Okta melepaskan pelukannya dan menatap wajah Dani, tangan Dani terulur menghapus air mata yang membasahi wajah Okta.

"Makasih Rey,"

"Iya sama-sama, bagaimana kabar kak Vero ?"

"Dia baik, terkadang dia menjemputku sepulang sekolah,"

"Sampaikan salamku untuknya,"

"Pasti, dia akan sangat senang, katanya kamu makin tampan,"

"Dari dulu aku memang tampan dan terima kasih atas pujiannya, haha,"

"Rey, sekali lagi aku berterima kasih atas maafmu, jujur aku lega sekarang,"

"Sama-sama kak, aku juga, ada sisi hatiku yang lain yang terasa sangat plong setelah membri maaf pada seseorang,"

"Bisa kita kembali lagi seperti dulu Rey ?"

"Pelan-pelan ya Kak, kamu pasti tahu maksudku,"

"Iya Rey, oh ya kamu mau kemana ?"

Benci Dan Cinta (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang