Khanza
Kalau Jakarta punya Monas, Jogja punya tugu, nah kota Atambua punya Tugu Pancasila. Sebuah bangunan yang berdiri tegak menjulang sepuluh meter ke atas dengan patung Garuda Emas bertengger di puncaknya. Itu adalah ikon kota perbatasan ini. Terletak di tengah persimpangan dari lima ruas jalan yang dikenal dengan sebutan Simpang Lima. Di sinilah pusat keramaian wisatawan Atambua. Apalagi ketika Dinas Pariwisata sedang menggelar atraksi cross-border yang berpusat di Lapangan Simpang Lima. Dari pagelaran musik tradisional, kontemporer, maupun modern, merambah ke kesenian daerah, bazar dan pameran barang kerajinan, hingga pacuan kuda pun disajikan untuk menghibur kurang lebih ribuan penonton yang memadati jantung kota ini. Gilaa.. lautan manusianya nyaingin Jakarta Fair. Nggak heran sih, kayaknya semua warga di seluruh pelosok kota ini berbondong-bondong menikmati agenda tahunan yang diselenggarakan Kementrian Pariwisata dan Kebudayaan. Kapan lagi mereka dapat hiburan rakyat gratis seperti ini.
"Jangan pernah lepasin tangan lo dari gue. Rame banget ini" perintah pak tentara.
"Ashiaap" jawab gue kegirangan.
Di tengah lapangan, terdapat panggung yang luas. Stand-stand penjual memadati setiap sudut tempat ini. Ada yang menjajakan makanan, kain tenun khas NTT, hasil kerajinan, maupun aksesori-aksesori lainnya. Dari tadi tubuh gue selalu dibentengi tubuh besar dan kokoh Mas Pacar. Dengan kerumunan yang begitu membuncah seperti ini, dia nggak ngebiarain gue didesak-desak dari berbagai penjuru. Dia juga ngedekap gue posesif, terutama ketika berpapasan dengan rombongan laki-laki lain yang tidak bisa menjaga pandangannya dari keaduhaian paras dan body gue.
Pas banget ini kita datengnya. Pertunjukkan pembukaan baru akan segera dimulai. Dengan badan tinggi dan tegapnya, Kendra membelah kerumunan orang-orang yang mengelilingi panggung, membukakan akses jalan untuk gue lewati, menikmati pertunjukkan di area depan panggung. Dia memastikan gue berdiri dengan nyaman, kedua lengannya dia silangkan di depan dada gue, membuat punggung gue bener-bener menempel di dadanya. Bisa gue rasakan dagunya bersandar di pucuk kepala gue. Dengan posisi seperti ini, gue merasa lebih aman. Kendra benar-benar memastikan tidak ada yang bisa menganggu kenyaman gue.
Pertunjukan pembuka dimulai. Diawali dengan tarian tradisional yang dibawakan sekitar seratus penari berpakaian khas NTT. Penari laki-laki membawa bambu panjang yang merupakan manifestasi dari senjata tradisional mereka sementara wanitanya menabuh gendang kecil yang disebut Tihar. Mereka bergerak sangat lincah mengikuti alunan musik. Berbeda dengan tari-tarian di Jawa yang gerakannya begitu lembut dan gemulai, tari-tarian di daerah ini lebih dinamis dan ekspresif.
"Ini namanya Tari Likurai" jelas Kendra tanpa gue tanya.
Salah satu tarian perang yang cukup terkenal di Belu, NTT. Konon katanya tari ini ditampilkan untuk penyambutan pahlawan yang memperoleh kemenangan di medan perang. Tari ini menggambarkan ungkapan syukur dan kegembiraan masyarakat akan kembalinya pahlawan mereka dari medan tempur dengan selamat. Dewasa ini, tari Likurai hanya ditampilkan pada upacara adat, penyambutan tamu penting, atau pada festival seni dan budaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala
FanfictionAwalnya Khanza cuma iseng godain pak tentara seksi, Kendra. Abis gemesin gimana gitu orangnya. Tapi ujung-ujungnya malah kecanthol beneran. "Mimpi apa gue digodain bidadari sebening kristal" - Kendra #1 #kaistal #2 #soojung #5 #jungsoojung #2 #kim...