Tiga Puluh Satu

8.7K 957 199
                                    

Kendra

"Papaaa..." bak anak kecil Khanza berlari kecil memeluk ayahnya. Mayor Jenderal Bakti Wiraguna dan beberapa pasukannya ternyata singgah sejak malam tadi untuk sekedar meninjau situasi dan kondisi di barak. Walaupun telah dimakan usia, tetapi perawakan kekar dan wibawa salah satu komandan paling disegani di Indonesia itu tetap terlihat mengintimidasi. Raut mukanya yang tegas seketika melembut melihat anak semata wayangnya berlari memeluknya.

"Papa.. Khanza kangen banget sama Papa. Papa nggak bilang-bilang mau ke sini" celoteh putri kecil yang sekarang bermanja-manja di lengan ayahnya itu.

"Papa kan mau bikin kejutan. Tapi malah Papa yang terkejut sampai sini katanya putri Papa lagi keluar. Malah nggak balik semaleman."

"Ehehe.. namanya juga musibah Papa. Lagian ada mbak Egi juga yang nemenin Khanza."

"Musibah kok diteleponin nggak bisa. Untung ada laporan kalau mobil yang kalian tumpangi mogok. Jadi Papa nggak perlu geledah satu kota untuk cari kamu."

Khanza hanya membalas dengan senyuman canggung sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Setelah itu dia berusaha mengalihkan pembicaraan dan membawa ayahnya masuk, "Papa.. Khanza kangen nasi goreng telur buatan Papa. Bikini ya.. ya ya?"

"Udah gedhe masih aja minta dimasakin Papa. Kapan kamu mau masak buat Papa?" 

"Kan masakan Papa paling top. Nggak ada duanya. Lebih enak daripada restaurant-restaurant Michelin. Apalagi makanan di asrama, huh hambar."

"Kamu ini.. Kalau suruh ngerayu Papa emang paling jago" ucap sang Jenderal mencubit pipi menggemaskan anaknya.

Ketika membalikkan badan, pandangan pak Mayor Jenderal sekilas melihat ke gue, entah apa yang ada dipikirannya. Untuk sepersekian detik pandangan mata kita bertemu. Di saat itu gue merasa beliau sedang menilai gue dari ujung ke ujung. 

Goblok.. Gue baru inget. Gue sama Khanza kan masih pake baju couple. 

***

Hari ini pak Mayor Jenderal akan memantau secara langsung latihan rutin militer yang selalu dilakukan para anggota TNI untuk mengasah keterampilan dan kejelian mereka di medan tempur. Seperti halnya pemain sepak bola atau atlet-atlet bulu tangkis yang tidak kenal lelah berlatih dan terus berlatih, garda depan perisai keamanan NKRI pun harus selalu ditempa agar menjadi baja yang tajam, kuat, dan tidak mudah ditembus.

Latihan tentara itu sangat keras. Tak hanya melelahkan namun juga menyakitkan. Ada berbagai macam pelaihan ketangkasan, mulai dari pengolahan fisik sampai adu taktik. Bayangkan saja, lari dengan membawa beban kurang lebih dua puluh kilogram adalah yang paling ringan. Belum lagi jika harus merangkak berjam-jam dalam endapan lumpur, dengan desingan peluru di kanan kiri, atau melakukan simulasi penjinakan bom dan ranjau. Salah satu yang sangat ekstrem adalah simulasi pembebasan tawanan perang, karena harus kabur dari markas musuh dan ditembaki dengan peluru asli sampai benar-benar dapat meloloskan diri. Ada juga teknik survival yang hanya dibekali sebilah pisau kemudian dilepas di hutan selama berminggu-minggu dan wajib bertahan hingga batas waktu yang tidak ditentukan. 

Pelatihan militer di Indonesia terkenal sebagai salah satu pelatihan yang cukup keras. Tidak heran jika indeks kekuatan militer Indonesia menduduki posisi ke enam belas di dunia. Satu tingkat dibawah Pakistan namun lebih unggul daripada Israel dan Korea Utara, bahkan Australia. 

Bisa dikatakan bahwa di ranah Asia Tenggara, militer Indonesia adalah yang terkuat. Tidak ada negara lain di sisi tenggara benua Asia itu yang mampu menduduki dua puluh besar tingkat dunia kecuali Indonesia. Meskipun tidak secanggih Amerika, namun alutsista darat, laut, maupun udara milik prajurit indonesia begitu gahar dan mumpuni. Ditambah kualitas personilnya yang mampu melahirkan satuan elit dengan level mendunia, seperti Denjaka, Satbravo, dan Kopassus.

CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang