Khanza
Kongo? Gue bahkan nggak inget dimana letak negara yang terkenal penuh pertikaian dan perang saudara itu. Yang jelas ada di suatu tempat di Benua Afrika.
Kesayangan gue bakal dikirim ke Afrika? Sekali lagi, AFRIKA???
Tanah yang tandus, kering kerontang. Terik matahari menyengat di siangnya, dan dingin menusuk di malamnya. Gimana kalau kesayangan gue sakit? Gimana kalau kesayangan gue kekurangan makanan? Atau yang paling parah gimana kalau kesayangan gue ditaksir cewek di sana? Tidaaaak..!
Papa, meskipun Kendra bilang nggak boleh benci sama Papa, tapi Khanza nggak sanggup buat nggak ngebenci Papa kali ini.
Kenapa harus Kongo? Di sana yang ada hanya perang, perang, dan perang. Pasukan milisi dan pemberontak yang saling merebutkan daerah kekuasaan. Di sana sini, suara tembakan dan desingan peluru sudah menjadi konsumsi sehari-hari. Negeri gurun pasir dan permata hitam yang banyak menuai korban, menghabisi pasukan-pasukan perdamaian dengan bengis dan kejam.
Setiap tentara yang dikirim ke tempat ini pasti pernah mendengar cerita tentang lembah mematikan bernama No Man's Land. Tanah yang paling ditakuti karena begitu banyak bandit-bandit bersembunyi. Sejak pembantaian massal pasukan perdamaian dari India oleh para pemberontak milisi, wilayah itu secara sepihak dinyatakan sangat berbahaya oleh Dewan Keamanan PBB. Siapapun yang menginjakkan kaki di tanah tak bertuan ini, tak ubahnya menghantarkan nyawanya sendiri. Dan coba tebak, misi apa yang dijalani para pasukan yang dikirim ke negeri ini? Ya, memastikan lembah mematikan ini tak kembali memakan korban.
Gue nggak mau Kendra gue dijadikan tumbal di medan perang. Di negeri sendiri saja semakin banyak terjadi kekacauan. Mengapa harus mengurusi negeri orang lain yang bahkan berjarak puluhan jam ditempuh dengan pesawat komersial?
Entah sudah berapa lama gue menangis. Mata gue rasanya perih dan bengkak. Sekembalinya ke barak, gue langsung mengurung diri di kamar. Pintu dan jendela gue tutup rapat. Nggak ada seorang pun yang boleh masuk. Malam ini gue ingin menyendiri.
Denting jam sudah menunjuk pukul tiga dini hari. Namun rasa kantuk tak juga datang menghampiri. Gue mencari-cari ponsel yang tenggelam diantara tumpukan bantal. Mengetik nama Papa di kolom pencarian kontak lalu meneleponnya.
Dalam detik ketiga, suara laki-laki yang menurunkan sifat keras kepalanya ke gue itu terdengar dari ujung sambungan "Halo.."
Gue diem.
"Khanza kenapa nelepon Papa malem-malem gini?" Benar sekali, waktu di sini tiga jam lebih cepat dari di Jawa.
"Pa.. Khanza kangen Mama" nada suara gue sedikit bergetar menahan tangis.
Hening. Tidak ada suara tanggapan dari ujung sana.
"Coba kalau Mama masih ada ya Pa. Pasti ada yang sayang-sayang Khanza. Menghibur Khanza kalau lagi sedih. Dan selalu nenangin Khanza. Tapi.. kenapa Tuhan benci banget sama Khanza. Udah ngambil Mama, bikin Khanza nggak pernah tau gimana rasanya punya Mama, dan sekarang mau misahin Khanza sama orang yang udah bikin Khanza selalu bahagia."
Suara nafas panjang terdengar dari ujung telepon, disusul dengan suara khas lelaki berpangkat bintang dua itu, "Sa, kalau kamu mau marah, marah aja sama Papa."
"Khanza pengen marah sama Papa... pengen banget. Tapi Kendra bilang nggak boleh marah-marah sama Papa. Terus Khanza harus marah sama siapa?" Suara gue berubah serak, dan air mata gue mengalir turun tak bisa lagi dibendung. "Sakit Papa... di sini sakiiit banget. Khanza sayang Papa, tapi Khanza juga sayang Kendra. Kenapa orang-orang yang Khanza sayang nggak pernah bisa jadi satu. Mama dan Papa pisah. Sekarang Kendra sama Khanza juga Papa pisahin. Kenapa Khanza harus selalu berakhir sama Papa? Kenapa Khanza nggak sama Mama aja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala
FanfictionAwalnya Khanza cuma iseng godain pak tentara seksi, Kendra. Abis gemesin gimana gitu orangnya. Tapi ujung-ujungnya malah kecanthol beneran. "Mimpi apa gue digodain bidadari sebening kristal" - Kendra #1 #kaistal #2 #soojung #5 #jungsoojung #2 #kim...