Ketika tawa dimulai, haruskah tangis selalu mengikuti setelahnya? Tak bisakah sedih turut bahagia sebentar saja? Apa dia tak tahu luka lama saja masih tersisa lebam?
Lala.
• • • • •
Ketukan pintu membuatku terburu-buru mengambil buku pelajaran dan memasukannya ke dalam tas sekolahku.
"Lala! Ayo sarapan dulu" ajak Ibu.
"Buuuuuu... Suruh Al sarapan duluan, Langit sarapan di mobil aja" teriakku terburu-buru.
"Yaudah, tapi kamu jangan lama-lama. Kasian atuh Al nya udah nungguin dari tadi" ucap Ibu lalu bergegas meninggalkan kamarku.
"Al kamu sarapan duluan yaa, Langit pengen sarapan dimobil aja katanya" ucap Ibu pada Al.
"Yaudah Bu, Al juga sarapan di mobil aja kalo gitu"
"Hmmm iya deh Ibu bungkusin aja, tapi janji loh sarapannya harus dimakan"
"Pasti bu!"
Tak lama kemudian aku datang menghampiri Al yang berada di ruang tamu.
"Al, ayo!"
Al menatapku, memperhatikanku dari atas sampai bawah.
Hari ini aku berpenampilan sedikit berbeda dari biasanya. Karena di sekolahku hari Sabtu tidak diwajibkan memakai seragam sekolah, biasanya anak-anak hanya memakai rok seragam dengan baju ekskulnya masing-masing. Aku memakai sweater crop berwarna putih. Rambut panjangku yang biasa ku gerai, aku ikat diatas, seperti kuda poni, mungkin? Dengan sneakers putih navy yang akan menambah casual penampilanku hari ini."Udah siap?" tanya Al.
"Udah"
"Pake sepatunya dulu" ucap Al karena melihat sneakers yang masih ku tenteng ditanganku.
"Nanti aja di mobil"
"Kebiasaan"
Aku hanya tertawa kecil mendengarnya.
"Yaudah yuk pamit dulu sama Ibu" lanjut Al.
"Ibuuuu! Langit mau berangkaaaat!" teriakku dari luar.
"Hussssh! Samperin!"
Tapi Ibu tiba duluan menghampiri kami.
"Bu, Langit berangkat dulu ya!" kataku sambil mencium tangannya yang diikuti oleh ciuman tangan dari Al.
"Al hati-hati yaa bawa mobilnya, jagain Langitnya!" pinta Ibu.
"Iya Bu, pasti... hehe"
"Ayoooo nanti telat" ucapku sambil menarik tangan Al.
Al menatapku heran.
"Perasaan.. Siapa yang dandannya lama" ucap Al menyebalkan.
Al membukakan pintu mobil dan mempersilahkan aku untuk masuk kedalamnya.
• • • • •
Aku dan Al terdiam, tenggelam pada pikiran kami masing-masing.
Aku menatap Al dalam-dalam, menikmati setiap keindahan yang ada pada wajahnya, menikmati setiap hembusan nafasnya, menikmati pantulan cahaya dari kulit putihnya. Rasanya, aku tidak mau waktu ini berakhir.
Sampai suara yang paling aku sukai terdengar kembali."Langit" beberapa detik terhenti.
"Kok ngelamun?" lanjutnya.
Aku kembali menatap mata coklatnya, membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. Ia tersenyum menatapku. Segaris senyum yang selalu membuat hatiku merasa lebih tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Canderasa
Teen FictionIni cande bukan canda. Buat kamu, semua rasa gak pernah bercanda. Katanya. Perihal manusia baik yang mempunyai seribu pertanyaan dengan sejuta jawabannya. Gema ilusiku selalu bersamanya. Manusia yang hidup dengan segala diskusi sakralnya. Saat ia m...