Sembilan

19 3 0
                                    

Saat dua hati berjanji untuk saling beriringan, keduanya akan selalu menemukan jalan, serumit apapun halang rintang.

Lala.

• • • • •

"Yuk!" ajak Putri yang beranjak dari tempat duduknya.

Saat aku dan temanku yang lain hendak berdiri, Kak Dale, Anggia dan kedua temannya melewati meja kami. "Cabe" sindirnya.

Putri yang mudah tersulut emosinya langsung menghampiri mereka, "Ngomong sama siapa, Kak?" tanya Putri dengan nada khas memojokkanya.

"Sama yang ngerasa" Kak Dale memutar badannya, "Lo ngerasa?" tatapnya tajam. "Atau lo ngerasa?" telunjuknya mengarah tepat ke wajahku.

"Kok jadi gue?" gumamku.

"Hahaha kirain Kak Magdalena yang paling cantik ini lagi ngomong sama diri sendiri" balas Putri penuh penekanan.

"Enak aja!" sahutnya.

"Lo ngapain gabung dah, Gi? Ikut-ikutan jadi cabe juga?" cela Putri pada Anggia.

Anggia tersenyum licik "Temen lo tuh yang cabe!" balasnya menatapku.

Tadinya, aku tak mau menanggapi jenis manusia seperti mereka. Tapi, tentu saja aku tak akan tinggal diam jika diriku direndahkan seperti ini. "Ada urusan apa lo berdua sama gue?"

Kak Dale menyunggingkan senyum tipis nan liciknya, "Gue heran aja, kok Al tahan banget sama cewe kaya lo? Rayan juga, lima taun lo cuekin, masih aja dia ngejar lo. Lo pake pelet apa?"

"Emmm atau, lo udah "ngasih" banyak sama Kak Al?" timpal Anggia menyeringai.

"Heh! Lo tuh murid baru disini, jadi gak usah sok tau!" ketus Adel turut membelaku.

"Mulutnya ga di sekolahin ni orang" disusul tuturan Elsa penuh emosi.

Kak Dale melipat kedua tangan di dadanya, "Gue juga tau kok, dari dulu, lo cuma numpang tenar kan sama Al?"

"Kurang ajar lo ya!" pun raung Putri yang maju mendekati keduanya.

Tangan Kak Dale memberi kode stop untuk Putri, "Santai, santai, gue ga ada urusan sama lo" sahutnya, ia kembali menatap ke arahku "Gue cuma punya urusan sama temen lo yang kelakuannya kaya cabe pinggir jalan ini! Yang udah busuk, di obral lagi. Hahaha" matanya mendelik sok jagoan.

Sorot mataku menajam, "Heh! Jaga ya mulut lo!" teriakku.

"Bisa marah juga ternyata?" ejek Anggia.

"Kita liat aja.. Bentar lagi juga Al nyadar, mana mungkin dia mau sama cewek..."

"Yang kebelet tenar dan ga punya sopan santun kayak lo!" sela Al menepis tangan Kak Dale yang akan mendongakkan daguku.

Ia selalu datang tepat waktu, disaat aku membutuhkannya. Saat sorot mataku melemah dalam tatapnya. Saat hatiku menggumamkan namanya. Saat lirihku menyentuh detak jantungnya. Baiklah. Setidaknya, aku tak perlu terlalu takut lagi. Dirinya sudah ada disisiku sekarang.

Mata Kak Dale terbelalak, pasti nafasnya terasa sesak sekarang, "Al?" gumamnya.

"Kenapa? Kaget?" Al mendekatkan wajahnya dengan Kak Dale, "Lo pikir dengan cara kaya gini, bikin gue jadi suka sama lo?" sindirnya.

"G.. Gak gitu.. Gu.. Gue gak maksud.."

"Gue kira, pikiran lo udah dewasa, Dal? Ternyata, dugaan gue salah besar" sergah Al. "Lo juga Anggia! Apa keuntungan ini semua buat lo?"

Aku menarik lengan Al, tak mau memperpanjang masalah tak penting ini. "Al, udah, gue gapapa"

"Ga bisa, La" ia menatapku lirih, "Orang modelan gini kalo di diemin bakal seenaknya"

   CanderasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang