Enam

23 5 0
                                    

Bumi saja menenang saat mengitarimu, apalagi aku?

Lala.

• • • • •

Ini adalah malam terakhirku di Jakarta. Aku menghabiskan sisa waktuku di balkon kamar hotelku. Menikmati pemandangan jalanan ibu kota di malam hari juga lampu-lampu yang berkelap-kelip dari gedung dibawah sana. Ternyata, tidak melulu bintang di atas sana yang terlihat indah.

"La, semua pasti bangga sama lo" ujar Adel.

"Semoga" sahutku.

Adel tersenyum kemudian melingkarkan tangannya dari arah belakang pundakku.

"Masuk, yuk! Kebanyakan udara malem ga baik buat kesehatan" tanpa memberi jawaban, aku mengikuti langkahnya memasuki kamar kami.

Segera ku pejamkan mataku. Akan ku jemput Al dalam mimpiku malam ini dan akan ku peluk ia esok dalam dunia milik kami. Berharap esok segera datang. Inginku, ketika aku terbangun, aku sudah ada di Bandung. Kebanyakan berhayal.

• • • • •

Selepas mengemas semua barang-barang, kami pun berangkat menuju Bandung. Sekitar pukul 6 pagi saat itu. Matahari belum terlalu terik dan udaranya masih sangat segar.

Tempat pemberhentian kami nanti adalah sekolah, jadi, kami akan langsung disambut disana. Aku tak begitu peduli perkara sambutan mereka. Ini tentang suara rasa yang harus segera disampaikan. Aku hanya ingin di sambut oleh sang pemilik rasa.

Tepuk tangan meriah menyambut kami pagi ini. Senyum itu menular, ya. Aku bisa sebahagia itu hanya dengan melihat mereka tersenyum. Kami berjajar di lapangan utama bagian depan. Kepala sekolah memperkenalkan siapa-siapa saja yang menjadi juara di Olimpiade kemarin.

Setelah acara ini dibubarkan, pasti Al akan menemui dan mengucapkan selamat padaku. Aku akan menunggunya untuk itu. Kegiatan belajar mengajar akan dimulai kembali setelah jam istirahat habis. Kami tidak akan mengikutinya. Tentu saja kami yang ikut olimpiade diberi keringanan untuk beristirahat dulu.

"Lala, Adel!" teriak Putri dan Elsa begitu excited menghampiri kami di kantin.

"Haiiiii" sapa Adel.

"Kalian keren banget" pujinya.

"Putiiiiiiiiii, Elsa. Ah, kangen banget" pelukku, disusul pelukan dari Adel dan Elsa.

Elsa memegang bahuku "Tuhkan gue bilang juga apa, lo pasti juara, La"

Aku tersenyum tipis "Gue cuma pengen memahami kekurangan gue tanpa memperdulikan kelebihan gue yang disadari sama beberapa orang, dan mungkin gue bisa lebih seneng saat gue tau ternyata ada juga kelebihan dalam diri gue setelah gue udah paham bahwa kekuranganlah yang bikin gue punya kelebihan"

Mereka hanya bengong mendengar ocehanku.

"Kalian ngerti gak sih gue ngomong apa?"

"Hah? I.. Iyaa.. Ngerti ko. Cuma butuh mikir agak keras aja" sahut Elsa.

"Iya, mendalam banget bahasanya"

"Lomba sastra bulan depan, menang lagi inimah!" timpal Adel.

Aku menghela nafas panjang "Cape ah, lomba mulu"

"Capenya udah dari empat taun yang lalu, tapi sampe sekarang masih terus-terusan lomba" ada benarnya juga yang diucapkan Putri ini, kami pun terkekeh.

Hatiku kembali bersuara, kemana dia. Mataku kembali mengamati sekitar, kenapa tak kunjung ku temukan dirinya? Kenapa intuisiku tak bisa merasakan hadirnya? Beruntunglah, aku melihat Bang Ammar dan gengnya di meja pojok kanan yang bersebrangan cukup jauh dengan meja yang kududuki. Aku memutuskan untuk menghampiri Bang Ammar, tentu saja untuk mengintrogasinya perihal dimana Al sekarang.

   CanderasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang