Jangankan perpisahan, semi nya saja aku tak sanggup mengatakan.
Lala.
• • • • •
"Hah ada apa, La? Tumben?" tanya Nara.
"Makanya, jangan lama-lama. Biar tau" sahutku.
"Yaudah, bentar lagi kita nyusul" jawab Adel, disusul anggukan dari Nara, Elsa juga Shirin.
• • • • •
Selepas mengganti seragam, aku dan Putri berjalan menuju kantin untuk sekedar menghilangkan dahaga dan rasa lapar sehabis olahraga. Tidak terlalu ramai, masih di dominasi oleh teman-teman sekelasku. Karena memang baru beberapa menit saja bel istirahat dibunyikan.
Aku dan Putri memesan minuman dan beberapa cemilan, sambil menunggu teman-temanku yang lain datang."Makanya kalo ada yang nawarin buat ngajarin basket tuh turutin, biar ga gitu-gitu aja lempar bolanya"
Aku menoleh ke arah sumber suara yang muncul tepat di belakangku itu. Senyumku terukir kala mendapati tatapan teduhnya menyorotku.
Tanpa ragu, ia mengusap rambutku pelan, "Gue kesana dulu ya" pamitnya, menunjuk meja yang diduduki teman-temannya. Aku mengangguk singkat menyetujuinya.
Sebentar, ku catat dulu. Kalo ada yang nawarin buat ngajarin basket tuh turutin, biar ga gitu-gitu aja lempar bolanya. Hahaha. Sejelek itu ya lemparan bolaku tadi, Al? Aku jadi malu. Percuma juga sih, malu. Tak ada keinginan untuk merubahnya juga. Kecuali, jika kembali kau paksa. Karena aku percaya, dalam setiap paksamu selalu ada mantra rahasia yang membuat aku tak bisa menolaknya.
"Sumpah gue yang meleleh" ungkap Putri yang sedari tadi senyum-senyum sendiri.
"Lebay, lo" sahutku.
"Lala, cewe mana yang ga baper digituin?"
"Gue engga tuh"
"Bohong"
"Emang bohong hahaha"
"Tau ah" ia menyerah, mendelikkan mata menunjukkan rasa bodo amatnya.
Iya lah, aku juga normal. Meleleh saat di beri perlakuan seperti itu. Apalagi selama ini aku tumbuh diatas kasih tanpa kelirunya. Meskipun terkadang bingung harus bersikap seperti apa membalasnya. Apalagi ditengah keramaian seperti ini. Aneh juga, lima tahun lebih, masih saja menjadi pusat perhatian jika sedang berduaan. Memang yang kalian lihat tidak membosankan?
"Dimana ya, nyari cowo yang kaya Kak Al?" pertanyaan Putri cukup membuatku berpikir keras.
Kemana ya mencari manusia baik sepertinya? Ke bulan? Ke atlantis? Ke segitiga bermuda? Ah, sampai kapan? Keburu tenggelam dan menghilang. Sepertinya dia memang hanya ada satu di dunia. Diciptakan khusus untukku. Hanya untukku. Faham? Tidak ada yang boleh punya. Selain aku. Titik. Tidak boleh protes.
"Heh!" teriak Adel mengagetkanku yang sedang melamun barusan. "Mikirin apa?" tanyanya, lantas mengambil posisi duduk disampingku.
"Gue barusan tanya, dimana nyari cowok kaya Kak Al" ulang Putri.
"Wah! Pantesan sampe ngelamun gitu. Ternyata pertanyaannya emang susah buat di jawab" timpal Nara.
"Ga mungkin lah ada yang sama kaya Kak Al" jawab Adel, "Semua orang kan beda-beda" lanjutnya.
"Ya maksud gue seengganya mirip-mirip lah. Gantengnya kek, setianya, manisnya, hahahaha"
"Halu teroooos" sindir Shirin yang baru membuka suara.
"Al cuma satu, ga bisa di cari kemana-mana" sahutku.
"Iya, Lala, Kak Al cuma satu. Punya elo" sahut Adel meyakinkanku. Aku tersenyum simpul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Canderasa
Teen FictionIni cande bukan canda. Buat kamu, semua rasa gak pernah bercanda. Katanya. Perihal manusia baik yang mempunyai seribu pertanyaan dengan sejuta jawabannya. Gema ilusiku selalu bersamanya. Manusia yang hidup dengan segala diskusi sakralnya. Saat ia m...